Menjembatani Sains dan Industri: Resensi Konseptual terhadap Pendekatan Pemodelan Variabel Laten dalam Paradigma Quality-by-Design

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra

05 Agustus 2025, 11.26

Pendahuluan: Mengapa Quality-by-Design Menjadi Titik Balik Industri Farmasi

Selama bertahun-tahun, industri farmasi berjalan pada rel yang konservatif, di mana proses produksi lebih berorientasi pada kepatuhan regulasi ketat daripada inovasi proses. Tingginya angka pemborosan (scrap) mencapai 5–10%, dibandingkan dengan hanya 0,0001% pada industri semikonduktor, menggarisbawahi rendahnya efisiensi manufaktur. Dalam konteks ini, inisiatif Quality-by-Design (QbD) yang diluncurkan oleh FDA hadir sebagai titik balik, menggeser fokus dari sekadar compliance menuju pemahaman proses yang berbasis sains.

Emanuele Tomba, dalam disertasinya, merespons kebutuhan ini dengan menawarkan pendekatan berbasis latent variable modeling (LVM) sebagai tulang punggung implementasi QbD. Lewat pemodelan statistik multivariat, LVM menjadi alat konseptual untuk memahami, mendesain, dan memonitor sistem manufaktur farmasi secara lebih menyeluruh dan proaktif.

Kerangka Teoretis: Variabel Laten sebagai Jembatan antara Kompleksitas dan Keputusan

Apa itu Variabel Laten dan Mengapa Penting?

Dalam sistem farmasi yang kompleks, tidak semua variabel dapat diamati secara langsung. Di sinilah LVM menjadi penting: ia memetakan hubungan antar variabel input-output yang saling berinteraksi melalui dimensi tersembunyi (latent structures) yang menggambarkan variasi utama dalam data.

Dua metode utama yang digunakan Tomba adalah:

  • Principal Component Analysis (PCA): Reduksi dimensi untuk eksplorasi data dan identifikasi struktur utama dalam dataset.

  • Projection to Latent Structures (PLS): Memetakan hubungan prediktif antara variabel input dan output.

Melalui pendekatan ini, model tidak hanya memprediksi hasil tetapi juga menafsirkan keterkaitan kausal di antara parameter proses dan atribut mutu produk (critical-to-quality attributes, CQA).

Kontribusi Ilmiah: Tiga Pilar Strategis Pemanfaatan LVM dalam QbD

1. Pemahaman Proses secara Menyeluruh (Process Understanding)

Dalam konteks pengembangan manufaktur tablet secara kontinu, Tomba menunjukkan bagaimana LVM dapat mengintegrasikan data dari berbagai tahap proses—dari karakteristik bahan baku, parameter granulasi, hingga output pengempaan. Temuan kunci menunjukkan bahwa unit penggilingan dan formulasi API adalah titik kritis (bottleneck) utama.

Refleksi Konseptual:

Dengan memahami jalur variasi (process trajectory) yang diungkapkan oleh LVM, perusahaan farmasi bisa mengidentifikasi jalur produksi optimal, mereduksi risiko, dan menyusun strategi kontrol berbasis data, bukan sekadar pengalaman.

2. Desain Produk dan Proses melalui Inversi Model (Model Inversion)

LVM digunakan bukan hanya untuk prediksi, tetapi juga untuk inversi—yaitu, menemukan input optimal (misalnya, properti bahan baku) yang dapat menghasilkan kualitas produk tertentu. Tomba menyusun kerangka optimasi berbasis null space, ruang solusi yang memiliki properti unik: berbagai kombinasi input dapat menghasilkan hasil akhir yang sama.

Studi Kasus:

Dalam desain granulasi basah, inversi LVM memungkinkan estimasi karakteristik material awal agar menghasilkan granul dengan ukuran dan kelembaban spesifik. Model ini kemudian digunakan untuk menyusun eksperimen, mempercepat proses R&D.

Angka Penting:

Eksperimen industri menunjukkan bahwa formulasi yang didesain in-silico sesuai dengan hasil nyata, membuktikan validitas pendekatan model-inversion.

Refleksi Konseptual:

Ruang null menjadi analog dari design space dalam dokumen ICH Q8, menunjukkan bahwa pendekatan matematika ini mampu menggantikan definisi spasial yang selama ini bersifat empiris.

3. Monitoring dan Kontrol Antar-Plant (Model Transfer for Monitoring)

Tantangan industri adalah bagaimana memindahkan model dari plant A ke B—yang berbeda dari segi layout, skala, atau peralatan—tanpa membangun model dari awal. Tomba memperkenalkan framework transfer model berbasis Joint-Y PLS (JY-PLS), menghubungkan variabel yang umum maupun spesifik dari tiap plant.

