Mengurai Benang Kusut Pembengkakan Biaya: Analisis Hierarkis Faktor-Faktor Kunci dalam Proyek Konstruksi Indonesia

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

14 September 2025, 23.03

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Pembengkakan biaya (cost overruns) merupakan sebuah penyakit kronis dalam industri konstruksi yang sering kali menjadi penentu utama kegagalan sebuah proyek. Karya Calvin Limantoro, Andi, dan Jani Rahardjo yang berjudul, "Analisa Faktor Cost Overruns dengan Metode Interpretive Structural Modeling pada Proyek Konstruksi di Indonesia," secara sistematis berupaya membongkar kompleksitas di balik fenomena ini. Latar belakang masalah yang diangkat adalah bahwa faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya sering kali bersifat kualitatif dan saling terkait, sehingga pendekatan yang hanya membuat daftar penyebab tanpa memahami hubungan sebab-akibat di antara mereka menjadi tidak efektif untuk mitigasi.

Kerangka teoretis penelitian ini dibangun di atas sintesis literatur yang cermat, di mana penulis mengidentifikasi dan memilih lima belas faktor utama penyebab cost overruns yang paling sering muncul dalam studi-studi sebelumnya. Dengan demikian, penelitian ini tidak bertujuan untuk menemukan faktor-faktor baru, melainkan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan yang lebih krusial: memetakan struktur hierarkis dan hubungan kausal antar faktor-faktor tersebut dalam konteks spesifik industri konstruksi di Indonesia. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana yang merupakan akar masalah fundamental dan mana yang hanya merupakan gejala, sehingga upaya pencegahan dapat difokuskan pada titik-titik dengan daya ungkit tertinggi.

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi metodologi hibrida yang canggih, mengintegrasikan dua teknik pengambilan keputusan multikriteria (Multi-Criteria Decision-Making - MCDM), yaitu Interpretive Structural Modeling (ISM) dan Decision-making Trial and Evaluation Laboratory (DEMATEL). Pendekatan ini memungkinkan analisis yang melampaui sekadar identifikasi faktor untuk memodelkan interaksi dinamis di antara mereka.

Pengumpulan data dilakukan melalui survei kuesioner perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang disebar kepada delapan orang responden yang dikategorikan sebagai ahli di bidang konstruksi, dengan kriteria utama memiliki pengalaman sebagai manajer proyek. Proses analisis data sangat terstruktur:

  1. Metode DEMATEL digunakan untuk mengkuantifikasi kekuatan pengaruh antar faktor, menghasilkan matriks hubungan total (Total-Relation Matrix) dan mengklasifikasikan faktor sebagai penyebab (dispatcher) atau akibat (receiver).

  2. Hasil dari DEMATEL kemudian diubah menjadi masukan untuk metode ISM, yang digunakan untuk membangun model struktur hierarkis yang memvisualisasikan hubungan antar faktor ke dalam beberapa tingkatan, dari akar masalah yang paling dasar hingga dampak yang paling permukaan.

Kebaruan dari karya ini terletak pada aplikasi metodologisnya yang rigor untuk konteks Indonesia. Dengan menggabungkan ISM dan DEMATEL, penelitian ini berhasil mengubah daftar faktor kualitatif yang tidak terstruktur menjadi sebuah model kausal yang dapat ditindaklanjuti, memberikan sebuah peta sistemik dari permasalahan cost overruns.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data yang komprehensif menghasilkan sebuah model hierarkis empat tingkat yang secara jelas memetakan hubungan sebab-akibat dari kelima belas faktor cost overruns.

  • Pada level paling dasar (Level 4), penelitian ini mengidentifikasi Keterbatasan Sumber Daya Manusia (F6) sebagai akar masalah yang paling fundamental. Ini adalah pendorong utama yang mempengaruhi semua faktor lain dalam sistem.

  • Pada Level 3, terdapat dua faktor yang dipengaruhi oleh keterbatasan SDM namun menjadi penyebab bagi level di atasnya, yaitu Manajemen Kontraktor yang Buruk (F7) dan Adanya Praktik Kecurangan pada Internal Perusahaan (F8).

  • Pada Level 2, terdapat faktor-faktor yang lebih bersifat perantara, seperti Perencanaan dan Estimasi Pekerjaan yang Buruk (F1), Harga Material yang Berubah-ubah (F3), dan Perubahan Cuaca yang Tidak Menentu (F14).

  • Pada Level 1, terdapat sembilan faktor yang merupakan dampak atau gejala paling permukaan dari masalah di level-level yang lebih dalam. Faktor-faktor ini termasuk Keterlambatan Pekerjaan (F5), Perubahan Desain (F2), Kontrak yang Tidak Menguntungkan (F12), dan Kualitas Pekerjaan yang Buruk (F15).

Analisis DEMATEL lebih lanjut mengonfirmasi temuan ini. Ketika kedua metode disintesis, tiga faktor secara konsisten muncul sebagai akar masalah utama dengan daya penggerak (driving power) tertinggi dan tingkat ketergantungan (dependence) yang rendah:

  1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (F6)

  2. Manajemen Kontraktor yang Buruk (F7)

  3. Adanya Praktik Kecurangan pada Internal Perusahaan (F8)

Secara kontekstual, temuan ini sangat signifikan. Ia menunjukkan bahwa masalah-masalah yang sering terlihat di permukaan seperti keterlambatan atau perubahan desain sering kali hanyalah gejala dari masalah yang lebih fundamental di tingkat kapabilitas SDM, integritas manajemen, dan praktik etis perusahaan.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Penulis secara eksplisit mengakui keterbatasan utama dari penelitian ini, yaitu ketergantungan pada penilaian subjektif dari sekelompok kecil ahli (delapan responden). Meskipun umum dalam studi ISM/DEMATEL, hal ini berarti bahwa model yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan bias dari para ahli yang berpartisipasi.

Sebagai refleksi kritis, meskipun model ini memberikan wawasan kausal yang mendalam, ia tidak dapat digeneralisasi secara statistik ke seluruh industri konstruksi Indonesia. Validitasnya bergantung sepenuhnya pada keahlian dan representativitas dari panel ahli yang dipilih.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat kuat. Model hierarkis yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai kerangka kerja strategis bagi para manajer proyek dan pemilik perusahaan. Alih-alih memadamkan "kebakaran" di Level 1 (misalnya, mengatasi keterlambatan dengan kerja lembur), mereka dapat memfokuskan sumber daya dan upaya perbaikan pada tiga akar masalah di Level 3 dan 4. Mengatasi masalah keterbatasan SDM melalui pelatihan, memperbaiki sistem manajemen kontraktor, dan memperkuat kontrol internal untuk mencegah kecurangan akan memberikan dampak sistemik yang jauh lebih besar dalam mencegah cost overruns.

Untuk penelitian di masa depan, penulis secara tepat merekomendasikan perlunya validasi lebih lanjut menggunakan metode statistik seperti Structural Equation Modeling (SEM) dengan sampel yang lebih besar. Hal ini akan memungkinkan pengujian hipotesis hubungan kausal yang diidentifikasi dalam model ini secara kuantitatif, sehingga meningkatkan validitas dan generalisasi temuan.

Sumber

Limantoro, C., Andi, & Rahardjo, J. (2023). Analisa Faktor Cost Overruns dengan Metode Interpretive Structural Modeling pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Dimensi Utama Teknik Sipil, 10(1), 20-37. DOI: 10.9744/duts.10.1.20-37