Optimalisasi Critical Chain Project Management (CCPM) pada Proyek Konstruksi: Studi Kasus Gudang Polowijo di Tuban

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

08 Mei 2025, 08.00

freepik.com

Critical Chain Project Management (CCPM) dikembangkan berdasarkan Theory of Constraints oleh Eliyahu M. Goldratt pada tahun 1997. CCPM berbeda dari metode konvensional seperti Critical Path Method (CPM) karena berfokus pada pengelolaan sumber daya dan menghilangkan berbagai bentuk pemborosan waktu, seperti multitasking berlebihan dan waktu aman berlebih (safety time) dalam setiap aktivitas proyek.

Dengan kata lain, CCPM tidak hanya menyusun urutan kegiatan, tetapi juga mengatur bagaimana sumber daya digunakan secara optimal agar proyek selesai lebih cepat dan biaya dapat ditekan.

Studi Kasus: Proyek Pembangunan Gudang Polowijo di Tuban

Penelitian ini mengambil studi kasus proyek pembangunan gudang di Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Proyek ini dikerjakan oleh CV Bonang Raya dengan nilai kontrak Rp 4,5 miliar, dan direncanakan berlangsung selama 98 hari kalender, dari 23 Maret 2021 hingga 28 Juni 2021.

Dalam rencana awal, biaya tenaga kerja langsung diperkirakan mencapai Rp 682.400.000. Namun, penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan CCPM, ada peluang besar untuk mengoptimalkan biaya dan durasi proyek secara bersamaan.

Langkah-Langkah Implementasi CCPM dalam Proyek

Pertama, jadwal proyek disusun kembali dengan memotong 50% durasi masing-masing aktivitas menggunakan metode cut and paste. Tujuannya adalah menghilangkan waktu cadangan yang tidak perlu, yang sering kali justru memperlambat proyek akibat hukum Parkinson dan sindrom mahasiswa (student syndrome).

Kedua, penelitian ini juga menata ulang aktivitas agar menghindari multitasking. Setiap pekerja difokuskan untuk menyelesaikan satu tugas sebelum beralih ke tugas lain, guna mengurangi inefisiensi akibat peralihan fokus kerja.

Ketiga, feeding buffer ditambahkan pada jalur non-kritis. Buffer ini berfungsi untuk melindungi jalur kritis dari gangguan akibat keterlambatan aktivitas di jalur non-kritis.

Keempat, project buffer dipasang di akhir jalur kritis. Buffer ini bertindak sebagai pelindung terhadap risiko keterlambatan proyek secara keseluruhan.

Setelah seluruh langkah implementasi selesai, analisis biaya tenaga kerja dilakukan kembali untuk melihat efisiensi yang diperoleh.

Hasil Implementasi CCPM: Efisiensi Nyata dalam Durasi dan Biaya

Penerapan CCPM menghasilkan perubahan drastis pada durasi proyek. Semula dijadwalkan memakan waktu 98 hari, proyek dapat dipangkas menjadi hanya 61 hari. Ini berarti percepatan waktu hingga sekitar 37,76 persen dari rencana awal.

Dari sisi biaya tenaga kerja langsung, terjadi penghematan besar. Dengan CCPM, biaya tenaga kerja turun dari Rp 682.400.000 menjadi Rp 511.035.000. Artinya, proyek berhasil menghemat sekitar 25,11 persen dari anggaran tenaga kerja semula.

Penghematan waktu dan biaya ini menunjukkan bahwa penerapan CCPM bukan hanya sekadar teori, melainkan terbukti memberikan hasil nyata yang dapat diukur secara kuantitatif.

Studi Kasus Angka: Buffer Management untuk Mengontrol Proyek

Buffer management menjadi bagian penting dari CCPM. Dalam proyek ini, project buffer sebesar 11,5 hari diterapkan untuk melindungi jalur kritis. Buffer ini kemudian dibagi menjadi tiga zona:

  • Zona hijau untuk konsumsi buffer antara 0 hingga 3,83 hari, menandakan kondisi aman.
  • Zona kuning untuk konsumsi buffer antara 3,83 hingga 7,67 hari, sebagai sinyal waspada.
  • Zona merah untuk konsumsi buffer di atas 7,67 hari, menandakan perlunya tindakan segera.

