Mengurai Sukses dan Gagalnya Koordinasi Pemerintah Indonesia: Studi Kasus Kementerian Keuangan dalam Reformasi Birokrasi

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

27 Mei 2025, 13.19

Freepik.com

Pendahuluan

 

Dalam konteks administrasi publik, koordinasi menjadi pondasi penting bagi terciptanya pemerintahan yang efisien dan efektif. Namun, meskipun telah menjadi topik klasik, isu koordinasi justru semakin krusial di tengah kompleksitas kebijakan lintas sektor dan desentralisasi birokrasi. Disertasi doktoral Taufik Damhuri dari University of Canberra, berjudul "Factors That Influence Success or Failure of Coordination Practices in the Central Government of Indonesia" (2021), menelaah secara mendalam praktik koordinasi di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Fokus utamanya: mengapa upaya koordinasi sering gagal dan bagaimana meningkatkan keberhasilannya.

 

Latar Belakang

 

Pasca krisis ekonomi 1997 dan kejatuhan rezim Orde Baru, Indonesia mengadopsi reformasi birokrasi bergaya New Public Management (NPM). Model ini menekankan spesialisasi lembaga, pemisahan fungsi kebijakan dan pelaksanaan, serta dorongan pada kinerja dan akuntabilitas. Meskipun menghasilkan kemajuan signifikan, seperti penurunan korupsi dan peningkatan layanan publik, reformasi ini juga melahirkan tantangan koordinasi yang kompleks akibat meningkatnya sekat-sekat (silo) kelembagaan.

 

Tujuan dan Metode Penelitian

 

Damhuri mengkaji tujuh praktik koordinasi di Kemenkeu yang mencerminkan lima jenis koordinasi berdasarkan kompleksitas:

 

  • Berbagi informasi
  • Berbagi aktivitas/sumber daya
  • Berbagi tanggung jawab
  • Sistem informasi terintegrasi
  • Struktur organisasi terintegrasi

 

 

Melalui pendekatan kualitatif interpretatif, studi ini menggunakan data primer dari 40 wawancara semi-terstruktur dan data sekunder berupa dokumen internal kementerian. Analisis dilakukan secara longitudinal dan tematik berdasarkan kerangka teoritik dari literatur koordinasi, seperti model Ansell & Gash (2008), Emerson et al. (2011), dan Bryson et al. (2006).

 

Hasil Temuan Utama

 

1. Koordinasi Sukses vs Gagal: Hubungan dengan Kompleksitas

 

Studi ini menemukan hubungan berbentuk kurva lonceng antara kompleksitas koordinasi dan tingkat keberhasilan. Praktik dengan tingkat kompleksitas menengah (misalnya berbagi tanggung jawab) justru lebih sering berhasil dibandingkan koordinasi yang terlalu sederhana atau terlalu kompleks (misalnya integrasi struktural).

 

2. Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Koordinasi

 

  • Faktor manusia: kepemimpinan politik dan teknis sangat dominan.
  • Desain kelembagaan: struktur formal menentukan legitimasi dan akuntabilitas.
  • Regulasi bertentangan: konflik aturan kerap menghambat koordinasi.
  • Proses bisnis yang buruk: duplikasi dan inefisiensi memperparah masalah.

 

3. Studi Kasus Menarik

 

  • SPAN dan SAKTI (Sistem Perbendaharaan): meskipun sangat kompleks, sistem ini berhasil karena adanya dukungan politik dan manajemen perubahan yang kuat.
  • Integrasi Unit Perbendaharaan: justru gagal karena resistensi tinggi dari aktor terkait dan minimnya legitimasi struktural.
  • Pengelolaan Aset dan Utang: sukses berkat kolaborasi aktor lintas direktorat dan adanya insentif kinerja yang jelas.

 

4. Budaya Silo dan Ketergantungan Aktor

 

Kemenkeu yang terdiri atas banyak direktorat jenderal (eselon I) menunjukkan budaya "silo" yang kuat. Setiap unit bekerja dengan otonomi tinggi, yang menyebabkan kolaborasi menjadi tantangan. Teori ketergantungan kekuasaan (power-dependence theory) relevan menjelaskan relasi asimetris ini, di mana unit yang kuat cenderung enggan berkoordinasi kecuali mendapat insentif atau tekanan politik.

 

Analisis dan Opini

 

Kelebihan Penelitian

 

  • Studi ini memberikan kerangka komprehensif untuk memahami praktik koordinasi dalam sistem birokrasi kompleks.
  • Penggunaan kombinasi teori organisasi dan perilaku sosial memperkaya perspektif.
  • Data empiris dari dalam institusi memungkinkan validasi yang kuat.

 

Kritik dan Keterbatasan

 

  • Fokus hanya pada Kemenkeu, padahal koordinasi paling kritis sering terjadi antarkementerian.
  • Pendekatan kualitatif membuat generalisasi hasil menjadi terbatas.
  • Tidak semua studi kasus berhasil mengungkap dimensi informal (seperti patronase atau politik internal).

 

Perbandingan Internasional

 

Dalam konteks global, praktik koordinasi di negara OECD lebih didukung oleh kapasitas teknis, sistem merit, dan stabilitas politik. Sebaliknya, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam bentuk rendahnya trust antar-aktor, ketergantungan pada figur pemimpin, serta lemahnya sistem pengawasan.

 

Implikasi Praktis

 

  • Perancang kebijakan harus memetakan kompleksitas dan kesiapan organisasi sebelum merancang bentuk koordinasi.
  • Pemimpin proyek perlu memiliki legitimasi dan keterampilan komunikasi lintas unit.
  • Reformasi SDM harus menekankan fleksibilitas rotasi jabatan dan sistem insentif berbasis kinerja kolaboratif.
  • Penguatan sistem informasi harus dilakukan paralel dengan restrukturisasi proses bisnis.

 

Rekomendasi Strategis

 

1. Bangun budaya kolaborasi: melalui pelatihan lintas unit dan kampanye internal.

2. Revitalisasi unit koordinasi: beri mereka otoritas dan sumber daya memadai.

3. Adopsi model koordinasi bertingkat: kombinasi pendekatan hirarkis dan negosiasi horizontal.

4. Gunakan teknologi sebagai enabler: sistem data terpadu antar direktorat.

5. Cegah ketimpangan kekuasaan antar unit: dengan mengembangkan sistem audit independen dan mekanisme umpan balik dua arah.

6. Fasilitasi forum lintas direktorat: untuk diskusi informal yang dapat memperkuat jejaring kerja.

 

Kesimpulan

 

Koordinasi bukan hanya soal struktur, tetapi tentang manusia, insentif, dan legitimasi. Disertasi ini menunjukkan bahwa keberhasilan koordinasi dalam birokrasi Indonesia bergantung pada keseimbangan antara kompleksitas, fleksibilitas, dan dukungan politik. Untuk menciptakan pemerintahan yang lebih terkoordinasi, diperlukan kombinasi antara desain kelembagaan yang tepat dan pengelolaan aktor yang cermat.

 

Sumber:

 

Damhuri, Taufik. (2021). Factors That Influence Success or Failure of Coordination Practices in the Central Government of Indonesia [Doctoral dissertation, University of Canberra]. https://doi.org/10.26191/f1ch-hb45