Konteks dan Signifikansi
Paper ini mengkaji evolusi tata kelola air adaptif (Adaptive Water Governance, AWG) di Afrika Selatan, khususnya di dua daerah aliran sungai transboundary di bagian timur negara tersebut, yakni Cekungan Sungai Crocodile dan Olifants. AWG dipandang sebagai pendekatan tata kelola sumber daya air yang fleksibel, berbasis pembelajaran, dan kolaboratif antara aktor negara dan non-negara, dengan tujuan mengelola sistem sosial-ekologis secara adaptif di tengah ketidakpastian, seperti perubahan iklim. Studi ini menyoroti bagaimana reformasi kebijakan nasional sejak 1998—terutama melalui National Water Act—mendorong implementasi Integrated Water Resources Management (IWRM) yang berorientasi pada keberlanjutan, keadilan, dan desentralisasi pengelolaan air, yang kemudian menjadi landasan bagi praktek AWG di Afrika Selatan1.
Kerangka Teoretis: Dari IWRM ke AWG
IWRM di Afrika Selatan didefinisikan sebagai proses manajemen terkoordinasi sumber daya air, tanah, dan sumber daya terkait untuk memaksimalkan manfaat sosial dan ekonomi secara adil tanpa mengorbankan ekosistem. AWG, yang tidak secara eksplisit disebutkan pada awal reformasi, merupakan evolusi dari IWRM dengan fokus pada tata kelola yang adaptif dan pembelajaran sosial. Konsep kunci dalam AWG adalah pengelolaan hubungan sosial dan aturan yang bersifat dinamis dan responsif terhadap umpan balik sosial-ekologis. Paper ini menegaskan bahwa AWG dan IWRM saling terkait erat di Afrika Selatan, dengan AWG sebagai kerangka yang lebih luas yang menekankan pembelajaran, fleksibilitas, dan kolaborasi multi-skala1.
Metodologi: Studi Kasus Longitudinal dan Pendekatan Sistemik
Penelitian ini menggunakan pendekatan meta-inquiry selama enam tahun (2013–2019) yang menggabungkan Soft Systems Methodology (SSM) dan grounded theory, untuk mengevaluasi evolusi tata kelola air adaptif di tiga kasus dalam dua cekungan sungai tersebut. Data dikumpulkan melalui action-research dan monitoring, evaluation, reporting, and learning (MERL) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan lokal dan nasional. Fokus utama adalah pada penguatan umpan balik sistemik yang mendukung pembelajaran dan adaptasi dalam pengelolaan air, serta bagaimana institusi dan jaringan tata kelola berkembang untuk mengakomodasi hal ini1.
Hasil Studi Kasus
1. Pengelolaan Dinamika Aliran di Sungai Crocodile
Cekungan Sungai Crocodile menghadapi defisit air dan tantangan kualitas air, dengan pengaturan aliran yang melibatkan negara tetangga Eswatini dan Mozambik melalui perjanjian aliran bersama (IIMA 2002). Pembentukan Inkomati-Usuthu Catchment Management Agency (IUCMA) pada 2004 menjadi titik penting dalam penerapan IWRM dan AWG. Melalui pembentukan komite operasi sungai (CROCOC) dan pengembangan sistem respons cepat, terjadi peningkatan kepatuhan terhadap standar aliran minimum (reserve) dan kualitas air. Kolaborasi antara IUCMA, dewan irigasi, dan Taman Nasional Kruger selama kekeringan 2015 menunjukkan keberhasilan pengelolaan aliran secara adaptif dengan mempertimbangkan kepentingan ekonomi dan ekologi lintas batas. Meskipun otoritas IUCMA sempat dicabut pada 2016, jaringan kolaboratif tetap beroperasi dan mempertahankan kondisi ekologis sungai1.
2. Menjamin Aliran di Sungai Olifants Selama Kekeringan Terparah
Cekungan Sungai Olifants merupakan wilayah yang paling tertekan di antara cekungan transboundary di Afrika Selatan bagian timur, dengan penurunan kualitas dan kuantitas air yang signifikan. Program RESILIM-Olifants yang dipimpin oleh AWARD berupaya mendukung manajemen adaptif strategis melalui pembelajaran sosial sistemik dan pengembangan alat monitoring real-time seperti FlowTracker dan INWARDS DSS. Selama kekeringan 2015–2020, jaringan tata kelola yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan berhasil mempertahankan aliran air dengan mengatur pelepasan air dari bendungan yang lebih besar, meskipun kapasitas kelembagaan seperti proto-CMA sempat dibekukan oleh pemerintah pusat. Keberhasilan ini menunjukkan pentingnya jaringan tata kelola yang responsif dan transparan, meskipun keberlanjutan jangka panjang masih diragukan tanpa institusi yang kuat1.
