OSH Management Practices of Building Contractors in Johor, Malaysia — Pelajaran untuk Reformasi K3 Konstruksi di Indonesia

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana

06 Oktober 2025, 10.58

Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Penelitian Occupational Safety and Health (OSH) Management Practices of Building Contractors in Johor, Malaysia menyajikan gambaran praktik manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di antara kontraktor bangunan di Johor. Ditemukan bahwa penerapan K3 seringkali bersifat parsial—hanya diterapkan pada proyek besar atau untuk memenuhi syarat tender—dan banyak aspek penting seperti supervisi lapangan, pelatihan rutin, sistem pelaporan insiden, serta keterlibatan pekerja masih lemah.

Temuan ini sangat relevan untuk kebijakan publik karena menunjukkan bahwa regulasi K3 saja tidak cukup; keberhasilan tergantung pada implementasi nyata di lapangan, kepemimpinan manajemen, dan kultur keselamatan dalam organisasi. Negara yang hanya mengandalkan regulasi tapi mengabaikan pengawasan, akuntabilitas, dan pendidikan keselamatan berisiko gagal menurunkan angka kecelakaan kerja.

Konteks Indonesia memperkuat urgensi temuan ini. Sektor konstruksi terus menjadi tulang punggung pembangunan nasional, termasuk dalam proyek strategis seperti Ibu Kota Nusantara, tol, pelabuhan, dan fasilitas publik. Namun, data kecelakaan kerja di Indonesia menunjukkan bahwa proyek konstruksi masih menyumbang banyak kasus kecelakaan dan cedera serius. Artikel K3 di Sektor Konstruksi: Panduan Lengkap untuk Mencegah Kecelakaan Kerja mempertegas bahwa standar ILO dan praktik terbaik K3 perlu dijadikan acuan dalam proyek konstruksi Indonesia. 

Lebih jauh, artikel Menulis Rencana Keselamatan Konstruksi: Yang Perlu Anda Ketahui menyebut bahwa dokumen rencana keselamatan proyek (site-specific safety plan) harus disusun sejak awal dan dijadikan acuan operasional di lapangan. Tanpa dokumen ini, mitigasi risiko sering berjalan reaktif dan tidak sistematis. 

Dengan demikian, studi di Johor menjadi peringatan bahwa kebijakan K3 yang ambisius harus disertai strategi penguatan pelaksanaan di lapangan agar tidak hanya menjadi regulasi kosong.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak Positif dari K3 Terstruktur
Kontraktor yang menerapkan sistem manajemen K3 komprehensif – meliputi pelatihan rutin, inspeksi, pelaporan insiden, dan audit internal – cenderung memiliki penurunan angka kecelakaan, peningkatan produktivitas, dan reputasi yang lebih baik. Karyawan merasa dihargai dan aman, yang berdampak positif terhadap moral dan kualitas kerja.

Hambatan Utama
Penelitian Johor mengidentifikasi beberapa hambatan nyata:

  • Komitmen manajemen rendah — terutama di kontraktor kecil, manajemen sering melihat K3 sebagai beban biaya tambahan, bukan investasi jangka panjang.

  • Keterbatasan sumber daya dan kemampuan teknis — tidak semua kontraktor memiliki staf K3 atau akses pelatihan berkualitas.

  • Pengawasan eksternal lemah — regulasi tanpa inspeksi rutin dan sanksi efektif memungkinkan banyak kontraktor mengabaikan K3.

  • Kesenjangan budaya keselamatan — pekerja kadang menganggap penggunaan APD atau prosedur keselamatan menghambat kecepatan kerja.

  • Fokus pada proyek besar saja — proyek kecil cenderung diabaikan dari aspek K3, meskipun proporsi kecelakaan seringkali besar di segmen kecil ini.

Dalam konteks Indonesia, hambatan-hambatan tersebut sudah muncul di berbagai proyek. Artikel Evaluasi Nasional Implementasi K3 di Proyek Konstruksi memaparkan fakta bahwa banyak proyek, terutama berskala kecil dan di daerah, hanya menerapkan K3 minimal atau formalitas semata, disebabkan keterbatasan anggaran, rendahnya kesadaran pekerja, dan sulitnya akses pelatihan.

