Mengurai Hambatan Digitalisasi Utilitas Air di Swedia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

19 Juni 2025, 14.58

pixabay.com

Pendahuluan: Air, Digitalisasi, dan Masa Depan Layanan Publik

Air merupakan infrastruktur vital yang menopang kehidupan sosial dan ekonomi. Di Swedia, tantangan seperti urbanisasi, infrastruktur menua, dan perubahan iklim mendorong kebutuhan untuk mendigitalisasi sistem penyediaan air. Namun, adopsi solusi digital masih tertinggal dibandingkan sektor lain. Laporan tesis "Aligning Currents" oleh Emelie Skantz (2024) menyoroti berbagai hambatan utama dalam proses digitalisasi utilitas air, berdasarkan wawancara dengan penyedia teknologi dan operator air di Swedia.

Tujuan dan Metodologi Studi

Penelitian ini mengeksplorasi dua pertanyaan utama:

  • Apa saja hambatan utama digitalisasi utilitas air di Swedia?
  • Bagaimana perbedaan persepsi antara operator air dan penyedia teknologi?

Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam dengan 11 pemangku kepentingan dari utilitas air, penyedia teknologi, konsultan, dan akademisi, serta ditunjang dengan literatur sekunder.

Hambatan Utama Digitalisasi Utilitas Air

1. Tidak Ada Strategi dan Visi Digitalisasi yang Jelas
Banyak utilitas air tidak memiliki strategi digitalisasi formal. WU4 menyebut meski telah melakukan beberapa lokakarya, belum ada arah strategis yang konkret. WU1 menekankan digitalisasi dilakukan secara “instingtif” tanpa panduan tujuan jangka panjang.

2. Dukungan Manajemen dan Struktur Organisasi Lemah
Digitalisasi belum menjadi prioritas manajerial. Banyak CEO/utilitas masih menganggap digitalisasi sebagai proyek teknologi, bukan investasi strategis. Konsultan C1 menyebut banyak perusahaan air “belum siap secara budaya dan struktur” menghadapi proyek transformasi digital.

3. Kekurangan Kompetensi dan Sumber Daya Manusia
Kekurangan tenaga ahli membuat inisiatif digitalisasi seringkali gagal dieksekusi meskipun sudah direncanakan. Bahkan, posisi seperti manajer digitalisasi kadang tidak dibekali dengan kewenangan atau dukungan memadai.

4. Isu Keamanan Siber dan Kepemilikan Data
Kekhawatiran tentang cybersecurity dan kontrol data jadi penghambat utama, terutama untuk layanan berbasis cloud atau “data as a service”. Risiko vendor lock-in juga menghambat adopsi luas.

5. Kurangnya Insentif Regulasi dan Kebijakan
Tidak ada mandat nasional untuk mendorong digitalisasi. Operator tidak diberi insentif dari pemerintah, padahal biaya investasi tinggi dan tarif air rendah membuat pengembalian investasi sulit dihitung.

Perspektif Penyedia Teknologi: Selaras tapi Terkendala

Penyedia teknologi, terutama yang sudah mapan dan tergabung dalam asosiasi industri seperti Vattenindustrin, merasa sudah cukup memahami kebutuhan pasar. Namun mereka menyebut tantangan utama datang dari organisasi pelanggan sendiri, terutama lambatnya pengambilan keputusan, struktur birokratis, dan sikap konservatif.

Peluang solusi yang diusulkan:

  • Membangun “champion” internal di dalam utilitas air (pegawai dengan minat digitalisasi)
  • Memberikan pelatihan bersama, bukan hanya menjual produk
  • Mengemas digitalisasi sebagai solusi efisiensi atau penghematan energi, bukan sekadar proyek teknologi

Studi Kasus dan Angka-Angka Kunci

  • 90% penduduk Swedia bergantung pada layanan air milik publik
  • Infrastruktur air Swedia dibangun pada era 1950–1970 dan kini menua
  • Swedia memiliki 1.200–1.300 IPAL dan 1.600 instalasi air bersih
  • Selisih tarif antar kota bisa mencapai 500%
  • 90% utilitas air menggunakan air tanah sebagai sumber

Data ini menunjukkan kompleksitas dan kebutuhan investasi besar yang sulit diatasi tanpa transformasi struktural dan digitalisasi yang sistemik.

Temuan Tambahan dari Literatur

  • Digitalisasi belum didefinisikan secara universal; tiap organisasi punya interpretasi berbeda.
  • Budaya organisasi konservatif dan keengganan terhadap risiko sangat tinggi di sektor air.
  • Regulasi justru sering menghambat inovasi karena tumpang tindih otoritas dan kurangnya insentif eksplisit.
  • Banyak teknologi canggih gagal diimplementasikan karena kurangnya model bisnis yang mendukung atau kegagalan dalam proses scaling-up.
  • Kolaborasi lintas sektor (dengan penyedia teknologi, akademisi, pemerintah) belum optimal, padahal sangat krusial.

Rekomendasi Praktis

  1. Bentuk Strategi Digitalisasi Nasional: Pemerintah perlu menetapkan arahan dan insentif untuk mendorong utilitas air melakukan transformasi digital.
  2. Bangun Kapasitas Internal: Prioritaskan pelatihan SDM, pembentukan tim digital internal, dan pemberian otoritas pada manajer digital.
  3. Dorong Kemitraan Strategis: Fasilitasi kolaborasi berkelanjutan antara utilitas air dan penyedia teknologi, termasuk sandbox regulasi.
  4. Perbarui Infrastruktur dan Model Investasi: Pemerintah daerah perlu mendesain ulang skema investasi utilitas agar bisa menyerap solusi digital jangka panjang.
  5. Gunakan Pendekatan Multistakeholder: Libatkan asosiasi industri, lembaga riset, dan komunitas pengguna dalam proses transformasi.

Kesimpulan: Digitalisasi Butuh Tata Kelola dan Budaya Baru

Digitalisasi sektor air bukan sekadar mengganti meter manual dengan sensor pintar. Ia menuntut perubahan budaya, restrukturisasi organisasi, penyesuaian regulasi, dan peningkatan kompetensi. Studi ini menegaskan bahwa keberhasilan digitalisasi di sektor air akan sangat bergantung pada kemampuan berbagai aktor untuk bekerja sama secara terkoordinasi, dengan tujuan dan tanggung jawab yang jelas.

Tanpa strategi menyeluruh dan reformasi institusional, digitalisasi hanya akan jadi buzzword—bukan solusi nyata atas tantangan air masa kini.

Sumber : Skantz, E. (2024). Aligning Currents: Uncovering Perspectives on Barriers in Water Utility Digitalization. Master of Science Thesis, KTH Royal Institute of Technology. TRITA-ITM-EX 2024:302.