Mengungkap Hambatan Adopsi BIM di Bali: Antara Harapan dan Kenyataan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

08 Mei 2025, 08.02

freepik.com

BIM bukan sekadar teknologi modeling tiga dimensi. Ia mengubah seluruh pendekatan konstruksi dengan menambahkan dimensi:

  • Waktu (4D) untuk mengelola jadwal,
  • Biaya (5D) untuk mengontrol anggaran,
  • Keberlanjutan (6D),
  • Manajemen fasilitas (7D).

Negara-negara seperti Inggris, Australia, dan Singapura sudah menjadikan BIM sebagai standar pada proyek infrastruktur nasional. Di Indonesia, Kementerian PUPR juga telah meluncurkan Roadmap Konstruksi Digital 2017–2024, menargetkan empat tahap: Adopsi, Digitalisasi, Kolaborasi, dan Integrasi.

Namun di Bali, penelitian menunjukkan bahwa implementasinya masih pada tahap awal.

Studi Kasus: Realita Implementasi BIM di Bali

Penelitian ini melibatkan 115 ahli konstruksi di Bali, dengan dominasi responden yang bekerja di proyek swasta, berpendidikan sarjana, dan berusia antara 31–40 tahun. Mayoritas proyek yang dikerjakan adalah bangunan gedung.

Dari hasil survei, tingkat adopsi BIM hanya mencapai 19%. Ini berarti dari lima profesional konstruksi, hanya satu yang menggunakan BIM dalam pekerjaannya.

Lebih rinci, di antara mereka yang mengadopsi BIM:

  • 54% hanya menggunakan BIM untuk membuat model 3D,
  • 14% telah memanfaatkan BIM untuk penjadwalan proyek (4D),
  • 32% mampu menggunakan BIM hingga tahap estimasi biaya dan parts-list (5D),
  • Tidak ada yang menggunakannya untuk 6D atau 7D.

Dalam hal kolaborasi dan pertukaran data, sebanyak 89% responden masih berada di BIM Level 1, yaitu berbagi file berbasis DWG atau PDF, sementara hanya 11% yang sudah menggunakan format pertukaran data standar seperti IFC dan COBie di Level 2. Belum ada yang mencapai kolaborasi penuh di Level 3.

Temuan ini menunjukkan bahwa adopsi BIM di Bali belum matang dan masih sangat bergantung pada metode tradisional.

Hambatan Utama dalam Mengadopsi BIM di Bali

Melalui analisis mendalam menggunakan metode Relative Importance Index (RII), penelitian ini mengidentifikasi lima hambatan utama:

Pertama, biaya adopsi BIM dianggap terlalu mahal. Mulai dari harga perangkat lunak, kebutuhan perangkat keras tambahan, hingga biaya pelatihan, semua menjadi beban berat terutama bagi penyedia jasa konstruksi kecil dan menengah.

Kedua, kekurangan tenaga ahli BIM. Kurangnya tenaga kerja terlatih, baik untuk penggunaan maupun pelatihan, membuat perusahaan kesulitan membangun tim berbasis BIM.

Ketiga, lemahnya peran pemerintah dalam mendorong adopsi. Tidak adanya regulasi wajib penggunaan BIM pada semua proyek, terutama proyek pemerintah daerah, membuat insentif beralih ke BIM menjadi sangat rendah.

Keempat, kesulitan dalam mengubah proses kerja. Banyak pelaku proyek sudah nyaman menggunakan software seperti AutoCAD dan enggan beralih ke sistem yang lebih kompleks.

Kelima, belum adanya standar dan protokol nasional yang mendetail mengenai penerapan BIM dalam proyek konstruksi.

Fakta menarik lainnya adalah bahwa bahkan responden yang sudah menggunakan BIM mengaku kesulitan berkolaborasi dengan tim lain karena rekan kerja mereka belum mengadopsi BIM.

Mengapa Ini Menjadi Masalah Serius?

Jika tidak segera diatasi, lambatnya adopsi BIM bisa membuat industri konstruksi Indonesia, khususnya di Bali, tertinggal dari negara lain. Padahal, penelitian global menunjukkan bahwa penggunaan penuh BIM bisa menghemat biaya proyek hingga 20% dan mempercepat penyelesaian hingga 30%.

Tanpa BIM, potensi:

  • Terlambatnya proyek,
  • Pemborosan biaya material,
  • Kurangnya koordinasi antardisiplin, akan terus menghantui sektor konstruksi lokal.

Di sisi lain, pengalaman negara-negara maju menunjukkan bahwa adopsi BIM tidak akan berkembang pesat hanya dengan faktor teknologi. Dukungan kebijakan pemerintah, insentif ekonomi, dan perubahan budaya organisasi juga sangat krusial.

Solusi yang Direkomendasikan

Penulis penelitian ini memberikan sejumlah rekomendasi strategis:

Pertama, perlu ada model pembiayaan baru untuk perangkat lunak BIM. Misalnya, lisensi berbasis langganan tahunan yang lebih terjangkau bagi pelaku usaha kecil.

Kedua, mengintegrasikan kurikulum BIM di universitas teknik, arsitektur, dan manajemen konstruksi agar tenaga ahli baru siap pakai.

Ketiga, pemerintah harus menerbitkan standar nasional (SNI BIM) dan mewajibkan penggunaan BIM pada proyek pemerintah tertentu sebagai langkah awal.

Keempat, asosiasi konstruksi harus aktif mengadakan pelatihan, workshop, dan sertifikasi kompetensi BIM.

Kelima, pelaku proyek harus mulai mengubah pola pikir bahwa investasi pada BIM bukan sekadar beban biaya, melainkan upaya peningkatan efisiensi dan daya saing di masa depan.

Opini dan Catatan Kritis

Penelitian ini sudah cukup kuat dalam pendekatan kuantitatif dan analisis data. Namun, untuk memperkaya pemahaman, studi lanjutan sebaiknya melibatkan wawancara mendalam untuk menangkap hambatan kultural yang mungkin lebih besar daripada hambatan teknis.

Selain itu, penelitian lanjutan juga bisa memperluas cakupan ke wilayah lain di Indonesia untuk membandingkan kesiapan adopsi BIM antarprovinsi.

Dalam konteks global, tren smart construction dan smart cities menjadikan BIM sebagai pondasi utama. Bali, sebagai destinasi internasional, seharusnya lebih cepat beradaptasi dengan perubahan ini untuk menjaga daya saingnya di pasar global.

Kesimpulan: Arah Masa Depan BIM di Bali

Adopsi Building Information Modeling di Bali baru berada pada titik awal. Tingkat adopsi baru mencapai 19%, dengan mayoritas masih di level implementasi dasar.

Hambatan biaya, tenaga ahli, regulasi, dan budaya kerja lama harus segera diatasi jika Bali ingin mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. Langkah cepat dan kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan industri menjadi kunci untuk mempercepat transformasi ini.

Jika tidak, bukan hanya efisiensi proyek yang dipertaruhkan, tetapi juga reputasi Bali di mata dunia konstruksi internasional.

Sumber Artikel Asli: I Made Agoes Megapathi, I Gusti Agung Adnyana Putera, Nyoman Martha Jaya. (2021). Tingkat Implementasi dan Hambatan Adopsi Building Information Modeling Pada Pelaku Proyek Konstruksi di Bali. Jurnal Spektran, Vol. 9, No. 1.