Mengurai Kesenjangan Riset: Peta Jalan Akademik untuk Meningkatkan Ketahanan Infrastruktur Transportasi Global terhadap Banjir

Dipublikasikan oleh Raihan

24 Oktober 2025, 16.17

Bencana alam, khususnya banjir, merupakan ancaman nyata yang terus meningkat seiring dengan perubahan iklim dan urbanisasi global. Kerentanan infrastruktur terhadap kejadian-kejadian ini telah menjadi fokus krusial bagi keberlangsungan fungsi masyarakat. Resensi riset ini bersumber dari sebuah tinjauan sistematis komprehensif yang bertujuan untuk memetakan lanskap penelitian akademik mengenai upaya peningkatan ketahanan infrastruktur transportasi terhadap banjir. Tinjauan ini secara eksplisit dirancang sebagai peta jalan bagi komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah riset, dengan fokus pada penyusunan agenda riset ke depan yang menjembatani temuan saat ini dengan kebutuhan implementasi jangka panjang.

Jalur logis perjalanan temuan dalam tinjauan ini disusun melalui tiga tahapan metodologis yang ketat:

  1. Tahap Pertama (1900–2021) mengidentifikasi ancaman alam yang paling dominan dalam studi kerentanan. Analisis menemukan bahwa penelitian yang berfokus pada 'kerentanan banjir' merupakan yang paling menonjol dengan mencatatkan 2.223 hasil; temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara banjir dan fokus riset global — jauh melampaui kerentanan kekeringan (drought vulnerability) yang berada di posisi kedua dengan 1.383 hasil. Data kuantitatif ini secara deskriptif menunjukkan potensi kuat banjir sebagai objek penelitian baru yang paling mendesak.
  2. Tahap Kedua (1981–2021) menyaring jenis infrastruktur kritis yang paling sering dikaitkan dengan ketahanan banjir (flood resilience). Dari 55 studi yang relevan, transportasi adalah jenis infrastruktur yang paling banyak diteliti, muncul di 57% dari keseluruhan studi. Kuantitas ini secara deskriptif menegaskan transportasi sebagai variabel kunci dan prioritas tertinggi untuk studi resiliensi, dibandingkan dengan infrastruktur lain seperti pengolahan air limbah (42%) atau energi (34%).
  3. Tahap Ketiga (1981–2021) mengkategorikan dan menganalisis secara mendalam 133 artikel jurnal berbahasa Inggris dan telah ditinjau sejawat (peer-reviewed) yang secara spesifik membahas peningkatan ketahanan infrastruktur transportasi terhadap banjir. Penelitian-penelitian ini kemudian disusun menjadi enam kategori riset utama yang dipetakan dengan Kerangka Kerja Perencanaan Ketahanan Infrastruktur (IRPF) dari Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA).

Enam kategori riset yang ditemukan mencakup: (A) analisis risiko banjir (17 studi), (B) prediksi dan peramalan banjir real-time (11 studi), (C) investigasi dampak fisik (29 studi), (D) analisis kerentanan sistem transportasi (25 studi), (E) strategi mitigasi dan persiapan (20 studi), dan (F) area terkait lainnya (31 studi). Dengan 31 studi, Kategori F memiliki jumlah studi paling banyak, diikuti oleh Kategori C (29 studi), menunjukkan fokus riset saat ini yang luas dan mendalam pada dampak serta area terkait ketahanan.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Studi-studi yang ditinjau menunjukkan kemajuan signifikan dalam pemodelan, pengumpulan data, dan analisis kerentanan. Kontribusi utama terbagi dalam beberapa domain:

  1. Pemodelan Hidrologi dan Hidrodinamika: Riset saat ini telah memanfaatkan model-model canggih seperti HEC-HMS dan Mike Urban untuk menganalisis kedalaman dan risiko banjir secara spasial, sering kali dengan integrasi sistem informasi geografis (GIS) untuk memvisualisasikan data elevasi dan depresi lahan. Peningkatan ini memungkinkan identifikasi struktur drainase yang berpengaruh (seperti gorong-gorong dan saluran) sebagai karakteristik penting yang memengaruhi risiko.
  2. Sistem Prediksi Real-Time: Terdapat upaya nyata untuk memajukan sistem peringatan dini yang mampu melampaui risiko banjir historis, terutama untuk meningkatkan kemampuan tanggap darurat. Ini melibatkan penambahan data baru seperti data angin atmosfer, prediksi harmonik pasang surut, dan arus laut ke dalam model hidrodinamika.
  3. Penggunaan Data Inovatif dan Kolaboratif: Penelitian telah menunjukkan penggunaan data real-time dan non-tradisional yang semakin matang. Contohnya adalah pemanfaatan analisis citra dan metadata dari media sosial (tweet) untuk menentukan ruas jalan yang dapat dilalui (passability) selama banjir. Pendekatan ini secara signifikan mengurangi waktu pemrosesan, yang sangat penting dalam kondisi darurat.
  4. Resiliensi dan Prioritas Jaringan: Sejumlah besar studi (Kategori D) berfokus pada analisis kerentanan jaringan transportasi untuk memprioritaskan upaya resiliensi. Pemetaan ini sangat vital untuk mengalokasikan investasi secara tepat guna, memaksimalkan manfaat ekonomi dan fungsi umum.

