Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Filipina menjadi salah satu negara Asia Tenggara yang cukup progresif dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik melalui Electric Vehicle Industry Development Act (EVIDA) dan roadmap CREVI (Comprehensive Roadmap for EV Industry). Kebijakan ini tidak hanya mendorong adopsi kendaraan listrik, tetapi juga memperkuat rantai pasok, manufaktur lokal, serta infrastruktur pengisian daya.
Bagi Indonesia, temuan ini penting karena kita menghadapi tantangan serupa: ketergantungan tinggi pada energi fosil, polusi udara di perkotaan, serta kebutuhan transisi menuju energi bersih. Jika Filipina mampu membangun kebijakan terintegrasi yang melibatkan insentif fiskal, investasi infrastruktur, dan dukungan regulasi, Indonesia juga dapat menempuh jalur serupa. Hal ini terlihat dalam upaya Indonesia melalui artikel Peran Kendaraan Listrik dalam Mengatasi Perubahan Iklim dan Pemanasan Global yang menunjukkan bagaimana kebijakan transisi energi dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi emisi dan mendukung transportasi masa depan.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Implementasi kebijakan mobilitas listrik di Filipina membawa sejumlah dampak positif. Pertama, penurunan emisi karbon di sektor transportasi, yang merupakan penyumbang emisi terbesar di perkotaan. Kedua, munculnya peluang ekonomi baru di bidang manufaktur baterai, infrastruktur pengisian daya, dan industri komponen pendukung. Ketiga, peningkatan kesadaran publik terhadap pentingnya transportasi ramah lingkungan.
Namun, hambatan juga tidak sedikit. Infrastruktur pengisian daya masih terbatas, sehingga adopsi kendaraan listrik berjalan lambat. Biaya awal kendaraan listrik relatif tinggi bagi sebagian besar konsumen. Selain itu, ketergantungan pada impor komponen utama seperti baterai menimbulkan kerentanan rantai pasok.
Meski begitu, peluang tetap besar. Dengan memanfaatkan dukungan internasional, memperkuat riset teknologi baterai, serta menciptakan regulasi yang konsisten, Filipina dapat mempercepat transisi energi bersih. Indonesia bisa belajar dari model ini, terutama dalam hal insentif fiskal dan roadmap terintegrasi yang realistis.
5 Rekomendasi Kebijakan Praktis
Pertama, pemerintah perlu menyusun roadmap kendaraan listrik yang lebih terintegrasi dengan target jangka pendek, menengah, dan panjang. Kedua, insentif fiskal seperti pengurangan pajak, pembebasan bea masuk, atau subsidi pembelian kendaraan listrik harus diperkuat untuk mendorong adopsi massal. Ketiga, percepatan pembangunan infrastruktur pengisian daya publik harus menjadi prioritas. Keempat, kerja sama dengan perguruan tinggi dan industri perlu diperluas untuk memperkuat riset dan inovasi di bidang teknologi baterai dan sistem pengisian daya. Kelima, kampanye publik yang masif harus digalakkan untuk mengubah perilaku konsumen menuju transportasi ramah lingkungan.
Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan
Jika kebijakan mobilitas listrik hanya bersifat jangka pendek atau tidak dijalankan dengan konsistensi, risiko kegagalan sangat besar. Kendaraan listrik bisa terjebak sebagai “produk niche” tanpa dampak signifikan terhadap pengurangan emisi. Infrastruktur yang tidak memadai dapat menghambat kepercayaan konsumen, sementara ketidakjelasan regulasi bisa menurunkan minat investor. Dalam konteks Indonesia, risiko yang sama mengintai jika roadmap kendaraan listrik hanya berhenti pada retorika tanpa implementasi nyata di lapangan.
Penutup
Studi tentang mobilitas listrik di Filipina memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Kebijakan publik yang konsisten, insentif fiskal yang menarik, serta roadmap terintegrasi dapat mempercepat transisi transportasi menuju era hijau. Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama kendaraan listrik di Asia Tenggara, asalkan mampu memanfaatkan momentum global transisi energi dengan langkah konkret yang berkelanjutan.
Sumber
The Electrical Engineer, April/August 2024. Artikel utama: “EV Industry Development in the Philippines.”