Menilai Efektivitas Kebijakan Antikorupsi Sida: Pelajaran dari Kenya, Serbia, dan Georgia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

18 Juni 2025, 09.16

pixabay.com

Antikorupsi Berbasis Bukti: Evaluasi Strategi Sida di Negara-Negara Mitra

Korupsi bukan hanya musuh pembangunan, tapi juga penghalang utama demokrasi, perdamaian, dan keadilan sosial. Laporan "Evidence-Based Anti-Corruption? Evaluation of Sida’s Efforts to Reduce Corruption in Partner Countries" (2024) yang ditulis oleh Marina Nistotskaya dkk., memberikan kajian sistematis terhadap efektivitas strategi Swedish International Development Cooperation Agency (Sida) dalam mengurangi korupsi di negara mitra. Evaluasi ini memadukan teori antikorupsi mutakhir, survei terhadap petugas program, serta studi kasus di tiga negara: Kenya, Serbia, dan Georgia.

Kerangka Teoritis: Dari Principal-Agent ke Aksi Kolektif

Laporan ini menggunakan empat pendekatan utama untuk memahami dan menilai strategi antikorupsi:

  • Principal-Agent Theory (PAT): Korupsi dianggap akibat konflik kepentingan antara pelaksana dan pemberi mandat.
  • Collective Action Theory (CAP): Korupsi sebagai masalah norma sosial yang melekat dalam sistem.
  • Developmental Governance: Fokus pada reformasi kelembagaan secara bertahap di sektor-sektor tertentu.
  • Pendekatan Organisasi: Menekankan pentingnya budaya organisasi, struktur internal, dan koordinasi lintas lembaga.

Kesimpulan penting: Tidak ada satu pendekatan tunggal yang unggul secara empiris. Justru, kebijakan antikorupsi yang efektif adalah yang menggabungkan teori dan disesuaikan dengan konteks lokal.

Transformasi Strategi Sida: Dari Risiko ke Perubahan Sistemik

Sejak awal 2000-an, Sida telah berpindah dari strategi yang semata-mata bertujuan melindungi dana Swedia (risk perspective) ke pendekatan yang melihat korupsi sebagai hambatan utama pembangunan (development perspective). Pada 2023, alokasi bantuan untuk proyek antikorupsi meningkat tajam menjadi 138 juta SEK, dari nol pada tahun 2003.

Langkah konkret yang dilakukan Sida:

  • Membentuk Anti-Corruption Cluster (2016)
  • Mengembangkan dokumen panduan operasional
  • Mengintegrasikan antikorupsi ke dalam strategi pembangunan bilateral

Evaluasi Implementasi: Survei dan Temuan Lapangan

Survei Program Officer di Negara Mitra

Survei terhadap staf pengembangan di berbagai kedutaan besar Swedia menunjukkan:

  • Komitmen kuat terhadap isu antikorupsi
  • Pemahaman mendalam tentang konteks lokal
  • Namun, ada kekurangan dalam:
    • Pemanfaatan infrastruktur antikorupsi internal
    • Pemahaman terhadap teori perubahan (theory of change)
    • Koordinasi internal dan konsistensi kebijakan

Tiga Studi Kasus: Kenya, Serbia, dan Georgia

Kenya

Program fokus pada penguatan sektor kehakiman dan transparansi fiskal. Namun, tantangan muncul karena minimnya indikator pengukuran dampak, serta kompleksitas politik lokal.

Serbia

Meskipun memiliki kerangka hukum antikorupsi yang kuat, pelaksanaannya lemah. Staf Sida menghadapi keterbatasan mitra lokal yang kredibel, dan pengaruh politik yang besar atas birokrasi.

Georgia

Memiliki komitmen tinggi secara formal terhadap integritas, namun terdapat masalah dalam keberlanjutan reformasi dan ketergantungan pada aktor individu. Beberapa proyek antikorupsi berhasil, tetapi sulit mereplikasi dalam skala luas.

Kritik dan Celah dalam Strategi Sida

  1. Teori Perubahan Tidak Jelas
    Banyak staf di lapangan tidak memiliki pemahaman menyeluruh tentang mekanisme perubahan yang diharapkan dari intervensi antikorupsi. Akibatnya, sulit mengevaluasi efektivitas program secara sistematis.
  2. Antikorupsi Bukan Prioritas Resmi
    Meskipun penting, antikorupsi tidak diakui sebagai perspektif fundamental seperti isu perubahan iklim atau kesetaraan gender. Hal ini membuat upaya antikorupsi tersisih di tengah beban kerja tinggi.
  3. Fragmentasi Strategi
    Integrasi pendekatan antikorupsi tidak merata di seluruh kebijakan pembangunan Swedia. Beberapa strategi mencerminkan fokus mendalam, lainnya hanya menyebut antikorupsi secara simbolik.

Rekomendasi Kunci dari Evaluasi

  1. Perkuat Kebijakan Antikorupsi
    • Gunakan temuan riset terbaru
    • Perjelas jalur logis perubahan
    • Integrasikan teori CAP dan governance lebih dalam
  2. Prioritaskan Antikorupsi sebagai Perspektif Utama
    • Jadikan bagian dari semua strategi pembangunan
    • Hindari subordinasi oleh perspektif “risiko dana”
  3. Dukung Implementasi di Lapangan
    • Latih staf kedutaan besar terkait penggunaan alat bantu antikorupsi
    • Tumbuhkan ruang dialog internal lintas divisi
    • Dorong pemahaman lokal dan fleksibilitas dalam pendekatan
  4. Perkuat Koordinasi dengan Mitra Lokal
    • Pastikan adanya ownership lokal
    • Hindari dominasi pendekatan donor yang terlalu teknokratis

Kesimpulan: Potensi Besar, Tapi Butuh Konsistensi

Evaluasi ini menyimpulkan bahwa strategi antikorupsi Sida selaras dengan pengetahuan ilmiah terkini, namun tantangan besar masih ada pada implementasi di lapangan. Ketika korupsi bersifat sistemik, pendekatan teknis tidak cukup. Dibutuhkan:

  • Komitmen politik
  • Pemahaman mendalam terhadap konteks
  • Strategi jangka panjang yang konsisten

Sida berada dalam posisi unik untuk menjadi pelopor reformasi antikorupsi yang berbasis bukti. Namun, untuk mencapai hasil yang berkelanjutan, pendekatan harus terus diperbarui dan dijalankan dengan kesadaran penuh terhadap realitas politik dan sosial negara mitra.

Sumber: Nistotskaya, M., Buker, H., Grimes, M., Persson, A., D’Arcy, M., Rothstein, B., & Gafuri, A. (2024). Evidence-Based Anti-Corruption? Evaluation of Sida’s Efforts to Reduce Corruption in Partner Countries. EBA Report 2024:05, The Expert Group for Aid Studies (EBA), Sweden.