Pendahuluan: Konstruksi dan Risiko—Sisi Gelap Pembangunan
Sektor konstruksi menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan infrastruktur di Indonesia. Namun, di balik gegap gempita pembangunan gedung pencakar langit atau infrastruktur publik, tersembunyi persoalan yang sering luput dari perhatian: tingginya angka kecelakaan kerja. Artikel karya Junaidin, Hajia, dan Nurliah yang diterbitkan dalam Media Ilmiah Teknik Sipil mengangkat isu krusial ini dalam konteks Kota Kendari—sebuah kota yang sedang berkembang pesat di Sulawesi Tenggara.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif-kuantitatif dan penyebaran kuesioner kepada tenaga kerja konstruksi, artikel ini menyajikan analisis menyeluruh atas penyebab dan jenis kecelakaan yang terjadi di proyek pembangunan gedung di Kendari. Namun, lebih dari sekadar memaparkan data, artikel ini membuka ruang refleksi penting bagi para pemangku kebijakan dan pelaku industri konstruksi.
Metodologi Penelitian yang Tepat Sasaran
Penelitian ini melibatkan 32 responden dari berbagai proyek gedung yang tersebar di Kota Kendari. Metode yang digunakan cukup sederhana namun efisien, yakni kuisioner dengan pendekatan rating skala Likert 1–5. Kriteria kecelakaan yang diteliti meliputi:
-
Faktor manusia (human error)
-
Faktor lingkungan
-
Faktor peralatan
-
Faktor manajemen proyek
Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi dengan jelas sumber utama terjadinya kecelakaan kerja.
Temuan Kunci Penelitian: Dominasi Human Error
Statistik Penting
Dari hasil kuesioner yang dianalisis menggunakan metode skoring, diperoleh data bahwa faktor manusia adalah penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yakni dengan skor 227. Ini jauh melampaui faktor lingkungan (156), peralatan (128), dan manajemen proyek (126). Temuan ini konsisten dengan banyak riset internasional seperti dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA) yang menyatakan bahwa lebih dari 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh kesalahan manusia.
Jenis Kecelakaan yang Dominan
Jenis kecelakaan yang paling sering terjadi adalah:
-
Terjatuh dari ketinggian (skor 198)
-
Tertimpa material (skor 187)
-
Terpeleset dan tersandung (skor 174)
-
Luka oleh alat tajam/berat (skor 163)
Jenis kecelakaan ini sangat umum pada proyek-proyek struktur vertikal seperti gedung bertingkat yang masih dalam tahap struktur atau pemasangan elemen arsitektural.
Studi Kasus Nyata—Paralel dengan Kasus di Lapangan
Kecelakaan kerja seperti yang dipaparkan dalam studi ini bukan sekadar statistik, melainkan kenyataan pahit yang terjadi di lapangan. Misalnya, pada 2023 lalu, proyek pembangunan di Jakarta Selatan mengalami kecelakaan fatal ketika seorang pekerja jatuh dari lantai enam karena tidak menggunakan alat pengaman. Insiden ini seolah menjadi bukti nyata atas apa yang ditemukan oleh tim penulis dalam konteks Kendari.
Analisis Tambahan: Apa yang Bisa Diperbaiki?
Kelemahan Sistemik dalam Manajemen Keselamatan
Meskipun faktor manusia mendominasi penyebab kecelakaan, bukan berarti tanggung jawab sepenuhnya ada pada pekerja. Rendahnya budaya keselamatan dan lemahnya pengawasan dari manajemen menjadi penyebab tidak langsung yang sama pentingnya. Misalnya, kurangnya pelatihan keselamatan kerja, tidak adanya briefing sebelum mulai bekerja, hingga tidak tersedianya alat pelindung diri (APD) yang memadai.
Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini sejalan dengan temuan dari Djafri et al. (2020) dalam studi mereka terhadap proyek di Sulawesi Utara, yang menunjukkan bahwa kecelakaan kerja sangat terkait dengan kurangnya pelatihan dan pengawasan langsung di lapangan.
Rekomendasi Praktis untuk Sektor Konstruksi
Penelitian ini tidak hanya menggambarkan masalah, tapi juga menyarankan beberapa solusi konkret:
-
Peningkatan pelatihan keselamatan kerja secara berkala
-
Evaluasi sistem manajemen proyek agar lebih menekankan aspek keselamatan
-
Pengawasan penggunaan APD secara ketat oleh mandor atau supervisor
-
Audit keselamatan berkala oleh tim internal maupun eksternal
Relevansi dengan Tren Industri dan Tantangan Global
ESG dan Tanggung Jawab Sosial
Dalam era ESG (Environmental, Social, and Governance), aspek keselamatan kerja menjadi indikator penting dalam evaluasi proyek konstruksi. Perusahaan yang mengabaikan keselamatan tenaga kerjanya tidak hanya merisikokan nyawa, tetapi juga reputasi dan kelangsungan proyek.
Revolusi Industri 4.0 dan Keselamatan Kerja
Teknologi seperti sensor pemantau keselamatan, drone untuk inspeksi area berisiko, dan BIM (Building Information Modeling) untuk perencanaan yang lebih presisi menjadi peluang baru untuk menekan kecelakaan kerja. Penelitian ini menjadi argumen kuat bahwa adopsi teknologi harus dipercepat dalam dunia konstruksi.
Kritik dan Saran terhadap Penelitian
Meski artikel ini cukup komprehensif, ada beberapa kekurangan yang bisa dikembangkan ke depan:
-
Jumlah responden relatif kecil (32 orang) sehingga validitas eksternal hasil masih terbatas.
-
Tidak ada penjabaran detail profil proyek (tingkat risiko, tipe gedung, durasi proyek) yang bisa memperkuat konteks
-
Metode statistik lebih kompleks seperti regresi atau analisis multivariat bisa memperdalam pemahaman keterkaitan antar variabel.
Kesimpulan: Keselamatan Kerja Bukan Sekadar Formalitas
Penelitian ini merupakan cermin tajam atas kondisi lapangan di industri konstruksi Indonesia. Kota Kendari hanyalah salah satu contoh di antara ratusan wilayah lainnya yang menghadapi problematika serupa. Dengan mengedepankan faktor manusia sebagai penyebab utama kecelakaan, peneliti sekaligus menantang para pelaku industri untuk tidak hanya menyalahkan pekerja, melainkan juga memperbaiki sistem manajerial, desain pelatihan, dan pendekatan keselamatan.
Lebih dari itu, penelitian ini menyuarakan pesan moral: keselamatan kerja bukan sekadar regulasi, melainkan bentuk penghormatan terhadap nyawa manusia.
Sumber:
Junaidin, Muhammad Chaiddir Hajia, dan Nurliah. (2023). Analisis Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi Gedung di Kota Kendari. Media Ilmiah Teknik Sipil. Tautan Artikel