Mengungkap Korupsi Besar dalam Kebijakan Iklim: Ancaman Nyata bagi Transisi Energi dan Keuangan Hijau

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

13 Juni 2025, 16.11

pixabay.com

Ketika Perubahan Iklim Bertemu Kepentingan Elit Global

Krisis iklim saat ini bukan hanya soal emisi karbon dan target net-zero, tetapi juga soal siapa yang mengendalikan arah kebijakan, aliran dana, dan distribusi sumber daya. Laporan "Grand Corruption and Climate Change Policies" yang diterbitkan oleh U4 Anti-Corruption Helpdesk (2022) secara gamblang mengungkap sisi gelap dari upaya global menanggulangi perubahan iklim—yakni korupsi besar (grand corruption).

Berbeda dari korupsi kecil seperti suap harian atau pungli, grand corruption melibatkan aktor politik tingkat tinggi, pengusaha besar, dan institusi multinasional yang memanipulasi hukum, regulasi, dan alokasi anggaran untuk kepentingan sempit. Di tengah kebutuhan akan investasi triliunan dolar untuk transisi energi dan perlindungan keanekaragaman hayati, korupsi jenis ini berisiko menggagalkan seluruh agenda keberlanjutan global.

Apa Itu Grand Corruption?

Grand corruption didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan tingkat tinggi yang mendistorsi fungsi inti pemerintahan demi kepentingan pribadi. Ciri utamanya meliputi:

  • Skala besar dan lintas batas negara,
  • Adanya keterlibatan pejabat tinggi dan aktor transnasional,
  • Perampasan sumber daya publik yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan umum.

Tiga bentuk utama dari grand corruption adalah:

  1. State capture – ketika kebijakan dirancang sesuai kepentingan elite.
  2. Regulatory capture – ketika badan pengawas dikendalikan oleh industri.
  3. Institutionalised grand corruption – ketika pelaksanaan kebijakan rutin dimanipulasi untuk kepentingan jaringan tertentu.

Grand Corruption dalam Transisi Energi: Di Balik Revolusi Hijau

1. Decarbonisation: Tarik Ulur Kepentingan dalam Pajak Karbon

Pajak karbon adalah instrumen penting untuk mengurangi emisi, namun penerapannya rawan manipulasi. Contohnya, di Indonesia, resistensi terhadap pajak karbon dipengaruhi oleh elite bisnis yang juga terlibat dalam politik. Studi menyebutkan bahwa keterlibatan pengusaha dalam partai politik menjadi alasan utama penundaan dan lemahnya desain kebijakan ini. Meski telah diumumkan, tarif pajak karbon di Indonesia sangat rendah dan penerapannya telah dua kali tertunda.

2. Revolving Door dan Regulatory Capture: Kasus Amerika Serikat

Di bawah pemerintahan Donald Trump, praktik "revolving door" tampak jelas ketika mantan pelobi batubara, Andrew Wheeler, diangkat menjadi pimpinan Badan Perlindungan Lingkungan (EPA). Kebijakan EPA bergeser tajam ke arah yang menguntungkan industri bahan bakar fosil. Fenomena ini menunjukkan bagaimana regulasi dapat dikendalikan oleh aktor industri yang sebelumnya berada di dalam atau dekat pusat kekuasaan.

3. Korupsi Institusional dalam Subsidi Energi Fosil

Fossil fuel subsidies—yang mencapai US$423 miliar per tahun—adalah salah satu bentuk alokasi anggaran yang rentan disalahgunakan. Di Nigeria, perusahaan minyak nasional NNPC terbukti tidak menyetor US$16 miliar ke pemerintah karena dikorupsi oleh elite politik. Indonesia pun tidak luput, di mana reformasi subsidi BBM kerap terhambat oleh tekanan dari pelaku industri dan politisi.

Studi Kasus: Kekuasaan, Korupsi, dan Energi Hijau di Balkan dan Afrika

Montenegro dan Makedonia Utara

Di Montenegro, sistem insentif energi terbarukan digunakan untuk menguntungkan lingkaran dekat Presiden Milo Đukanović. Proyek hydropower kecil yang seharusnya ramah lingkungan justru dikuasai oleh kroni politik. Dari 47 konsesi proyek, lebih dari separuh dikaitkan dengan partai penguasa saat itu.

Di Makedonia Utara, aturan energi terbarukan secara eksplisit menguntungkan perusahaan milik keluarga Wakil Perdana Menteri Ekonomi, Kočo Angjušev. Angjušev mengendalikan sepertiga proyek hydropower kecil di negara itu—praktik yang diduga sebagai bentuk state capture dan konflik kepentingan.

Uganda dan Malaysia

Di Uganda, dana dari skema GET FiT (feed-in-tariff energi hijau) justru digunakan untuk mendanai kampanye politik partai penguasa. Di Malaysia, proyek dam besar di Sarawak disalurkan ke perusahaan yang dikendalikan keluarga politikus Mahmud Taib—bukti bahwa proyek iklim besar pun bisa menjadi ladang korupsi.

