Pendahuluan: Mewujudkan Visi SMK Sebagai Pabrik Tenaga Kerja Siap Pakai
Di tengah pesatnya pembangunan dan pertumbuhan sektor properti di Indonesia, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diharapkan menjadi pemasok utama tenaga kerja terampil. Namun, harapan ini sering kali berbenturan dengan realita: tingkat pengangguran lulusan SMK justru tertinggi dibanding jenjang pendidikan lainnya. Artikel karya Rananda Ahmad Tauhid, Dedy Suryadi, dan Parmono mengupas tuntas kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki lulusan SMKN 1 Cibinong Program Keahlian Bisnis Konstruksi dan Properti dengan kebutuhan riil dunia kerja berdasarkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) No. 193 Tahun 2021.
Konteks Nasional: Masalah Klasik SDM Indonesia
Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka Indonesia mencapai 7,07%, dan lulusan SMK menyumbang porsi terbesar. Banyak lulusan tidak mampu memenuhi ekspektasi industri karena keterampilan mereka tidak sesuai kebutuhan lapangan. Hal ini mencerminkan lemahnya keterhubungan antara kurikulum pendidikan vokasi dan dunia industri.
Fenomena ini menjadi semakin kritis dalam sektor jasa konstruksi dan properti, sektor yang justru mengalami pertumbuhan tinggi dan memerlukan tenaga kerja kompeten secara masif.
Fokus Penelitian: Mencocokkan Kompetensi SMK dan SKKNI
Tujuan Studi
Penelitian ini bertujuan:
-
Mengidentifikasi kompetensi yang dimiliki lulusan SMKN 1 Cibinong.
-
Menguraikan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja menurut SKKNI No. 193/2021.
-
Mengukur relevansi antar keduanya.
Metode yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif, dengan studi dokumentasi sebagai instrumen utama. Analisis menggunakan pendekatan Miles & Huberman (pengumpulan, reduksi, penyajian, kesimpulan).
Temuan Utama: Ketimpangan Kompetensi yang Signifikan
Perbandingan Kompetensi
-
Jumlah total kompetensi lulusan: 82 poin dari kurikulum 2013 (C3 produktif).
-
Kompetensi inti dunia kerja (SKKNI 193/2021): hanya 7 poin utama, misalnya:
-
Penerapan K3L
-
Pekerjaan pondasi dan struktural
-
Pelaporan pelaksanaan
-
Pekerjaan arsitektur
-
Hasil Relevansi
Dari 82 kompetensi lulusan SMK, hanya 24,7% yang relevan dengan SKKNI pelaksana lapangan konstruksi gedung. Dalam standar klasifikasi Suharsimi Arikunto, ini dikategorikan sebagai “tidak relevan” (<40%).
Studi Kasus: Miskomunikasi Dunia Pendidikan vs Dunia Industri
Bayangkan seorang lulusan SMK jurusan konstruksi melamar pekerjaan sebagai pelaksana lapangan. Ia telah menguasai banyak teori tentang bisnis properti, menyusun RAB, dan memahami legalitas kepemilikan tanah. Namun, saat dihadapkan dengan kebutuhan lapangan—mengelola pekerja tukang, membaca gambar teknis, atau melaksanakan pekerjaan struktural—ia justru tak mampu menyesuaikan diri.
Inilah ironi utama yang disorot oleh penelitian ini. Kurikulum terlalu banyak menitikberatkan pada teori bisnis properti, namun mengabaikan keterampilan teknis lapangan yang justru dibutuhkan industri.
Analisis Lebih Lanjut: Akar Masalah dan Implikasi
Penyebab Ketimpangan
-
Kurikulum yang belum sinkron dengan SKKNI terbaru.
-
Fokus pendidikan kejuruan yang lebih condong ke aspek bisnis, bukan teknis.
-
Kurangnya pembaruan kurikulum berbasis masukan industri.
-
Minimnya keterlibatan praktisi lapangan dalam perancangan program pendidikan.
