Menutup Celah Pengukuran: Arah Baru Statistik Ekonomi Sirkular

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

10 November 2025, 19.14

Ekonomi sirkular semakin diakui sebagai elemen penting dalam pembangunan berkelanjutan. Namun, semakin banyak negara berupaya menerapkannya, semakin jelas pula bahwa tantangan terbesar bukan hanya di lapangan produksi atau konsumsi, melainkan dalam pengukurannya. Ketika kebijakan, investasi, dan kerja sama internasional bergantung pada data yang akurat, kejelasan definisi dan keseragaman metodologi menjadi kunci keberhasilan.

Bagian akhir dari panduan CES menyoroti kebutuhan mendesak untuk memperkuat klasifikasi, memperbaiki celah data, dan memperluas penelitian indikator ekonomi sirkular. Isu-isu ini menggambarkan bahwa transisi menuju ekonomi yang lebih berputar bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga refleksi tentang bagaimana kita memahami, mencatat, dan menilai nilai dari sumber daya yang berputar di dalam sistem ekonomi.

Kebutuhan Klasifikasi yang Lebih Akurat

Salah satu persoalan mendasar dalam statistik sirkularitas adalah belum adanya sistem klasifikasi global yang mampu menangkap seluruh aktivitas sirkular secara utuh. Kegiatan seperti desain berkelanjutan, perpanjangan umur produk, dan penggunaan bahan sekunder sering kali tersembunyi di balik kategori industri konvensional. Akibatnya, data resmi sulit mencerminkan dinamika riil yang sedang berkembang di lapangan.

Selain itu, klasifikasi limbah masih belum seragam di tingkat global. Perbedaan dalam pengelompokan limbah berbahaya, limbah non-berbahaya, dan bahan sekunder menyebabkan kesenjangan besar dalam indikator lintas negara. Jika sistem ini dapat diselaraskan, maka pengawasan terhadap pergerakan limbah lintas batas dan potensi pemanfaatan ulang material akan menjadi lebih efektif, sekaligus meningkatkan akurasi pengukuran sirkularitas internasional.

Kesenjangan Data dan Tantangan Pengukuran

Masalah yang paling nyata muncul dari ketimpangan data antarnegara. Banyak negara memiliki data mengenai pengelolaan limbah atau material, tetapi kualitas dan keteraturannya sangat bervariasi. Perbedaan definisi, perubahan metodologi, dan kurangnya dokumentasi menyebabkan deret waktu statistik menjadi terputus, sehingga sulit melacak kemajuan kebijakan dari waktu ke waktu.

Beberapa tantangan kunci yang sering muncul antara lain:

  • Data limbah industri non-berbahaya yang belum terdokumentasi dengan baik.

  • Informasi terbatas mengenai bahan baku sekunder dan tingkat pemanfaatannya di sektor produksi.

  • Minimnya data tentang pencegahan limbah, desain produk berumur panjang, dan penggunaan kembali komponen industri.

Selain itu, data dari sektor bisnis kerap sulit diakses karena alasan kerahasiaan komersial. Hal ini menciptakan paradoks: sektor swasta menjadi aktor utama dalam inovasi sirkular, tetapi kontribusinya jarang terlihat secara statistik.

Arah Riset Indikator Baru

Bagian akhir panduan CES mengusulkan agenda riset untuk memperkaya indikator ekonomi sirkular. Beberapa bidang penelitian yang menonjol meliputi pengembangan ukuran untuk:

  • Limbah dan emisi yang berhasil dihindari (avoided waste/emission).

  • Penurunan emisi gas rumah kaca akibat efisiensi sumber daya.

  • Umur rata-rata produk dan intensitas penggunaannya.

  • Kualitas hasil daur ulang serta nilai ekonomi produk pengganti berbasis teknologi baru.

Indikator semacam ini akan membantu memahami nilai tambah dari kegiatan sirkular, bukan hanya dalam bentuk fisik (berapa ton material yang didaur ulang), tetapi juga dalam nilai ekonomi dan dampak lingkungan yang dihindari. Pendekatan ini membawa pengukuran sirkularitas ke arah yang lebih substantif: dari menghitung aktivitas, menuju menilai manfaat nyata bagi masyarakat dan ekosistem.

 

Relevansi bagi Indonesia

Bagi Indonesia, agenda ini memiliki arti strategis. Penerapan ekonomi sirkular telah masuk dalam rencana nasional, tetapi pengukurannya masih bergantung pada indikator limbah dan energi tradisional. Membangun sistem klasifikasi dan indikator baru akan membantu pemerintah menilai sejauh mana kebijakan industri hijau, insentif fiskal, dan inisiatif daur ulang benar-benar menghasilkan perubahan struktural.

Langkah-langkah seperti memperluas material flow accounts, mengintegrasikan data sektor informal, serta melibatkan pelaku usaha dalam pelaporan bahan sekunder dapat memperkaya basis data nasional. Dengan fondasi ini, kebijakan publik tidak lagi hanya berfokus pada pengurangan limbah, tetapi juga pada peningkatan efisiensi sumber daya dan nilai ekonomi yang tercipta dari sirkularitas.

Penutup

Mengukur ekonomi sirkular bukanlah proses statis, melainkan upaya berkelanjutan untuk menyesuaikan cara kita membaca realitas ekonomi modern Klasifikasi yang tepat, data yang kredibel, dan indikator yang relevan adalah prasyarat agar ekonomi sirkular benar-benar menjadi pendorong transformasi. Melalui pembaruan sistem statistik dan riset berkelanjutan, Indonesia dapat mengambil posisi strategis dalam membangun ekonomi hijau yang berbasis bukti dan bertumpu pada keandalan data.

 

Daftar Pustaka

Conference of European Statisticians. (2024). Guidelines for Measuring Circular Economy: Part A (Sections 6–7). Geneva: United Nations Economic Commission for Europe (UNECE).

Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2023. Jakarta: BPS.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2023). Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2023). Advancing the Measurement of Circular Economy Indicators. Paris: OECD Publishing.

United Nations Environment Programme (UNEP). (2022). Global Environment Outlook: Circularity Metrics and Data Gaps. Nairobi: UNEP.

World Bank. (2023). Strengthening Environmental Statistics Systems for Green and Circular Economies. Washington, DC: World Bank Group.