Sedangkan peluang yang bisa dimanfaatkan termasuk:

  • Digitalisasi sistem K3 — pemantauan secara daring, aplikasi pelaporan kecelakaan, sensor wearable, dan dashboard manajemen keselamatan.

  • Kolaborasi lintas sektor — perguruan tinggi, asosiasi profesi, sektor swasta, dan pemerintah bisa bersinergi untuk modul pelatihan, riset keselamatan, dan audit eksternal.

  • Subsidi pelatihan dan APD untuk kontraktor kecil — membantu mereka memenuhi standar K3 tanpa beban berat finansial.

  • Promosi budaya keselamatan — strategi bottom-up, melibatkan pekerja dalam evaluasi dan inovasi prosedur keselamatan, agar mereka merasa memiliki tanggung jawab bersama.

Artikel Mengungkap 6 Kunci Sukses Pelatihan Keselamatan Konstruksi menyebut bahwa keberhasilan pelatihan bergantung pada faktor-faktor tertentu seperti dukungan manajemen, relevansi materi terhadap bahaya nyata, kontinuitas pelatihan, dan keterlibatan langsung pekerja dalam simulasi kondisi nyata. 

Relevansi untuk Indonesia

Studi di Johor dapat langsung diterjemahkan ke konteks Indonesia. Beberapa poin relevan:

  1. Proyek publik mewajibkan K3, tetapi implementasi lemah
    Banyak proyek pemerintah sudah menetapkan persyaratan SMK3 dalam dokumen tender. Namun kenyataannya di lapangan, dokumentasi sering bersifat formalitas. Artikel Meningkatkan Kinerja K3 di Proyek Konstruksi: Evaluasi Implementasi SMK3 pada Pembangunan Gedung meneliti proyek gedung di Kota Kendari dan menemukan bahwa aspek praktis seperti inspeksi lapangan dan tindak lanjut temuan audit masih sangat rendah.

  2. Alat keselamatan yang tidak layak atau rusak
    Artikel K3 Konstruksi: 3 Peralatan Penting Bekerja di Ketinggian menekankan bahwa tangga, perancah, dan alat pelindung jatuh adalah komponen vital dalam keselamatan berbasis ketinggian. Jika alat ini rusak atau tidak dipelihara dengan baik, maka risiko kecelakaan melonjak. 

  3. Faktor perencanaan proyek mempengaruhi risiko keselamatan
    Artikel Fitur Proyek Konstruksi Menyebabkan Kecelakaan Kerja Jika Tidak Direncanakan Sejak Awal menyebut bahwa banyak bahaya muncul dari keputusan desain, metode konstruksi, akses lahan, dan logistik yang tidak memperhitungkan keamanan sejak fase awal. 

  4. Kesenjangan persepsi pekerja dan manajemen
    Artikel Manajemen Keselamatan Konstruksi: Perspektif Pekerja dan Implikasi Kebijakan membahas bahwa pekerja sering merasakan bahwa pelatihan keselamatan adalah kewajiban administratif tanpa efek nyata di lapangan. Pemahaman ini memperkuat kebutuhan kebijakan yang melibatkan suara pekerja dalam desain K3. 

  5. Budaya keselamatan sebagai faktor keberlanjutan K3
    Artikel Menggali Budaya Keselamatan di Proyek Konstruksi Besar menekankan bahwa proyek berskala besar yang berhasil menjaga catatan keselamatan bukan hanya karena regulasi, tetapi budaya internal organisasi yang menghargai keselamatan dalam setiap keputusan.

Dengan merujuk referensi lokal tersebut, resensi menjadi lebih relevan dan kontekstual untuk pembaca Indonesia.