Secara geografis, kepentingan riset ini diakui secara global, dengan 39 studi dilakukan di Asia, 32 di Amerika Utara (khususnya AS), dan 29 di Eropa. Distribusi ini menunjukkan pentingnya penelitian di wilayah yang mengalami urbanisasi pesat di sepanjang garis pantai dan kenaikan permukaan air laut, seperti di Asia, di mana kerentanan meningkat akibat kepadatan penduduk dan aset.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun kontribusi riset saat ini sangat berharga, tinjauan ini secara eksplisit mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan yang signifikan dalam alur kerja IRPF. Mayoritas studi yang ada berfokus pada Penilaian Risiko (Langkah 3) dan Pengembangan Tindakan (Langkah 4, sebagian).

Kesenjangan kritis yang memerlukan perhatian mendesak dalam riset ke depan berada pada komponen Implementasi dan Evaluasi (Langkah 5 IRPF) dan sebagian dari Langkah 4. Empat komponen utama yang kurang mendapat perhatian dalam literatur adalah:

  1. Menilai sumber daya dan kapabilitas yang ada.
  2. Implementasi melalui mekanisme perencanaan yang ada (misalnya rencana komunikasi, rencana pemulihan pra-bencana).
  3. Memantau dan mengevaluasi efektivitas.
  4. Memperbarui rencana.

Kesenjangan ini menunjukkan bahwa meskipun komunitas akademik telah berhasil mengidentifikasi ancaman, menilai risiko, dan merumuskan solusi resiliensi, metodologi dan kerangka kerja untuk mengukur keberhasilan implementasi solusi-solusi tersebut di lapangan masih sangat minim. Pertanyaan terbuka terpenting adalah: bagaimana kita mengukur dan memverifikasi bahwa sebuah tindakan mitigasi telah benar-benar meningkatkan ketahanan transportasi dalam konteks operasional nyata?

Keterbatasan ini menjadi penghalang terbesar dalam menjembatani temuan saat ini dan potensi jangka panjang untuk mencapai ketahanan transportasi berkelanjutan. Resiliensi sejati tidak hanya diukur dari kemampuan sistem untuk menahan bencana, tetapi juga dari kemampuan untuk pulih (recoup losses and recover stability) dan terus beradaptasi pasca-bencana, yang memerlukan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Untuk mengatasi keterbatasan yang teridentifikasi dan memperluas kontribusi riset saat ini, lima rekomendasi riset berkelanjutan berikut disajikan:

1. Pengembangan Metrik Kinerja Resiliensi Operasional (RPM) Jaringan

Riset selanjutnya harus berfokus pada pengembangan Metrik Kinerja Resiliensi Operasional (RPM) yang terukur untuk infrastruktur transportasi, sebuah upaya yang secara langsung mengisi kesenjangan pada komponen pemantauan dan evaluasi efektivitas (Langkah 5 IRPF).

  • Justifikasi Ilmiah: Studi saat ini belum memberikan metodologi untuk mengevaluasi keberhasilan langkah-langkah resiliensi yang diimplementasikan.
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Perlu digunakan pendekatan Analisis Keputusan Multikriteria (MCDA) untuk mengintegrasikan variabel non-fisik seperti waktu pemulihan layanan (berdasarkan standar FEMA), penundaan lalu lintas kumulatif (dalam jam/orang), dan biaya ekonomi berbasis gangguan. RPM harus menyediakan alat kuantitatif untuk membandingkan skenario pra- dan pasca-mitigasi, sehingga mendukung pengambilan keputusan investasi yang berkelanjutan.

2. Integrasi IoT dan Deep Learning untuk Peramalan Banjir Street-Level

Peningkatan akurasi sistem peringatan dini menuntut perluasan riset dalam Kategori B (Prediksi Banjir Real-Time).