Studi Kasus:

Dalam proses spray drying skala industri, model yang ditransfer dari pilot plant berhasil mendeteksi fault nyata lebih akurat dibandingkan model yang hanya dibangun dari data target plant.

Refleksi Teoretis:

Kemampuan model untuk tetap efektif meskipun mengalami perubahan sistem menunjukkan robust-nya pendekatan ini dalam situasi nyata, terutama di lingkungan regulatif yang kompleks.

Metodologi: Antara Ketekunan Matematis dan Kecermatan Praktis

Tomba menggunakan pendekatan kombinasi antara eksperimen industri, simulasi, dan analisis multivariat. Kerangka metodologi dibagi ke dalam:

  • Data Organization: Normalisasi, penanganan missing value, dan pengelompokan blok variabel.

  • Exploratory Analysis: PCA digunakan untuk mendeteksi outlier dan korelasi awal.

  • Comprehensive Modeling: LVM multiblok untuk menyusun peta interaksi antar unit operasi.

Namun, pendekatan ini tidak luput dari kritik:

Kritik Metodologis:

  1. Asumsi Linearitas: Model berbasis PLS cenderung mengasumsikan hubungan linier, padahal proses farmasi kerap kali non-linier. Penggabungan dengan model non-linear (seperti kernel-PLS) bisa menjadi arah perbaikan.

  2. Ketergantungan pada Data Historis: Validitas model sangat bergantung pada kualitas data masa lalu. Di lingkungan dengan noise tinggi, model bisa menjadi bias jika preprocessing tidak ketat.

  3. Validasi Terbatas: Beberapa validasi eksperimental dilakukan dalam kondisi laboratorium atau simulasi, bukan selalu skenario produksi penuh.

Narasi Argumentatif: Membangun Ilmu dari Proses, Bukan Produk

Alih-alih memulai dari asumsi bahwa produk akhir harus diuji, Tomba membalik paradigma: pahami dahulu prosesnya, baru kemudian tetapkan kontrol dan batas kualitas. Ini selaras dengan filosofi QbD: kualitas dibangun, bukan diuji. Dengan demikian, LVM bukan sekadar alat statistik, melainkan medium epistemologis untuk membangun pengetahuan tentang sistem farmasi yang kompleks.

Penerapan Industri dan Implikasi Jangka Panjang

Potensi Transformasional:

  • Desain Produk yang Lebih Cepat dan Murah: Dengan inversi model, eksperimen bisa disimulasikan sebelum dilakukan di lapangan, menghemat waktu dan biaya.

  • Transfer Teknologi Antar-Pabrik yang Efisien: Pendekatan LVM memungkinkan alih teknologi yang cepat tanpa hilangnya pemahaman proses.

  • Adaptasi Proses Secara Real-Time: Penggunaan LVM dalam kontrol memungkinkan pengambilan keputusan berbasis data real-time, mendekatkan industri farmasi pada konsep Industry 4.0.

Tantangan Implementasi:

  • Kebutuhan SDM Multidisipliner: Penggunaan LVM membutuhkan pemahaman statistik, pemrograman, dan proses kimia, yang tidak selalu tersedia dalam tim farmasi konvensional.

  • Infrastruktur Digital yang Canggih: Dibutuhkan sistem pengumpulan dan integrasi data yang memadai agar LVM bisa dijalankan secara efektif.

Kesimpulan: Memetakan Masa Depan Ilmu Farmasi melalui LVM dan QbD

Disertasi Emanuele Tomba berhasil menunjukkan bahwa pendekatan latent variable modeling adalah jembatan antara konsep Quality-by-Design yang normatif dengan praktik industri farmasi yang kompleks. Dengan membangun kerangka yang konsisten, fleksibel, dan adaptif, Tomba tidak hanya menyelesaikan tantangan teknis, tetapi juga menyumbang fondasi metodologis baru bagi ilmu rekayasa farmasi.

Lebih dari sekadar aplikasi statistik, LVM dalam konteks ini menjadi instrumen epistemik: bukan hanya untuk mengetahui apa yang terjadi dalam sistem, tetapi mengarahkan bagaimana kita seharusnya membangun sistem tersebut.

DOI dan Link Paper Resmi:

  • https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2013.01.018

  • Disertasi: Tomba, Emanuele. "Latent Variable Modeling Approaches to Assist the Implementation of Quality-by-Design Paradigms in Pharmaceutical Development and Manufacturing." University of Padova, 2013.