Grand Corruption dalam Biodiversity Loss: Kerusakan yang Dilindungi Kekuasaan

Biodiversitas menjadi korban dari korupsi besar. Praktik suap, konversi lahan ilegal, dan pengabaian aturan konservasi terjadi atas restu aktor elite dan bisnis besar.

Contoh: Brasil dan Amazon

Eksploitasi hutan Amazon sering kali terjadi karena hubungan mesra antara politisi dan industri agribisnis atau pertambangan. Perizinan dikondisikan melalui donasi politik, dan pengawasan dilemahkan lewat penempatan loyalis industri dalam lembaga pengawasan lingkungan.

Mekanisme yang Sama, Dampak Lebih Luas

  • Lembaga konservasi dipolitisasi
  • Tindak tegas pelanggaran dilemahkan
  • Komunitas lokal kehilangan hak atas lahan

Grand Corruption dalam Climate Finance: Uang Hijau, Tujuan Kelabu

Dana iklim global bernilai miliaran dolar dari lembaga seperti Green Climate Fund, Bank Dunia, dan UNFCCC menjadi incaran jaringan korupsi.

Praktik yang Ditemukan:

  • Penunjukan proyek iklim fiktif
  • Tender proyek hanya untuk perusahaan tertentu
  • Dana diselewengkan untuk kepentingan politik

Kasus: Kroasia

Tiga orang, termasuk wali kota Nova Gradiska, dihukum karena memanipulasi pengadaan untuk proyek pembangkit surya dan pengolahan air limbah yang didanai oleh Uni Eropa. Skema ini menunjukkan bahwa korupsi skala besar dapat berlangsung bahkan dalam konteks negara maju.

Komoditas Baru, Korupsi Lama: Critical Minerals untuk Energi Terbarukan

Mengapa Rentan?

  • Lokasi tambang kritis (nikel, lithium, rare earth) banyak terdapat di negara-negara dengan tata kelola lemah.
  • Penambahan tekanan dari investor asing yang mengejar akses bahan baku.
  • Negara melakukan pelonggaran regulasi untuk menarik investasi.

Contoh:

  • Indonesia: Proses perizinan pertambangan rawan suap. Gubernur provinsi diduga menerima suap untuk mengeluarkan izin tambang dan mengalihfungsikan hutan.
  • Zambia: Menteri Pertambangan terbukti mengintervensi proses tender tambang.
  • Guatemala: Mantan pejabat tambang terlibat dalam perizinan yang menguntungkan perusahaan keluarganya.

Dampak Besar Grand Corruption terhadap Perubahan Iklim

Korupsi besar memperlambat, bahkan menggagalkan, agenda iklim global melalui berbagai cara:

1. Lingkungan

  • Eksploitasi sumber daya yang merusak (hutan, sungai, tambang)
  • Penundaan proyek energi bersih

2. Ekonomi

  • Alokasi anggaran tak efisien
  • Subsidi energi fosil justru memperparah ketergantungan

3. Kesehatan & HAM

  • Polusi dan degradasi ekosistem
  • Peminggiran komunitas lokal dan adat

4. Kepercayaan Publik

  • Ketidakpercayaan terhadap kebijakan iklim
  • Resistensi terhadap reformasi pajak karbon dan pencabutan subsidi

Kritik dan Rekomendasi: Jalan Menuju Transisi yang Bersih dan Transparan

🔍 Kritik

  • Laporan ini fokus pada dampak, namun belum banyak menggali upaya pencegahan konkret.
  • Perlu eksplorasi lebih lanjut pada peran lembaga internasional dan solusi berbasis masyarakat sipil.

Rekomendasi Kunci

  • Transparansi mutlak dalam pengadaan dan alokasi dana iklim
  • Regulasi ketat atas konflik kepentingan dan praktik revolving door
  • Penguatan kapasitas masyarakat sipil dan media investigatif
  • Mekanisme pelaporan publik yang aman dan inklusif

Mengapa Respon terhadap Perubahan Iklim Harus Antikorupsi

Laporan ini memperlihatkan bahwa tidak ada transisi energi, perlindungan biodiversitas, atau pendanaan iklim yang dapat berhasil tanpa membongkar dan menghentikan grand corruption. Keberhasilan kebijakan iklim bukan hanya soal teknologi dan dana, tetapi juga soal keadilan, tata kelola, dan integritas publik.

Indonesia, sebagai negara kaya sumber daya sekaligus rentan terhadap dampak iklim, harus belajar dari temuan ini. Kita perlu mendorong kebijakan iklim yang bukan hanya hijau di atas kertas, tetapi juga bersih dari pengaruh koruptif.

Sumber Artikel Asli:
Resimić, M. (2022). Grand Corruption and Climate Change Policies: Overview of Grand Corruption Evidence in Energy Transition, Biodiversity Loss and Climate Finance. U4 Anti-Corruption Helpdesk Answer, Transparency International.

Jika Anda ingin menyesuaikan artikel ini untuk publikasi web (dengan visual, infografik, atau internal linking tambahan), saya siap membantu menyempurnakannya.