Mobil Anda Tidak Bisa 'Melihat' Saya Menyeberang Jalan—Tapi Ponsel Saya Bisa Menyelamatkan Hidup Saya

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic

10 November 2025, 11.41

Mobil Anda Tidak Bisa 'Melihat' Saya Menyeberang Jalan—Tapi Ponsel Saya Bisa Menyelamatkan Hidup Saya

Saya baru saja membaca paper teknis yang padat tentang masa depan keselamatan di jalan raya, dan temuan utamanya jauh lebih personal dari yang saya kira.

Minggu lalu, saya hampir tertabrak mobil.

Saya tidak sedang jaywalking. Saya berada di dalam zebra cross, lampu pejalan kaki berwarna hijau. Tapi saya juga sedang melihat ponsel saya, membalas email kerja. Sebuah SUV berbelok ke kanan, bannya berdecit di aspal saat pengemudi itu menginjak rem, berhenti hanya beberapa senti dari lutut saya.

Kami berdua sama-sama kaget. Dia (mungkin) juga sedang terdistraksi. Saya (pasti) sedang terdistraksi. Tapi intinya adalah: dia tidak melihat saya. Dan dalam pertarungan antara SUV seberat dua ton dan saya, saya akan selalu kalah.

Momen "nyaris celaka" ini menyoroti kegagalan fundamental dalam sistem transportasi kita. Mobil adalah kotak baja berkecepatan tinggi yang berevolusi dengan sensor, radar, dan pengereman darurat. Sementara itu, pejalan kaki dan pengendara sepeda—secara teknis disebut "Pengguna Jalan Rentan" atau VRU (Vulnerable Road Users)—pada dasarnya masih sama seperti 50 tahun yang lalu.

Dan kegagalan ini mematikan.

Saya baru saja selesai membaca sebuah paper penelitian teknis oleh Hamdan Hejazi dan László Bokor yang terbit di jurnal Computer Networks. Paper ini dibuka dengan statistik yang membuat saya terdiam: VRU—pejalan kaki, pengendara sepeda, pengendara motor—merupakan 54% dari total angka kematian lalu lintas global.   

Ini bukan masalah sepele. Ini adalah masalah utama. Lebih dari separuh orang yang tewas di jalan adalah mereka yang berada di luar mobil. Ini membuktikan bahwa pendekatan kita saat ini—mencoba membuat mobil menjadi benteng yang terisolasi dan bisa "melihat" segalanya—telah mencapai batasnya.

Paper ini menguji solusi yang, terus terang, jauh lebih cerdas: Bagaimana jika kita berhenti hanya mengandalkan sensor mobil (yang pasif) dan mulai membiarkan pejalan kaki secara aktif menyiarkan keberadaan mereka?

Ini adalah pergeseran dari persepsi pasif ke komunikasi aktif.

Perbedaan Antara 'Melihat' dan 'Mendengar'

Untuk memahami mengapa ini penting, kita perlu mengerti dua filosofi yang sangat berbeda dalam mendeteksi pejalan kaki, yang diuraikan dengan baik oleh Hejazi dan Bokor. Saya akan menjelaskannya dengan analogi sederhana.   

Pendekatan Pasif: Mobil Berbisik ke Mobil Lain (CPM)

Ini adalah teknologi "saat ini" yang sedang dikembangkan, yang disebut Collective Perception Message (CPM).

Analogi: Bayangkan Anda mengemudi di tengah kabut tebal. Sensor Radar atau LIDAR di mobil Anda adalah senter yang remang-remang. Anda mungkin melihat "sesuatu" yang tidak jelas di depan. Dengan CPM, Anda kemudian menggunakan radio V2X (Vehicle-to-Everything) Anda untuk berbisik ke mobil di belakang Anda, "Hei, senter saya mendeteksi 'objek' di koordinat X."

Bahasa Teknisnya: Paper ini menyebutnya sebagai "representasi pasif". Sebuah kendaraan atau unit di pinggir jalan (RSU) menggunakan sensornya untuk mendeteksi objek, mengklasifikasikannya (semoga benar) sebagai VRU, dan kemudian menyiarkan informasi tersebut.   

Opini Pribadi Saya: Ini lebih baik daripada tidak sama sekali, tapi sangat terbatas. Rantai informasinya rapuh: Peristiwa -> Sensor Mobil 1 -> Algoritma Klasifikasi -> Pesan CPM -> Mobil 2. Bagaimana jika senter Anda (sensor) terhalang oleh truk parkir? Bagaimana jika AI salah mengklasifikasikan anak kecil sebagai kantong sampah? Mobil penerima mendapatkan data yang sudah disaring, berpotensi salah, dan seringkali terlambat.

