Mengapa Laut Perlu Dipantau Secara Serius?
Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, Indonesia menyimpan kekayaan hayati laut yang luar biasa—mulai dari terumbu karang, padang lamun, mangrove, hingga berbagai biota laut endemik. Namun, ancaman terhadap laut kian nyata. Limbah industri, sedimentasi dari sungai, tumpahan minyak, dan kegiatan wisata yang tak terkendali semakin menekan kualitas air laut.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan “Petunjuk Teknis Pemantauan Kualitas Air Laut” pada tahun 2016. Dokumen ini menjadi acuan nasional bagi pemerintah daerah dan laboratorium lingkungan dalam merancang, melaksanakan, dan melaporkan kegiatan pemantauan air laut secara ilmiah dan seragam.
Tujuan Pedoman: Data yang Ilmiah, Konsisten, dan Dapat Dipertanggungjawabkan
Pedoman ini bertujuan menyediakan panduan teknis yang dapat diandalkan dalam seluruh tahapan pemantauan kualitas air laut, dari perencanaan hingga pelaporan. Hal ini penting agar data yang dihasilkan:
- Representatif terhadap kondisi laut yang dipantau
- Dapat dibandingkan antar wilayah dan waktu
- Menjadi dasar kuat dalam penyusunan kebijakan pengendalian pencemaran laut
Empat Pilar Utama Pemantauan Kualitas Air Laut
1. Perencanaan
Tahap ini mencakup:
- Pembentukan tim teknis yang memiliki kompetensi di bidang kualitas lingkungan laut.
- Penentuan lokasi berdasarkan program nasional, seperti Teluk Jakarta, Semarang, Benoa, serta kawasan ekosistem pesisir dan muara 15 sungai prioritas nasional (misalnya Citarum, Brantas, Kapuas, Cisadane, dan Musi).
- Penyusunan desain pemantauan termasuk jadwal, kedalaman sampling, dan parameter yang akan diuji.
Pedoman menyarankan frekuensi ideal minimal empat kali setahun, yaitu:
- Awal musim kemarau
- Puncak kemarau
- Awal musim hujan
- Puncak musim hujan
2. Pelaksanaan Sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan ilmiah berdasarkan salinitas dan kedalaman:
- Muara (estuari): berdasarkan perbedaan salinitas (0,5–5 PSU disebut oligohaline)
- Pantai (coastal): mesohaline (5–18 PSU)
- Laut lepas: polyhaline hingga euhaline (>30 PSU)
Alat yang digunakan harus sesuai standar, misalnya Niskin Sampler, Rosette Sampler, atau alat horizontal khusus untuk air permukaan. Prosedur sampling mengikuti SNI 6964.8:2015, memastikan akurasi dan kebersihan sampel dari kontaminasi.
3. Analisis dan Interpretasi
Sampel dianalisis oleh laboratorium yang:
- Telah teregistrasi atau terakreditasi
- Mengikuti uji profisiensi tahunan
- Menerapkan jaminan mutu dan pengendalian mutu internal
Analisis dilakukan berdasarkan metode mutakhir seperti SNI, US-EPA, atau APHA, lalu hasilnya diverifikasi dan divalidasi sebelum dianalisis lebih lanjut. Data dibandingkan dengan baku mutu sesuai Kepmen LH No. 51 Tahun 2004, disesuaikan dengan peruntukan:
- Perairan biota laut
- Pelabuhan
- Kawasan wisata bahari
4. Pelaporan
Laporan disusun dalam dua bentuk:
- Ringkasan eksekutif (maksimal 5 halaman)
- Laporan lengkap berisi metodologi, hasil uji, pembahasan, dan rekomendasi
Hasil analisis juga dikirim dalam format digital untuk diintegrasikan secara nasional oleh KLHK. Penilaian status mutu menggunakan metode Indeks Pencemar (IP) untuk pemantauan sesaat dan STORET untuk pemantauan lebih dari 3 kali dalam setahun.
