Optimalkan Jadwal Produksi dengan Predictive Maintenance Berbasis Deep Learning

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda

29 Juli 2025, 14.18

sumber: freepik.com

Integrasi Predictive Maintenance dan Penjadwalan Produksi: Solusi Deep Learning yang Siap Pakai di Industri Nyata

Prediksi kerusakan mesin sudah bukan hal baru dalam industri. Tapi sayangnya, di banyak pabrik, sistem predictive maintenance (PdM) yang diimplementasikan belum benar-benar menyatu dengan kebutuhan harian produksi. Banyak sistem hanya sekadar memprediksi kapan mesin bakal rusak, tapi nggak bisa jawab pertanyaan yang lebih penting: "Jadi kapan waktu terbaik buat perawatan supaya nggak ganggu produksi dan nggak ngerusak output?"

Nah, inilah yang jadi fokus utama paper karya Simon Zhai, Benedikt Gehring, dan Gunther Reinhart (2021) yang berjudul Enabling predictive maintenance integrated production scheduling by operation-specific health prognostics with generative deep learning.

Di paper ini, mereka memperkenalkan pendekatan baru yang bukan cuma bisa menebak kondisi mesin ke depan, tapi juga ngasih efek langsung ke jadwal produksi. Nggak main-main, pendekatan ini dibangun dengan kerangka generative deep learning yang bisa bekerja bahkan saat data kegagalan (failure data) nggak tersedia. Jadi cocok banget buat kondisi pabrik yang data sensornya banyak, tapi log kerusakannya minim.

Paper ini dipublikasikan di Journal of Manufacturing Systems dan tersedia secara open-access:
🔗 https://doi.org/10.1016/j.jmsy.2021.02.006

Solusi yang mereka tawarkan berupa framework yang menggabungkan PdM dan produksi dalam satu sistem yang disebut PdM-IPS (Predictive Maintenance Integrated Production Scheduling). Intinya, framework ini bikin jadwal produksi bisa mempertimbangkan kesehatan mesin, dan sebaliknya, sistem perawatan bisa memperhitungkan beban kerja mesin yang akan datang. Ini dilakukan lewat pendekatan berbasis Conditional Variational Autoencoder (CVAE), salah satu model generatif di deep learning.

Framework ini terdiri dari tiga blok utama:

  1. Data Preparation: Proses awal berupa pembersihan dan penggabungan data sensor, data produksi, dan histori maintenance. Termasuk di dalamnya adalah klasifikasi kondisi kerja mesin (Operating Regimes/ORs) lewat clustering.
  2. HA-CVAE (Health Assessor): Model deep learning yang dilatih hanya dengan data dari mesin dalam kondisi sehat. Fungsinya buat ngasih skor Health Indicator (HI) yang menunjukkan seberapa jauh kondisi mesin dari keadaan ideal.
  3. DS-CVAE (Data Simulator): Setelah skor HI diketahui, model ini bisa memproyeksikan kondisi sensor ke depan berdasarkan urutan produksi yang direncanakan. Jadi sistem bisa tahu: kalau produksi lanjut dengan urutan A-B-C, kondisi mesin bakal makin drop atau masih aman?

Framework ini dibuat untuk menjawab tiga tantangan utama di industri:

  • Minimnya data rusak yang dilabeli: Karena data yang sudah sampai titik gagal jarang tersedia, maka pendekatan unsupervised jadi solusi. CVAE nggak butuh data rusak untuk belajar.
  • Kondisi operasional yang berubah-ubah: Satu mesin bisa dipakai buat banyak jenis produk, yang masing-masing punya beban kerja berbeda. Dengan membagi data berdasarkan Operating Regimes, model bisa mengenali pengaruh spesifik tiap jenis pekerjaan.
  • Kebutuhan integrasi ke penjadwalan: Output dari model bisa langsung dipakai untuk menyusun jadwal kerja. Artinya, sistem ini nggak hanya bilang “hati-hati mesin mulai aus,” tapi juga bisa bilang “kalau kamu lanjutkan produksi tanpa istirahat, HI turun ke bawah ambang batas dalam 3 batch ke depan.”

Sekarang kita bahas cara kerja tiap komponen.

Data Preparation

Di bagian ini, semua data dari sensor mesin (misalnya getaran, suhu, akselerasi), data perintah kerja (produk apa yang sedang dikerjakan), dan log kerusakan digabung dan dibersihkan. Salah satu fitur penting di tahap ini adalah proses ORI (Operating Regime Identification), yang membagi pola kerja mesin berdasarkan jenis produk atau parameter operasional. Misalnya, potong besi A pakai kecepatan dan gaya tertentu, potong baja B pakai konfigurasi lain, dll.

Setelah itu dilakukan standardisasi khusus tiap cluster (ORSS), supaya model bisa bandingin data sensor dengan standar kondisi kerja masing-masing. Sensor-sensor yang nggak menunjukkan variasi penting akan dibuang.

Satu hal penting di sini: sistem nggak perlu tahu kapan mesin rusak. Cukup tahu kapan mesin dianggap "sehat", misalnya 20% pertama dari masa pakainya, atau setelah maintenance besar.