  • Justifikasi Ilmiah: Meskipun pemodelan real-time sudah ada, kemampuan untuk menganalisis dan memperingatkan banjir hingga tingkat jalanan (street-level) secara dinamis masih harus ditingkatkan.
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Fokus harus diarahkan pada area pesisir yang sangat terurbanisasi. Metodenya adalah implementasi jaringan sensor Internet of Things (IoT) (pengukur kedalaman dan kecepatan air) yang dipadukan dengan pemrosesan Citra Satelit Resolusi Sangat Tinggi (VHR) menggunakan model Deep Learning. Model ini akan secara otomatis memperbarui peta genangan air dan rute yang dapat dilalui dalam interval waktu yang sangat singkat, memberikan data yang lebih akurat untuk manajer darurat.

3. Analisis Kerentanan Sosial-Ekonomi Inklusif Jaringan Transportasi

Riset harus memperluas definisi kerentanan (Kategori D) untuk memastikan keadilan dalam strategi kesiapsiagaan.

  • Justifikasi Ilmiah: Studi saat ini sering berfokus pada dampak fisik, namun equity dalam transportasi memerlukan pemahaman tentang bagaimana banjir memengaruhi individu yang rentan dan kurang beruntung secara sosial-ekonomi.
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Model Sistem Informasi Geografis (GIS) harus diperkaya dengan variabel sosial seperti kepadatan penduduk berpenghasilan rendah, tingkat ketergantungan pada transportasi publik, dan ketersediaan layanan kesehatan kritis di sepanjang jaringan. Analisis ini akan mengidentifikasi ruas jalan yang sangat penting (critical road segments) yang jika terputus, akan memberikan dampak disproporsional terhadap komunitas rentan.

4. Evaluasi Kinerja Bahan Konstruksi Adaptif dan Berkelanjutan

Studi dalam Kategori E (Mitigasi) harus beralih dari usulan mitigasi ke evaluasi kinerja struktural dan lingkungan.

  • Justifikasi Ilmiah: Mitigasi memerlukan pertimbangan desain yang lebih baik, termasuk penggunaan material yang berkelanjutan dan elevasi jalan. Evaluasi komprehensif diperlukan untuk menguji kelayakan jangka panjangnya.
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian harus melakukan Uji Laboratorium Skala Penuh dan Analisis Siklus Hidup (LCA) untuk material konstruksi alternatif, seperti geomaterial berbasis limbah dan produk sampingan. Variabel yang diuji harus mencakup koefisien abrasi dan ketahanan struktural material di bawah tekanan banjir dengan kecepatan dan durasi aliran tinggi yang berbeda. Hal ini diperlukan untuk memajukan standar desain yang lebih efektif.

5. Pemodelan Kegagalan Berantai Probabilistik Antarsistem Kritis

Riset harus memperdalam pemahaman tentang sifat interdependensi antar infrastruktur kritis (Kategori F).

  • Justifikasi Ilmiah: Banjir menyebabkan kegagalan berantai (cascading failure), dan analisis risiko harus mencerminkan interdependensi ini, bukan hanya kegagalan satu komponen.
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Perlu dikembangkan Model Simulasi Berbasis Agen (Agent-Based Simulation) yang fokus pada hubungan antara jaringan transportasi darat (jalan dan rel) dan infrastruktur energi (listrik). Pemodelan ini harus menghitung probabilitas penutupan jalan akibat banjir yang menyebabkan kegagalan sistematis di sektor energi (misalnya, tiang listrik roboh, gardu terendam) yang pada akhirnya melumpuhkan transportasi (misalnya, lampu lalu lintas mati, operasional transit listrik terhenti).

Kesimpulan

Tinjauan sistematis ini menunjukkan bahwa komunitas riset telah meletakkan fondasi yang kuat dalam pemahaman risiko dan kerentanan infrastruktur transportasi terhadap banjir. Namun, tantangan yang lebih besar, dan potensi jangka panjang yang sesungguhnya, terletak pada penguatan Langkah Implementasi dan Evaluasi IRPF CISA. Dengan memfokuskan agenda riset ke depan pada pengembangan metrik kinerja operasional, integrasi data real-time yang cerdas, analisis kerentanan yang inklusif, dan pemodelan interdependensi, peneliti dapat secara aktif menutup kesenjangan antara teori dan praktik. Upaya-upaya ini akan mengubah transportasi dari sekadar objek yang rentan menjadi sistem yang adaptif dan benar-benar tangguh dalam menghadapi ancaman iklim yang terus meningkat.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi pemerintah daerah (misalnya, dinas PUPR, perhubungan), industri teknologi geospasial, dan lembaga donor/hibah riset global untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, serta mendorong transisi dari analisis risiko ke ketahanan yang terimplementasi secara efektif.

Baca paper aslinya di sini