Pendekatan Aktif: Pejalan Kaki yang 'Berteriak' (VAM)

Ini adalah teknologi baru yang diuji oleh paper ini, yang disebut VRU Awareness Message (VAM).

Analogi: Sekarang, bayangkan setiap pejalan kaki (VRU) memiliki megafon—yaitu, ponsel cerdas mereka atau jam tangan pintar. Alih-alih mobil mencoba menebak-nebak dalam kabut, pejalan kaki itu sendiri secara aktif berteriak, "SAYA SEORANG PEJALAN KAKI, SAYA DI SINI DI KOORDINAT Y, DAN SAYA BERGERAK KE UTARA DENGAN KECEPATAN 5 KM/JAM!"

Bahasa Teknisnya: Ini adalah "representasi aktif". VAM memungkinkan VRU untuk secara langsung berpartisipasi dan "menjadi bagian dari ekosistem ITS." Pesan itu berisi "status dan atribut" dari si pejalan kaki—posisi, gerak, dll. Ini adalah ground truth, langsung dari sumbernya.   

Ini, bagi saya, adalah perubahan paradigma. VAM memotong perantara. Rantai informasinya menjadi: Peristiwa (Pejalan Kaki) -> Pesan VAM -> Mobil 2.

Ini secara fundamental memindahkan beban pendeteksian. Keselamatan tidak lagi 100% bergantung pada sensor mobil yang mahal dan tidak sempurna. Ini mendemokratisasi keselamatan dengan memanfaatkan perangkat (ponsel) yang sudah dimiliki oleh sebagian besar VRU. Ini mengubah kita, para pejalan kaki, dari objek pasif yang harus dihindari menjadi peserta aktif dalam jaringan keselamatan lalu lintas.

Mari Kita Uji Coba: Skenario Lampu Merah yang Mengerikan

Tentu saja, VAM "terdengar" bagus dalam teori. Tapi apakah itu benar-benar berfungsi?

Para peneliti di sini tidak hanya berteori. Mereka membangun simulasi yang sangat rinci menggunakan platform canggih (Artery, OMNET++, dan SUMO) untuk menguji kedua pendekatan ini.   

Skenario pertama mereka adalah mimpi buruk klasik di perkotaan: seorang pejalan kaki melanggar lampu merah, berjalan tepat di depan mobil yang melaju.   

Bayangkan Anda adalah mobilnya. Anda melaju, dan pejalan kaki ini tiba-tiba muncul. Para peneliti kemudian mengukur: seberapa sering mobil "melihat" pejalan kaki, dan pada jarak berapa?

Hasil Radar (Pasif): Seperti yang saya duga, hasilnya adalah lotere. Itu sepenuhnya bergantung pada seberapa bagus sensor radar mobil.   

  • Jika mobil memiliki sensor dengan Field of View (FOV) yang sempit (misalnya, 10 derajat, seperti penglihatan terowongan), ia hampir tidak pernah melihat pejalan kaki tepat waktu.

  • Jika sensornya canggih (FOV lebar 120 derajat dan jangkauan 200m), ia mendeteksi pejalan kaki lebih sering. Tapi pada jarak berapa? Grafik menunjukkan  deteksi terjadi pada jarak yang relatif dekat (paling baik sekitar 120 meter). Itu lebih baik daripada 0, tapi masih memberi Anda waktu reaksi yang tidak banyak.   

Hasil VAM (Aktif): Kemudian, para peneliti mematikan sensor radar (secara kiasan) dan menyalakan VAM. Pejalan kaki itu sekarang "berteriak" lokasinya.

Hasilnya bikin saya kaget.

  • Jumlah Deteksi: 100%. Setiap saat. Tidak peduli apa "sensor" mobilnya, karena mobil itu mendengarkan, bukan melihat.   

  • Jarak Deteksi: Ini adalah bagian yang menakjubkan. Jarak deteksi selalu pada jangkauan komunikasi maksimum (lebih dari 250 meter dalam skenario ini).   

Ini adalah momen "aha!" bagi saya. Keamanan berbasis sensor adalah reaktif dan tidak pasti. Keberhasilan Anda bergantung pada sudut sensor Anda, cuaca, dan apakah ada truk van yang menghalangi pandangan Anda. Keamanan berbasis VAM adalah proaktif dan pasti (selama Anda berada dalam jangkauan radio).