HA-CVAE (Health Assessor CVAE)

Model ini adalah jantung dari deteksi kondisi mesin. Dia dilatih dengan data dari mesin sehat dan belajar merekonstruksi ulang sinyal sensor. Kalau model gagal merekonstruksi data baru dengan baik, itu berarti kondisi mesin udah nggak sesuai dengan pola “sehat” yang dia pelajari.

Dari selisih antara input dan output ini dihitung nilai Health Indicator (HI). Nilai ini bisa dikalibrasi jadi skala 0 sampai 1, di mana 1 = mesin masih prima, 0 = rusak parah.

Ada tiga cara mengukur HI:

  • Jarak Euclidean/Manhattan: Mengukur seberapa jauh data asli dari hasil rekonstruksi model.
  • Probabilitas rekonstruksi: Mengukur seberapa “mungkin” kondisi sekarang muncul dalam distribusi sehat.
  • Latent space comparison: Melihat jarak antar distribusi di ruang fitur tersembunyi.

Model ini diuji dan terbukti punya skor tinggi dalam empat metrik evaluasi:

  • Monotonicity: HI turun terus saat degradasi meningkat.
  • Robustness: HI nggak mudah goyah oleh noise sensor.
  • Trendability: Ada korelasi jelas antara waktu dan HI.
  • Consistency: Pola HI antar mesin sejenis tetap konsisten.

DS-CVAE (Data Simulator)

Setelah tahu kondisi mesin sekarang, DS-CVAE digunakan buat menyimulasikan masa depan. Model ini bisa menghasilkan data sensor palsu (tapi realistis) berdasarkan input:

  • Kondisi sekarang (HI)
  • Urutan pekerjaan selanjutnya (OR sequence)

Misalnya, kalau kamu rencanakan urutan produksi: produk A → B → C, maka DS-CVAE bisa prediksi bagaimana HI mesin bakal berubah setelah tiap batch. Hasil simulasi ini kemudian diumpan balik ke HA-CVAE untuk menghitung HI masa depan.

Ini penting karena perusahaan jadi bisa memutuskan:

  • Apakah urutan produksi sekarang terlalu membebani mesin?
  • Kapan waktu paling efisien buat istirahat atau maintenance?
  • Mana yang lebih baik: lanjut produksi dengan resiko HI turun drastis, atau ubah urutan kerja agar degradasi lebih lambat?

Validasi Model

Framework ini diuji di dua jenis data:

  1. NASA C-MAPSS: Dataset simulasi mesin jet turbin, terdiri dari 53.759 titik data dan 260 engine unit. Hasilnya, framework berhasil mengidentifikasi tren degradasi yang jelas dan akurat.
  2. Data Industri Nyata: Mesin milling center untuk produksi komponen otomotif. Framework mampu menangkap tren penurunan sensor getaran spesifik terhadap jenis produk tertentu, walau tanpa label rusak.

Dalam kedua kasus, prediksi HI dan simulasi degradasi terbukti akurat dan konsisten.

Dampak Praktis di Dunia Nyata

Framework ini bukan sekadar eksperimen akademis. Ia menawarkan solusi nyata untuk industri:

  • Pengurangan downtime: Perusahaan bisa tahu jauh-jauh hari kapan mesin perlu istirahat atau servis.
  • Jadwal produksi adaptif: Sistem bisa re-route atau menunda batch produksi untuk melindungi mesin.
  • Perawatan berbasis prediksi, bukan waktu: Nggak perlu lagi servis rutin yang kadang terlalu cepat atau terlalu telat.
  • Efisiensi biaya: Minim kerusakan mendadak, minim pengeluaran tak terduga.

Kritik dan Catatan

Meski menjanjikan, framework ini punya beberapa keterbatasan:

  • Bergantung pada segmentasi OR yang akurat: Jika clustering salah, prediksi degradasi bisa meleset.
  • Asumsi bahwa data sehat bisa ditentukan dari awal masa pakai mesin: Nggak selalu valid, terutama kalau mesin second atau sudah aus sejak awal.
  • Baru diuji di satu industri nyata: Perlu uji lintas sektor untuk buktikan generalisasi.

Tapi dibanding banyak paper lain yang hanya fokus akurasi model, paper ini unggul karena menyatukan machine learning dengan realitas industri.

Kesimpulan

Framework PdM-IPS dari Zhai dkk. adalah pendekatan praktis dan realistis untuk mengintegrasikan predictive maintenance dengan jadwal produksi. Dengan menggabungkan dua model CVAE yang saling melengkapi—HA-CVAE untuk diagnosis dan DS-CVAE untuk prediksi—framework ini bisa bekerja bahkan dalam kondisi data minim dan lingkungan produksi yang dinamis.

Solusi ini memberi industri kemampuan untuk:

  • Memantau kesehatan mesin secara real-time.
  • Mensimulasikan dampak urutan produksi terhadap degradasi mesin.
  • Mengambil keputusan berbasis data untuk meminimalkan downtime dan biaya.

Dan semua ini dilakukan tanpa perlu data rusak dalam jumlah besar. Pendekatan ini siap dipakai di pabrik nyata, bukan hanya di lab.

📎 Sumber resmi paper:
Zhai, S., Gehring, B., & Reinhart, G. (2021). Enabling predictive maintenance integrated production scheduling by operation-specific health prognostics with generative deep learning. Journal of Manufacturing Systems, 61, 830–855.
👉 https://doi.org/10.1016/j.jmsy.2021.02.00