Mengurai Akar Masalah Keterlambatan Proyek Konstruksi: Fokus pada Faktor Keuangan di Malaysia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

31 Mei 2025, 08.27

Pexels.com

Mengapa Masalah Keuangan Jadi Biang Keterlambatan Proyek?

 

Dalam industri konstruksi, keterlambatan proyek bukan sekadar soal teknis—faktor keuangan justru kerap menjadi pemicu utama. Di Malaysia, persoalan ini terbukti nyata: pada tahun 2005, sekitar 17,3% dari 417 proyek pemerintah mengalami keterlambatan lebih dari tiga bulan atau bahkan terbengkalai. Padahal, sektor konstruksi menyumbang 4,6% dari PDB nasional di 2007 dan menyerap lebih dari 600.000 tenaga kerja.

 

Penelitian oleh Abdul-Rahman, Takim, dan Wong Sze Min (2009) mengangkat permasalahan ini secara komprehensif dengan menyelidiki empat faktor utama yang menghambat penyelesaian proyek dari sisi keuangan: keterlambatan pembayaran, manajemen arus kas yang lemah, keterbatasan sumber dana, dan ketidakstabilan pasar finansial.

 

Metodologi Penelitian: Kombinasi Survei dan Wawancara Mendalam

 

Penelitian ini mengadopsi pendekatan campuran yang melibatkan:

 

Distribusi kuesioner kepada 558 pihak profesional konstruksi (klien, kontraktor, konsultan, bankir), dengan 110 respon (tingkat respon 19,7%).

 

Wawancara mendalam terhadap 8 narasumber utama dari masing-masing kelompok profesi.

 

Analisis tematik terhadap 19 faktor penyebab yang dikelompokkan menjadi empat kategori utama.

 

Empat Akar Masalah Finansial Penyebab Keterlambatan Proyek

 

1. Keterlambatan Pembayaran

Keterlambatan pembayaran—terutama oleh klien—memicu efek domino dalam rantai proyek. Penundaan ini sering disebabkan oleh:

  • Manajemen keuangan klien yang buruk (skor 442),
  • Penahanan pembayaran oleh klien (427),
  • Keterlambatan dalam evaluasi nilai pekerjaan oleh konsultan (377),
  • Dokumentasi yang tidak lengkap (375).

 

2. Manajemen Arus Kas yang Lemah

Sebagai darah kehidupan proyek, arus kas yang sehat menentukan kelangsungan pekerjaan. Sayangnya, banyak kontraktor gagal menjaga hal ini. Beberapa penyebabnya:

  • Keuangan kontraktor yang tidak stabil (441),
  • Penawaran tender yang tidak realistis oleh kontraktor tidak berkualitas (436),
  • Tidak adanya prakiraan arus kas yang teratur (425).

 

3. Sumber Dana Tidak Cukup

Keterbatasan dana bisa berasal dari:

  • Sulitnya mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan (394),
  • Ketidaksiapan anggaran pemerintah saat proyek sudah berjalan (386).

 

4. Ketidakstabilan Pasar Keuangan

Faktor eksternal turut memperburuk kondisi:

  • Inflasi bahan, upah tenaga kerja, dan transportasi (454),
  • Kenaikan suku bunga pinjaman (382),
  • Fluktuasi nilai tukar (395).

 

Temuan Data: Prioritas dan Frekuensi Faktor

 

Analisis menunjukkan bahwa:

 

Faktor paling signifikan adalah manajemen arus kas yang buruk (464),

 

Faktor paling sering terjadi adalah ketidakstabilan pasar keuangan (349),

 

Semua kelompok profesional sepakat bahwa arus kas buruk adalah akar utama keterlambatan proyek.

 

Peran Klien dalam Mengurangi Keterlambatan

 

Menariknya, 60% responden menyatakan bahwa klien adalah pihak paling bertanggung jawab untuk mengatasi hambatan keuangan. Salah satu komentar bahkan menyebut pemerintah sebagai aktor penting dalam mencairkan anggaran tepat waktu.

 

Studi Kasus dan Konteks Global

 

Beberapa contoh serupa di negara lain menguatkan temuan ini:

  • Jordan: Banyak kontraktor terhambat karena perubahan desain oleh klien meningkatkan beban biaya tak terduga.
  • Thailand: Proyek jalan tol terganggu karena dana dari pemerintah pusat tertunda.
  • Indonesia: Kontraktor lokal kesulitan mengakses pinjaman modal kerja untuk proyek-proyek gedung bertingkat tinggi.

 

Rekomendasi Praktis untuk Industri Konstruksi

 

Untuk Klien:

  • Bayar tepat waktu kepada kontraktor utama.
  • Gunakan sistem financial assignment agar pemasok dibayar langsung oleh klien.
  • Bagi proyek besar menjadi tahap-tahap kecil agar lebih manageable.

 

Untuk Kontraktor:

  • Jangan menangani terlalu banyak proyek sekaligus.
  • Lakukan penilaian risiko finansial sebelum menerima proyek.
  • Lakukan pengendalian biaya internal dan perencanaan arus kas berkala.
  • Terapkan sistem kuota dan pilih klien yang punya reputasi pembayaran baik.

 

Untuk Lembaga Keuangan:

  • Percepat proses pencairan dana setelah syarat dipenuhi.
  • Berikan fasilitas pembiayaan akhir (end-financing) untuk proyek pembangunan.

 

Untuk Pemerintah dan Legislator:

  • Revisi kontrak standar agar menjamin kejelasan dan kecepatan dalam proses pembayaran.
  • Terapkan undang-undang yang mengatur penalti atas keterlambatan pembayaran oleh klien.
  • Sosialisasikan pentingnya manajemen keuangan dalam proyek pemerintah.

 

Kritik dan Catatan Tambahan

 

Meski studi ini komprehensif, beberapa aspek bisa ditingkatkan:

  • Tingkat respons survei hanya 19,7%, berisiko tidak mencerminkan populasi industri secara keseluruhan.
  • Tidak ada estimasi kerugian finansial dalam bentuk angka konkret untuk setiap faktor.
  • Tidak membedakan antara proyek sektor publik dan swasta, padahal dinamika keuangan keduanya cukup berbeda.

 

Penelitian lanjutan disarankan untuk fokus pada proyek-proyek mikro (< RM 1 juta) dan membandingkan model pembiayaan antara proyek pemerintah dan proyek developer swasta.

 

Kesimpulan: Saatnya Memutus Rantai Masalah Keuangan Proyek Konstruksi

 

Keterlambatan proyek di Malaysia, sebagaimana di banyak negara berkembang, tidak semata-mata disebabkan oleh masalah teknis atau manajerial. Penelitian ini membuktikan bahwa masalah keuangan adalah simpul utama yang harus segera ditangani.

 

Kunci utama ada pada klien dan kontraktor. Klien harus lebih disiplin dalam pengelolaan dana dan pembayaran, sedangkan kontraktor perlu memperkuat kemampuan manajerial dan keuangannya agar tidak hanya bergantung pada arus pembayaran dari atas.

 

Dengan penerapan praktik yang lebih profesional dan dukungan regulasi yang tepat, industri konstruksi dapat menghindari spiral keterlambatan akibat krisis finansial internal.

 

 

Sumber:

Abdul-Rahman, H., Takim, R., & Wong, S. M. (2009). Financial-related causes contributing to project delays. Journal of Retail & Leisure Property, 8(3), 225–238. DOI:10.1057/rlp.2009.11