Dampak Langsung
-
Lulusan merasa “siap” tetapi industri menganggap mereka “belum layak.”
-
Dunia kerja harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pelatihan ulang.
-
Produktivitas nasional di sektor konstruksi terhambat karena minimnya tenaga kerja siap pakai.
Perbandingan Penelitian Sejenis
Penelitian oleh Almira (2017) menunjukkan bahwa industri jasa konstruksi di Jawa Timur pun mengalami masalah serupa: lulusan SMK tidak memiliki kompetensi teknis yang aplikatif di proyek lapangan. Hal ini memperkuat hasil penelitian Tauhid dkk. bahwa ketidaksesuaian kurikulum adalah masalah sistemik.
Solusi dan Rekomendasi
1. Revisi Kurikulum Berbasis SKKNI
SMK harus memperbarui struktur mata pelajaran agar 70–80% kurikulumnya mengacu pada kompetensi kerja lapangan yang tertuang dalam SKKNI.
2. Kolaborasi Tiga Pihak: Sekolah, Industri, dan Pemerintah
-
Sekolah: Fokus pada pengajaran keterampilan praktis, tidak hanya teori.
-
Industri: Terlibat aktif dalam perancangan kurikulum dan pelatihan guru.
-
Pemerintah: Menyediakan platform koordinasi serta insentif fiskal.
3. Program Magang Wajib Terstruktur
Setiap lulusan harus mengikuti minimal 6 bulan magang di proyek konstruksi nyata, dengan logbook yang divalidasi oleh pembimbing industri.
4. Evaluasi Berkala Kompetensi Lulusan
SMK perlu mengadopsi model tracer study dan umpan balik rutin dari perusahaan pengguna untuk mengukur kesesuaian kurikulum secara berkelanjutan.
Nilai Tambah dan Opini Kritis
Artikel ini menyajikan studi empiris yang sangat berguna bagi pembuat kebijakan pendidikan vokasi. Namun, penulis belum secara eksplisit membahas solusi konkret dalam bentuk kebijakan pendidikan nasional.
Penambahan peta kompetensi atau gap analysis dalam bentuk visual akan meningkatkan daya guna hasil penelitian ini secara praktis. Selain itu, pelibatan lebih banyak SMK sebagai responden bisa memperluas validitas temuan.
Menuju Masa Depan: SMK yang Adaptif dan Kompetitif
Tantangan ke depan bukan hanya menyesuaikan kompetensi lulusan dengan dunia kerja hari ini, tapi juga mempersiapkan mereka untuk pekerjaan masa depan (future jobs) yang belum tentu ada hari ini. Otomatisasi, BIM (Building Information Modelling), hingga green construction akan membutuhkan keterampilan yang sama sekali baru.
SMK tidak hanya harus relevan, tetapi juga agile: mampu berubah, menyesuaikan diri, dan tetap kompetitif di era yang terus bergerak.
Penutup: Membangun SDM Konstruksi yang Siap Hadapi Revolusi Industri
Penelitian ini menjadi cermin penting bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan vokasi di Indonesia. Tingkat relevansi kompetensi SMK dengan kebutuhan industri yang hanya 24,7% adalah tanda bahaya. Jika tidak segera ditangani, SMK hanya akan menjadi pencetak ijazah, bukan tenaga kerja unggul.
Perlu pendekatan sistemik dan kolaboratif agar setiap lulusan benar-benar “siap pakai”—bukan hanya di atas kertas, tetapi di medan kerja nyata.
Sumber Referensi
Rananda Ahmad Tauhid, Dedy Suryadi, dan Parmono. (2022). Relevansi Kompetensi Lulusan SMK Kompetensi Keahlian Bisnis Konstruksi dan Properti dengan Kompetensi yang Diperlukan di Dunia Kerja. Jurnal Pendidikan Teknik Bangunan, Volume 2, No. 2, hlm. 89–106.
DOI: https://doi.org/10.17509/jptb.v2i2.51661