Ini menunjukkan bahwa mobil yang lebih murah dengan radio V2X yang solid bisa lebih aman dalam skenario krusial ini daripada mobil mewah senilai miliaran rupiah yang hanya mengandalkan sensor optik.

Tes Sebenarnya: Melemparkannya ke 'Kekacauan' Lalu Lintas Kota Bologna

Skenario lampu merah itu sederhana. Satu mobil, satu pejalan kaki. Bagaimana di dunia nyata, yang penuh kekacauan?

Para peneliti kemudian mengambil model simulasi yang sangat kompleks dari area Andrea Costa di Bologna, Italia. Ini bukan main-main. Kita berbicara tentang data lalu lintas dunia nyata:   

  • Area 2,45 km²

  • 474 mobil

  • 403 pejalan kaki

  • 7 lampu lalu lintas

Ini pada dasarnya adalah simulasi Smart City. Ini bukan hanya tentang satu mobil dan satu pejalan kaki; ini tentang seluruh ekosistem perangkat yang terhubung. Ini adalah implementasi praktis dari apa yang kita sebut sebagai(https://diklatkerja.com/course/category/internet-of-things-basic/), di mana setiap kendaraan dan pejalan kaki menjadi "benda" yang dapat saling berbicara dalam satu jaringan besar.   

Para peneliti kemudian menjalankan simulasi ini berulang kali, mengubah berapa banyak mobil dan pejalan kaki yang "mengaktifkan" VAM mereka (ini disebut "tingkat penetrasi").

Seperti yang diharapkan, network effect itu nyata. Semakin banyak pejalan kaki menggunakan VAM, semakin tinggi jumlah total pejalan kaki yang terdeteksi oleh mobil-mobil.   

Tapi ini dia data emas dari keseluruhan paper ini :   

Ketika 100% mobil dan 100% pejalan kaki menggunakan sistem... jarak deteksi rata-rata adalah 421 meter.

Mari kita berhenti sejenak dan pikirkan apa artinya itu.

Sensor radar atau mata manusia mungkin mendeteksi pejalan kaki yang terhalang pada jarak 50-80 meter. Pada kecepatan 60 km/jam, itu memberi pengemudi (atau AI) hanya beberapa detik untuk bereaksi. Ini mengarah pada pengereman darurat yang mendadak, tidak nyaman, dan berpotensi berbahaya (menyebabkan tabrakan dari belakang).

421 meter bukanlah jarak reaksi. Itu adalah jarak perencanaan.

Pada jarak 421 meter, mobil tidak perlu mengerem mendadak. Ia bisa meluncur. Ia bisa memperlambat kecepatan secara bertahap. Ia bisa memberi tahu pengemudi dengan tenang, "Akan ada pejalan kaki menyeberang di depan dalam 30 detik."

Ini mengubah keselamatan dari tindakan refleksif (panik) menjadi manuver terencana (tenang). Ini tidak hanya mencegah kecelakaan tetapi juga meningkatkan arus lalu lintasefisiensi bahan bakar, dan kenyamanan penumpang.

Apa yang Paling Mengejutkan Saya (Dan Apa yang Sedikit Mengkhawatirkan)

Sebagai seorang analis, saya selalu skeptis. Ada dua hal yang langsung muncul di benak saya, dan paper ini ternyata menjawab keduanya.

Kekhawatiran Saya: Apakah Ini Akan 'Menyumbat' Internet?

Ini adalah kekhawatiran yang valid. Jika 474 mobil dan 403 pejalan kaki semuanya "berteriak" (mengirim pesan VAM, CAM, dan CPM) setiap sepersekian detik di area 2,45 km², apakah saluran komunikasi nirkabel akan macet total?

Para peneliti mengukur ini menggunakan metrik yang disebut Channel Busy Ratio (CBR).

Hasil yang Mengejutkan: Ternyata, tidak. Bahkan dalam skenario terburuk—100% penetrasi mobil dan 100% penetrasi VAM, dengan semua jenis pesan (VAM, CAM, CPM) aktif—CBR maksimum yang teramati hanya 0.383 (atau 38,3%).   

Paper ini mencatat bahwa nilai ini masih berada dalam konfigurasi "Relaxed" menurut standar Decentralized Congestion Control (DCC). Ini sangat melegakan. Ini adalah bukti kuantitatif bahwa secara teknis, ini layak. Jaringan tidak "meledak". Kita memiliki kapasitas untuk melakukan ini sekarang.   