Parameter Prioritas: Fokus pada Pencemar Laut yang Signifikan
Pedoman ini membagi parameter kualitas air laut ke dalam tiga prioritas:
Prioritas Tinggi:
- Fisika: pH, suhu, DO, salinitas, kecerahan, TSS
- Nutrien: nitrat, amoniak, nitrit, fosfat
- Biologi: total coliform, fecal coliform, klorofil-a
- Kimia: fenol, deterjen
Prioritas Sedang:
- Logam berat: Pb, Cd, Cu, Ni, Zn, As
- Organik kimia: minyak & lemak, pestisida, PAH, TBT, PCB
Prioritas Rendah:
- BOD dan merkuri
Semua parameter ini berkaitan erat dengan dampak utama pencemaran laut seperti eutrofikasi, keracunan biota, dan kontaminasi rantai makanan.
Studi Kasus Simulatif: Pemantauan di Teluk Jakarta
Bayangkan pemantauan dilakukan di Teluk Jakarta, wilayah padat aktivitas pelabuhan dan industri. Berdasarkan pedoman:
- Titik sampling ditetapkan di estuari Ciliwung dan pesisir Pluit
- Diambil sampel pada tiga kedalaman: permukaan, tengah, dan dasar
- Diuji parameter seperti TSS, DO, nitrat, minyak, logam berat, dan coliform
Jika ditemukan:
- DO di bawah 3 mg/L
- TSS melebihi 80 mg/L
- Fecal coliform di atas 1.000 MPN/100 mL
- Zn dan Cu melebihi batas 0,1 dan 0,05 mg/L
Maka status mutu laut tergolong “cemar berat” berdasarkan STORET, dan memerlukan tindakan segera seperti penertiban pembuangan limbah dan pembangunan IPAL kawasan.
Kelebihan Pedoman Ini: Standardisasi dan Konektivitas Nasional
Beberapa keunggulan teknis dari pedoman ini antara lain:
- Mengacu pada SNI dan metode global seperti US-EPA
- Mewajibkan verifikasi dan validasi data laboratorium
- Mendorong pengambilan data spasial dan temporal secara konsisten
- Membantu provinsi menyusun proposal berbasis kebutuhan lapangan
Hal ini menjadikan data yang dihasilkan tidak hanya bisa digunakan secara lokal, tetapi juga bisa dianalisis lintas provinsi maupun nasional.
Kritik dan Catatan Tambahan
Walaupun petunjuk teknis ini sangat komprehensif, ada beberapa catatan kritis:
- Belum semua daerah memiliki laboratorium teregistrasi dan terakreditasi, yang bisa jadi kendala teknis.
- Tidak seluruh provinsi memiliki kemampuan anggaran untuk melakukan sampling empat kali setahun.
- Belum ada mekanisme sanksi jika daerah tidak melaporkan data secara tepat waktu.
Saran perbaikan ke depan termasuk pelatihan intensif bagi SDM lokal, pemberdayaan laboratorium daerah, serta integrasi data berbasis GIS untuk transparansi publik.
Relevansi Global: Sejalan dengan Agenda Laut Dunia
Pemantauan kualitas air laut bukan hanya isu lokal, melainkan sejalan dengan agenda global seperti:
- SDG 14 (Life Below Water)
- Konvensi MARPOL tentang pencemaran laut
- ASEAN Marine Water Quality Guidelines
Dengan standar pemantauan yang terstruktur seperti dalam pedoman ini, Indonesia bisa menampilkan diri sebagai negara maritim yang bertanggung jawab di kancah internasional.
Penutup: Menjaga Laut Dimulai dari Data yang Andal
Petunjuk Teknis Pemantauan Kualitas Air Laut Tahun 2016 adalah peta jalan penting untuk menjaga ekosistem laut Indonesia tetap lestari. Dengan pendekatan ilmiah, prosedur yang sistematis, dan orientasi hasil yang terukur, pedoman ini menjadi fondasi dalam pengambilan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy).
Namun pelaksanaannya butuh sinergi: pemerintah pusat, daerah, laboratorium, dunia usaha, hingga komunitas pesisir. Tanpa kolaborasi, data hanya akan menjadi angka tanpa makna.
Maka dari itu, mari mulai dari hal dasar—melakukan pemantauan dengan benar, agar langkah perbaikan bisa diambil dengan tepat.
Sumber asli:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemantauan Kualitas Air Laut Tahun 2016. Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Jakarta.