Rekomendasi Kebijakan Praktis

Berdasarkan temuan penelitian di Johor dan relevansi lokal Indonesia, berikut adalah rekomendasi kebijakan praktis:

  1. Wajibkan Dokumen Rencana Keselamatan Proyek (Safety Plan) dalam Tender
    Semua proyek konstruksi (pemerintah maupun swasta) harus menyertakan site-specific safety plan sebagai bagian dari persyaratan tender, dan kepatuhan terhadap rencana ini dapat menjadi dasar evaluasi kinerja selama pelaksanaan.

  2. Penguatan Audit & Inspeksi K3 Independen
    Pembentukan lembaga audit K3 independen yang diberi mandat melakukan inspeksi rutin pada proyek konstruksi terutama di tahap pelaksanaan, dengan akses untuk menghentikan pekerjaan jika ditemukan pelanggaran berat.

  3. Sertifikasi dan Pelatihan K3 Terakreditasi untuk Manajemen & Pekerja
    Pemerintah dan asosiasi profesional seperti PII harus menyusun kurikulum wajib bagi manajer proyek, pengawas lapangan, serta pekerja mengenai bahaya spesifik dan praktik K3 terbaik. (Modul di DiklatKerja bisa dihubungkan sebagai referensi)

  4. Insentif & Sanksi Berdasarkan Rekam Jejak K3
    Kontraktor dengan catatan K3 baik diberi insentif dalam tender publik, prioritas proyek, atau kredit fiskal; sedangkan pelanggar serius dikenai sanksi seperti denda atau larangan beroperasi.

  5. Digitalisasi Sistem Monitoring & Pelaporan K3
    Mewajibkan penggunaan aplikasi K3 untuk pelaporan insiden, analisis near-misses, audit daring, dan dashboard manajemen tentang kepatuhan K3. Ini memungkinkan intervensi cepat dan transparansi.

  6. Subsidi atau Bantuan bagi Kontraktor Kecil
    Untuk mengurangi hambatan biaya, pemerintah harus menyediakan bantuan APD bersubsidi, pelatihan gratis, atau pinjaman lunak agar kontraktor kecil dapat memenuhi standar keselamatan.

  7. Pengembangan Budaya Keselamatan di Semua Level Organisasi
    Kebijakan harus menekankan bahwa keselamatan adalah tanggung jawab semua orang—dari top manajemen, mandor, hingga pekerja lapangan. Program penghargaan, kampanye, dan pelibatan pekerja dalam evaluasi prosedur dapat memperkuat budaya ini.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

  • Bila kebijakan hanya bersifat administratif tanpa pengawasan nyata, maka perusahaan akan melakukan K3 “di atas kertas” tanpa efek nyata di lapangan.

  • Jika teknologi digital diberlakukan tetapi pekerja dan manajemen tidak memiliki literasi teknologi, sistem akan gagal diterapkan.

  • Kebijakan yang terlalu berat bagi kontraktor kecil bisa mendorong mereka keluar dari sistem formal dan menjadi proyek informal tanpa K3.

  • Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam audit bisa memicu konflik kepentingan dan manipulasi data.

  • Jika tidak ada adaptasi lokal terhadap kondisi geografis, budaya, dan sumber daya daerah, kebijakan nasional dapat diabaikan di banyak wilayah.

Penutup

Studi OSH Management Practices of Building Contractors in Johor, Malaysia menyuguhkan pelajaran praktis bahwa suksesnya sistem K3 bergantung bukan pada regulasi semata, tetapi bagaimana penyusunan, pelaksanaan, pengawasan, dan budaya keselamatan diorganisasi secara konsisten. Untuk Indonesia, integrasi regulasi, teknologi, pendidikan & pelatihan, audit independen, dan insentif yang tepat sangat esensial. Dengan pendekatan kebijakan publik yang adaptif dan berbasis data, industri konstruksi Indonesia dapat menjadi industri yang produktif dan aman bagi pekerjanya.

Sumber

Occupational Safety and Health (OSH) Management Practices of Building Contractors in Johor, Malaysia. Journal of Social Science and Management, Vol. 18, No. 2, 2023.