Mengungkap Potensi dan Tantangan Penerapan BIM di Industri Konstruksi Indonesia dari Perspektif Pengguna

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

07 Mei 2025, 10.45

Freepik.com

Pendahuluan: Teknologi sebagai Solusi Transformasi Konstruksi

 

Di tengah tantangan produktivitas yang stagnan di industri konstruksi, Building Information Modeling (BIM) hadir sebagai inovasi digital menjanjikan. Meski bukan hal baru, penerapan BIM di Indonesia masih terbatas. Penelitian oleh Cindy F. Mieslenna dan Andreas Wibowo bertajuk Exploring the Implementation of Building Information Modeling (BIM) in the Indonesian Construction Industry from Users' Perspectives menjadi tonggak penting dalam memahami realitas adopsi BIM dari suara para praktisi lapangan.

 

Manfaat BIM: Efisiensi, Kolaborasi, dan Keunggulan Kompetitif

 

Wawancara semi-terstruktur terhadap 10 praktisi berpengalaman membuktikan bahwa BIM memiliki dampak signifikan dalam:

  • Meningkatkan kontrol proyek dan deteksi dini konflik desain
  • Mengurangi permintaan klarifikasi (RFI)
  • Menurunkan kebutuhan rework dan limbah material
  • Mempermudah dokumentasi dan estimasi biaya
  • Menjadi alat komunikasi visual yang efektif dengan klien

Contoh nyatanya, perusahaan yang menggunakan BIM mengaku lebih mudah memenangkan proyek baru berkat visualisasi desain 3D dan estimasi biaya yang real-time. Ini sejalan dengan tren global, seperti studi Azhar (2011) yang menyatakan ROI BIM bisa mencapai 634%.

 

Kendala Utama: Investasi Tinggi dan Pergeseran Budaya

 

1. Biaya Investasi Awal

Sebagian besar responden menyebutkan tingginya biaya software, hardware, dan pelatihan sebagai kendala utama. Bahkan ada yang memilih membeli software dari luar negeri demi efisiensi.

 

"Perangkat lunaknya mahal, dan perangkat kerasnya tidak umum. Ini bukan investasi kecil," (R8).

Namun, sebagian lainnya menilai investasi tersebut sepadan dengan efisiensi yang dihasilkan.

 

2. Resistensi Budaya Kerja

Transisi dari metode konvensional 2D ke BIM memicu resistensi internal.

 

"Perubahan budaya kerja adalah tantangan terbesar. SDM butuh waktu untuk beradaptasi," (R6).

 

3. Kurangnya Regulasi dan Standardisasi

Meski Permen PUPR No. 22/PRT/M/2018 mulai mewajibkan BIM untuk proyek tertentu, peraturan ini dinilai masih baru dan belum sepenuhnya efektif. Kekhawatiran juga muncul terkait kepemilikan data, standarisasi notasi, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan.

 

Dinamika Kontrak dan Kolaborasi

 

Responden menunjukkan pandangan berbeda soal jenis kontrak:

  • Kontraktor lebih memilih design-build (DB) karena kontrol lebih tinggi.
  • Konsultan perencana merasa DB menghambat independensi profesional mereka.

Perbedaan ini mencerminkan pentingnya penyelarasan kepentingan dalam penerapan BIM.

 

Strategi Akselerasi Penerapan BIM

 

a. Pelatihan dan Alih Pengetahuan

 

Pelatihan dari vendor dinilai dangkal. Perusahaan mengandalkan:

  • Pelatihan internal berkelanjutan
  • Pengalaman proyek percontohan
  • Alih pengetahuan antarstaf

Kesesuaian disiplin ilmu modeler juga menjadi syarat penting.

 

b. Integrasi Kurikulum Akademik

 

Beberapa universitas telah memasukkan BIM ke dalam silabus. Keterlibatan praktisi sebagai dosen tamu memperkuat sinergi dunia industri dan pendidikan.

 

c. Sinkronisasi Internal Organisasi

 

BIM membutuhkan partisipasi lintas divisi, bukan sekadar dibebankan ke satu divisi khusus. Strategi bottom-up dinilai lebih inklusif dan berkelanjutan.

 

Potensi Masa Depan: Tren Positif Meski Masih Bertahap

 

Seluruh responden optimis terhadap masa depan BIM di Indonesia. Meningkatnya permintaan klien, pelatihan dari pemerintah, dan pertumbuhan asosiasi seperti IBIMI jadi indikator positif.

 

Namun, peningkatan adopsi akan berjalan efektif jika disertai:

  • Regulasi yang mendorong, bukan membebani
  • Bukti ekonomi nyata dari implementasi BIM
  • Kolaborasi lintas aktor dalam ekosistem konstruksi

 

Opini Kritis: Jalan Panjang Menuju Transformasi Digital Total

 

Dari sudut pandang praktis, tantangan terbesar bukan pada teknologi, melainkan kesiapan organisasi dan mentalitas pelaku industri. Seperti disampaikan dalam paper dan dikuatkan studi Taylor & Levvit (2007), faktor non-teknis lebih krusial dalam fase awal adopsi teknologi baru.

 

Komparasi Global

 

  • Di AS, BIM diwajibkan untuk proyek pemerintah sejak 2007.
  • Di Korea, hanya proyek di atas 50 miliar won yang wajib BIM.

Indonesia perlu merumuskan kebijakan bertahap yang realistis, sambil memperkuat kapabilitas SDM dan insentif ekonomi bagi pengguna awal.

 

Kesimpulan dan Rekomendasi

 

Kesimpulan:

  • BIM memiliki manfaat besar namun adopsinya masih rendah di Indonesia.
  • Kendala utama adalah biaya, budaya kerja, dan regulasi.
  • Diperlukan strategi kolaboratif untuk memperluas penerapan BIM.

 

Rekomendasi:

  • Pemerintah harus mendorong regulasi insentif, bukan represif.
  • Industri perlu membangun budaya pelatihan internal.
  • Institusi pendidikan harus berperan aktif dalam penyediaan tenaga ahli BIM.

 

 

Sumber:

 

Mieslenna, C. F., & Wibowo, A. (2019). Exploring the Implementation of Building Information Modeling (BIM) in the Indonesian Construction Industry from Users’ Perspectives. Universitas Katolik Parahyangan. Tersedia di: https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1052499.