Dengan pembagian zona ini, manajer proyek dapat memonitor kemajuan proyek secara real-time dan mengambil tindakan korektif bila proyek mulai melenceng dari jadwal.

Mengapa CCPM Lebih Unggul Dibandingkan CPM?

Dibandingkan metode CPM konvensional, CCPM memiliki beberapa keunggulan nyata:

Pertama, CCPM lebih realistis terhadap keterbatasan sumber daya. CPM cenderung mengabaikan kenyataan bahwa pekerja, alat, dan material tidak selalu tersedia dalam jumlah tak terbatas.

Kedua, CCPM menghindari efek multitasking yang justru memperlambat proyek. Dengan fokus satu tugas satu waktu, produktivitas tenaga kerja meningkat drastis.

Ketiga, CCPM memberikan pendekatan proaktif terhadap risiko keterlambatan dengan penggunaan buffer, bukan sekadar reaktif saat masalah sudah terjadi.

Tantangan Implementasi CCPM

Meski banyak keunggulan, implementasi CCPM di proyek nyata tidak selalu mudah. Tantangan utama yang dihadapi antara lain:

  • Perubahan budaya kerja, karena pekerja dan manajer proyek harus beralih dari kebiasaan multitasking ke fokus tunggal.
  • Kebutuhan akan pelatihan khusus agar semua pihak memahami konsep buffer management dan critical chain.
  • Perlu dukungan penuh dari manajemen puncak, agar penerapan CCPM mendapat prioritas di lapangan.

Namun, dengan hasil nyata yang diperlihatkan dalam studi kasus ini, tantangan tersebut seharusnya bisa diatasi dengan komitmen dan strategi yang tepat.

Hubungan dengan Tren Global: Lean Construction dan Digitalisasi

Optimalisasi proyek melalui CCPM sangat sejalan dengan tren global menuju Lean Construction. Kedua pendekatan ini sama-sama bertujuan mengurangi pemborosan, meningkatkan produktivitas, dan mempercepat penyelesaian proyek.

Lebih jauh, CCPM juga sangat kompatibel dengan penggunaan teknologi digital di sektor konstruksi. Misalnya, penggunaan software seperti Microsoft Project atau Primavera dapat mempermudah perencanaan berbasis critical chain dan buffer management.

Dengan semakin berkembangnya konsep Building Information Modeling (BIM) dan Construction 4.0, penerapan CCPM menjadi semakin relevan untuk proyek-proyek masa depan yang mengedepankan kecepatan, ketepatan, dan efisiensi.

Opini dan Kritik: Peluang Riset dan Implementasi Lanjut

Penelitian Sugiyanto dan Khairul Insan membuka jalan penting bagi optimasi proyek konstruksi di Indonesia. Namun, ada beberapa catatan untuk pengembangan lebih lanjut.

Studi ini baru menguji penerapan CCPM di satu proyek skala menengah. Perlu penelitian lanjutan di berbagai tipe proyek, mulai dari gedung bertingkat, jalan raya, hingga proyek infrastruktur besar, untuk menguji konsistensi hasil.

Selain itu, integrasi penuh dengan teknologi berbasis cloud, Internet of Things (IoT), dan Artificial Intelligence (AI) dalam pengelolaan buffer masih sangat mungkin dikembangkan di masa depan.

Kesimpulan: CCPM, Solusi Masa Depan Manajemen Proyek Konstruksi

Penerapan Critical Chain Project Management terbukti memberikan dampak besar pada proyek pembangunan Gudang Polowijo: mempercepat penyelesaian proyek hingga 37,76 persen dan menghemat biaya tenaga kerja hingga 25,11 persen.

Dalam era konstruksi modern yang menuntut kecepatan, efisiensi, dan ketepatan, CCPM bukan hanya metode alternatif. Ia adalah fondasi yang solid untuk membangun masa depan industri konstruksi yang lebih ramping, cepat, dan adaptif terhadap perubahan.

Bagi kontraktor, konsultan, maupun pemilik proyek, sekarang adalah waktu terbaik untuk mulai menerapkan CCPM secara luas di setiap proyek baru.

Sumber Artikel Asli:
Sugiyanto dan Khairul Insan. (2022). Optimalisasi Metode Critical Chain Project Management Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi. Rang Teknik Journal, Vol. 5, No. 2.