  • 🚀 Hasilnya luar biasa: Deteksi pada jarak rata-rata 421m mengubah permainan dari "refleks" menjadi "perencanaan".

  • 🧠 Inovasinya: Menggunakan VAM (komunikasi aktif pejalan kaki) secara telak mengalahkan keterbatasan sensor pasif (FOV/jangkauan).

  • 💡 Pelajaran: Jangan terjebak pola pikir yang sudah ada (yaitu, hanya membuat sensor mobil yang lebih baik). Solusi yang lebih kuat mungkin datang dari konektivitas.

Kritik Halus: Ini Hebat, Tapi Sedikit Abstrak...

Meski temuan simulasi ini hebat, cara analisanya (model simulasi Artery/OMNET++) agak terlalu abstrak untuk pemula. Ini adalah kritik halus saya.

Simulasi seperti ini sangat penting untuk membuktikan konsep. Namun, simulasi adalah lingkungan yang sempurna. Itu tidak memperhitungkan baterai ponsel yang mati, sinyal yang terhalang oleh canyon gedung-gedung tinggi di Jakarta atau New York, atau pejalan kaki (seperti saya) yang ponselnya ada di dalam tas ransel berlapis foil.

Para penulis sendiri mengakui ini secara implisit di bagian akhir. Mereka menyimpulkan dengan menyatakan bahwa "Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk... meningkatkan akurasi... dan algoritma fusi sensor yang relevan.".   

Dan "fusi sensor" itu adalah kata kuncinya.

Masa depan yang sebenarnya bukanlah salah satu atau yang lain. Ini adalah keduanya. Paper ini menguji Radar (pasif) VERSUS VAM (aktif). Tapi masa depan yang sesungguhnya adalah VAM PLUS Radar PLUS LIDAR PLUS Kamera.

Bayangkan skenario ini:

  1. Ponsel Anda (VAM) menyiarkan dari jarak 421m, "Saya seorang pejalan kaki di koordinat X."

  2. Mobil menerima ini. Sistem ADAS mobil kemudian tidak langsung mengerem.

  3. Sebaliknya, ia menugaskan sensor-sensornya: "Hei LIDAR, hei Kamera, putar dan fokus ke koordinat X. Konfirmasi secara visual bahwa ada pejalan kaki di sana."

  4. Kamera mengonfirmasi: "Ya, terkonfirmasi. Pejalan kaki sedang melihat ponselnya."

  5. Mobil sekarang mengambil keputusan yang cerdas: "Oke, kurangi kecepatan secara bertahap."

Ini adalah yang terbaik dari kedua dunia: VAM memberikan deteksi awal dan identifikasi ("apa itu"), sementara sensor onboard memberikan konfirmasi visual dan konteks yang kaya ("apakah dia akan berlari?").

Yang Bisa Saya Terapkan Hari Ini (Bahkan Sebagai Non-Insinyur)

Paper ini lebih dari sekadar latihan akademis. Ini adalah cetak biru untuk pergeseran fundamental dalam cara kita mendekati keselamatan di jalan raya.

Bagi saya, pelajaran terbesarnya adalah kita harus beralih dari berpikir tentang keselamatan sebagai produk (airbag, sensor yang lebih baik) menjadi keselamatan sebagai jaringan kooperatif.

Keberhasilan sistem V2X ini bergantung pada pemahaman mendalam tentang jaringan perangkat. Ini adalah tantangan(https://www.diklatkerja.com/course/category/internet-of-things-intermediate/) yang masif. Ini membutuhkan keterampilan khusus dalam konektivitas multi-protokol untuk membuat VAM, CAM, CPM, 5G, dan Wi-Fi semuanya bekerja bersama dengan mulus.   

Paper ini meyakinkan saya bahwa teknologi untuk secara drastis mengurangi 54% kematian di jalan raya itu sudah ada. Pertanyaannya bukan lagi "Bisakah kita melakukannya?" tetapi "Kapan kita akan menerapkannya?"

Ini adalah topik yang sangat padat, dan saya baru saja menggores permukaannya. Jika Anda seorang geek teknologi, pengembang, perencana kota, atau hanya seseorang yang tertarik pada masa depan transportasi, saya sangat merekomendasikan untuk membaca paper aslinya untuk melihat data mentahnya.

(https://doi.org/10.1016/j.comnet.2024.110396)