3. Pengelolaan Limbah Cair di Sungai Selati (Anak Sungai Olifants)
Masalah pencemaran dari limbah tambang dan pengolahan air limbah di Sungai Selati mengancam pasokan air untuk kota Phalaborwa, Taman Nasional Kruger, dan Mozambik. Kolaborasi antara AWARD, taman nasional, dan otoritas pengelolaan air berfokus pada pengembangan strategi adaptif jangka panjang dan praktik transformasional dalam pengelolaan limbah cair. Model "wagon wheel" dikembangkan untuk memperbaiki komunikasi dan umpan balik antara staf teknis dan pimpinan politik di tingkat pemerintahan lokal, sehingga meningkatkan alokasi sumber daya dan kesadaran akan konsekuensi ketidakpatuhan. Meski ada kemajuan, keterbatasan sumber daya, kapasitas, serta intervensi politik dan korupsi menjadi kendala utama1.
Diskusi: Faktor Pendukung dan Penghambat AWG
Penelitian mengidentifikasi sejumlah faktor kunci yang mendukung keberhasilan AWG, antara lain:
- Kepemimpinan dan Peran Champion/Watchdog: Pemimpin yang berkualitas dan adanya pengawas independen memperkuat kepercayaan dan kolaborasi.
- Visi Bersama dan Standar Hukum (Reserve): Penetapan tujuan bersama dan patokan hukum menjadi acuan dalam pengambilan keputusan.
- Jaringan Tata Kelola Multi-skala (Polycentric Governance): Adanya jaringan formal dan informal yang dapat beradaptasi dan belajar bersama.
- Alat dan Protokol Sistemik: Penggunaan aplikasi monitoring real-time dan sistem pendukung keputusan meningkatkan transparansi.
- Komunikasi Terbuka dan Ruang Kolaboratif: Forum diskusi yang aman memungkinkan eksperimen dan refleksi bersama.
- Kepercayaan dan Partisipasi Inklusif: Membangun kepercayaan antara pemangku kepentingan dan melibatkan berbagai pihak secara aktif.
Namun, paper juga menyoroti kerentanan tata kelola tanpa institusi meta-governor yang kuat seperti CMA, yang berfungsi sebagai rumah institusional untuk pembelajaran dan adaptasi. Kasus Olifants menunjukkan bahwa tanpa kepemimpinan dan dukungan kelembagaan yang memadai, jaringan tata kelola sulit bertahan dalam jangka panjang, apalagi di tengah tekanan politik dan korupsi. Hal ini menegaskan perlunya meta-governance yang bersifat fasilitatif, bukan otoriter, untuk mendukung inovasi lokal dan adaptasi berkelanjutan1.
Implikasi dan Rekomendasi
Paper ini memberikan beberapa rekomendasi penting untuk pengembangan AWG di Afrika Selatan dan konteks global:
- Penguatan Institusi Meta-Governor: Memastikan keberadaan dan dukungan bagi lembaga seperti CMA yang dapat mengintegrasikan berbagai skala tata kelola.
- Pengembangan Jaringan dan Alat Monitoring: Melanjutkan inovasi dalam alat digital untuk transparansi dan pengambilan keputusan berbasis bukti.
- Pengelolaan Umpan Balik Multi-Skala: Memperhatikan interaksi dan umpan balik antar tingkat pemerintahan dan pemangku kepentingan.
- Penanganan Korupsi dan Intervensi Politik: Meningkatkan akuntabilitas dan integritas dalam tata kelola air untuk menjaga kepercayaan.
- Pendekatan Sistemik dan Pembelajaran Sosial: Mendorong kolaborasi yang inklusif dan berkelanjutan sebagai inti dari tata kelola adaptif.
Dengan mempertimbangkan tantangan perubahan iklim dan kompleksitas sosial-ekologis, paper ini menegaskan bahwa tata kelola air adaptif yang berbasis pembelajaran sistemik dan kolaborasi multi-aktor adalah kunci untuk mencapai keberlanjutan dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya air1.
Kesimpulan
Penelitian ini secara komprehensif menggambarkan perjalanan dan tantangan penerapan adaptive water governance di Afrika Selatan, khususnya di dua cekungan sungai transboundary yang kritis. Melalui tiga studi kasus, ditemukan bahwa keberhasilan AWG sangat bergantung pada penguatan umpan balik sistemik yang mendukung pembelajaran dan adaptasi, serta adanya institusi meta-governor yang memfasilitasi kolaborasi multi-skala. Paper ini tidak hanya memberikan wawasan akademis, tetapi juga contoh nyata dan angka-angka penting yang menunjukkan dinamika pengelolaan air di lapangan, seperti pengelolaan aliran selama kekeringan ekstrem dan pengelolaan limbah cair yang kompleks. Temuan ini relevan untuk negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa dalam tata kelola sumber daya air di era perubahan iklim dan ketidakpastian sosial-politik.
Sumber Artikel Asli:
Pollard, S. R., E. Riddell, D. R. du Toit, D. C. Retief, and R. L. Ison. 2023. Toward adaptive water governance: the role of systemic feedbacks for learning and adaptation in the eastern transboundary rivers of South Africa. Ecology and Society 28(1):47. Copyright © 2023 by the author(s). Published under license by the Resilience Alliance.