Nepotisme dan Risiko Korupsi di Negara Demokrasi Mapan: Menyingkap Bahaya yang Tak Terlihat

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

13 Juni 2025, 16.33

pexels.com

Pendahuluan: Korupsi Tak Hanya Milik Negara Berkembang

Ketika mendengar kata “korupsi”, pikiran kita sering tertuju pada negara berkembang dengan sistem pemerintahan yang lemah. Namun, melalui penelitian mendalamnya, Emanuel Wittberg membongkar ilusi bahwa negara demokrasi maju seperti Swedia terbebas dari korupsi. Dalam disertasinya (2023), Wittberg menyoroti bahwa korupsi di negara mapan lebih bersifat tersembunyi, halus, dan sulit dideteksi, seperti nepotisme, kroniisme, dan penyalahgunaan jaringan sosial untuk kepentingan pribadi.

Mengapa Negara Demokrasi Mapan Juga Rentan?

Negara seperti Swedia memang jarang tercoreng oleh skandal suap besar, namun bukan berarti bebas dari masalah. Bentuk-bentuk korupsi di sini lebih canggih. Mereka terjadi bukan di “jalanan”, tetapi di “ruang rapat” — melalui hubungan keluarga, kedekatan sosial, dan penyalahgunaan jabatan. Wittberg menyebutnya sebagai bentuk sophisticated corruption dan greed corruption, di mana pelakunya mencari keuntungan yang tak seharusnya mereka dapatkan, meskipun tak ada transaksi uang secara langsung.

Empat Studi Kasus Mikro yang Mengungkap Risiko Nyata

1. Nepotisme dalam Rekrutmen Pegawai Negeri
Dalam esai pertamanya, Wittberg menemukan bahwa lulusan universitas dengan orang tua yang bekerja di sektor publik memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan di lembaga negara. Dengan data mikro yang luas dan desain kausal, penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan keluarga memberi keuntungan nyata yang sulit dijelaskan hanya melalui faktor sosial ekonomi. Ini menunjukkan potensi nepotisme sistemik dalam birokrasi negara yang seharusnya menjunjung tinggi asas imparsialitas.

Temuan utama: Koneksi keluarga meningkatkan peluang kerja di sektor publik meski kompetensi serupa, menunjukkan penyimpangan prinsip meritokrasi.

2. Akses ke Hunian Publik Melalui Koneksi Keluarga
Wittberg dan Martin Arvidsson menganalisis pasar sewa apartemen di Swedia, dan hasilnya mengejutkan. Anak muda yang memiliki kerabat bekerja di perusahaan penyedia perumahan publik atau swasta memiliki peluang signifikan lebih besar untuk mendapatkan unit sewa, bahkan di tengah sistem antrean resmi. Ini menyoroti bentuk nepotisme yang merugikan keadilan sosial.

Angka kunci: Peluang mendapatkan apartemen melonjak drastis bila kerabat bekerja di perusahaan pemilik properti—pelanggaran terang terhadap asas kesetaraan akses.

3. Pengadaan Barang dan Jasa: Korupsi dalam Kompetisi Tersembunyi
Dengan menggandeng Mihály Fazekas, Wittberg mengembangkan indikator objektif untuk mengukur risiko korupsi dalam pengadaan publik. Mereka menemukan bahwa pengadaan dengan persaingan rendah sering kali mengarah pada penyalahgunaan dan hasil ekonomi yang tidak efisien. Di pasar konstruksi, mereka menunjukkan bahwa kontraktor dengan sedikit pesaing cenderung menikmati margin laba tinggi yang tidak proporsional.

Studi empiris: Analisis pada ribuan kontrak pengadaan mengungkap pola persaingan terbatas yang mengarah pada keuntungan abnormal—indikasi kuat adanya risiko korupsi terselubung.

4. Korupsi dan Penurunan Semangat Kewirausahaan
Bersama Gissur Ó Erlingsson dan Karl Wennberg, Wittberg meneliti dampak persepsi korupsi lokal terhadap kewirausahaan. Mereka menemukan bahwa persepsi korupsi mengurangi minat individu untuk mendirikan usaha di wilayah tersebut. Ini menunjukkan bahwa bahkan korupsi yang tidak kasat mata bisa berdampak besar terhadap dinamika ekonomi lokal.

Dampak nyata: Persepsi negatif terhadap integritas pejabat lokal berdampak signifikan terhadap keputusan geografis pengusaha baru dalam memilih lokasi usaha.

Kontribusi Unik: Mikrodata & Pendekatan Interdisipliner

Wittberg menggabungkan pendekatan sosiologi analitis dengan data administratif skala besar dan metode komputasional. Pendekatan ini memungkinkan analisis mikro yang tajam—menembus bias survei atau persepsi umum. Ini sangat penting karena bentuk-bentuk korupsi modern tidak selalu terdeteksi melalui metode konvensional seperti indeks persepsi atau statistik pidana.

Kekuatan utama riset ini: Granularitas data, fokus mikro pada individu dan organisasi, serta metodologi canggih seperti indikator objektif dan desain kuasi-eksperimental.

Apa Artinya Bagi Dunia Nyata?

Bagi pembuat kebijakan, hasil riset ini adalah alarm penting: pengawasan terhadap korupsi tidak boleh hanya fokus pada skandal besar atau penyuapan terang-terangan. Negara mapan sekalipun memerlukan sistem deteksi yang sensitif terhadap nepotisme dan bentuk-bentuk penyimpangan tersembunyi. Harus ada:

  • Reformasi sistem rekrutmen sektor publik yang lebih transparan
  • Penguatan regulasi terhadap konflik kepentingan dalam pengadaan publik
  • Mekanisme akuntabilitas di sektor penyedia perumahan publik
  • Penekanan pada integritas dalam pemerintahan lokal untuk mendukung iklim kewirausahaan

Kritik & Ruang Perbaikan

Meski sangat kuat dari sisi metodologi, riset ini tetap menghadapi keterbatasan dalam membuktikan niat pelaku (intent) dalam kasus nepotisme. Tidak semua relasi keluarga menunjukkan korupsi; bisa jadi karena faktor warisan sosial. Namun, Wittberg menyadari hal ini dan menambahkan kontrol statistik yang cermat untuk meminimalkan bias.

Opini: Menariknya, meski penulis tidak menyebutkan ini secara eksplisit, temuannya relevan dengan konteks Indonesia, di mana hubungan sosial kerap menjadi faktor utama dalam akses terhadap layanan publik dan pekerjaan pemerintah.

Kesimpulan: Korupsi Itu Kontekstual dan Adaptif

Penelitian ini secara gamblang menunjukkan bahwa korupsi bukan hanya persoalan “uang suap”. Ia bisa hadir dalam bentuk hubungan sosial yang disalahgunakan. Negara demokrasi yang kuat dan mapan seperti Swedia pun tidak kebal—hanya saja bentuknya lebih licin dan tersembunyi. Untuk itu, kita perlu mendefinisikan ulang cara melihat, mengukur, dan melawan korupsi: bukan sekadar menangkap tangan, tapi juga menyingkap privilese yang tersembunyi.

📚 Sumber  : Wittberg, E. (2023). Corruption risks in a mature democracy: Mechanisms of social advantage and danger zones for corruption (Doctoral dissertation). Linköping University, Institute for Analytical Sociology.