Mengidentifikasi Faktor Penentu Keberhasilan Pelatihan Keselamatan di Industri Konstruksi
Industri konstruksi secara konsisten diakui sebagai salah satu sektor paling berbahaya di dunia, ditandai dengan tingginya tingkat cedera dan fatalitas kerja. Biro Statistik Tenaga Kerja A.S. (BLS) melaporkan bahwa dari 5.250 total cedera fatal di A.S., 1.008 terjadi di sektor konstruksi, ditambah dengan 199.100 cedera non-fatal dari 2.834.500 total nasional. Penyebab utama kecelakaan ini sering kali berakar pada kegagalan pekerja mematuhi aturan keselamatan dan kurangnya program pelatihan yang memadai.
Menanggapi tantangan kritis ini, penelitian ini berfokus pada identifikasi Faktor Keberhasilan Kritis (CSFs) yang mempromosikan efektivitas sesi pelatihan keselamatan, yang pada gilirannya bertujuan untuk meningkatkan kinerja keselamatan secara keseluruhan. Pelatihan keselamatan yang efektif terbukti mampu mengurangi frekuensi cedera, meningkatkan iklim keselamatan, dan mengubah perilaku kerja menjadi lebih aman.
Metodologi penelitian mengadopsi pendekatan campuran (kualitatif dan kuantitatif). Tahap kualitatif melibatkan tinjauan literatur mendalam dan wawancara ahli untuk menyusun 25 variabel keberhasilan pelatihan. Variabel-variabel ini kemudian diuji melalui survei yang diberikan kepada kontraktor terkemuka, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam daftar Engineering News-Record (ENR) Top 400 Contractors 2020. Data survei yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis menggunakan Analisis Faktor Eksploratori (EFA) untuk mengelompokkan variabel-variabel tersebut ke dalam kelompok faktor yang koheren.
Sorotan Data Kuantitatif: Jalur Logis Penemuan
Analisis faktor eksploratori (EFA) dilakukan untuk mengungkap struktur laten di antara 25 variabel keberhasilan pelatihan keselamatan. Untuk memastikan kecukupan pengambilan sampel data, Uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dilakukan, menghasilkan nilai 0.818. Temuan ini menunjukkan kecukupan pengambilan sampel yang kuat (melebihi ambang batas 0.70 yang dianggap baik). Selain itu, uji Bartlett menunjukkan signifikansi yang sangat tinggi (p<0.0005), yang membuktikan bahwa analisis faktor merupakan metode yang tepat untuk himpunan data ini.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa enam komponen mampu menjelaskan total varian kumulatif sebesar 77.070%. Enam faktor keberhasilan kritis (CSFs) yang teridentifikasi, disusun berdasarkan persentase varian yang dijelaskan, adalah:
- Faktor-faktor Terkait Proyek dan Perusahaan (39.041% dari total varian)
- Faktor-faktor Demografi (13.083%)
- Faktor-faktor Implementasi Praktis (9.952%)
- Faktor-faktor Organisasi (5.504%)
- Faktor-faktor Motivasi (5.301%)
- Faktor-faktor Terkait Manusia dan Perilaku (4.190%)
Fokus krusial penelitian ini terletak pada kelompok pertama, Faktor-faktor Terkait Proyek dan Perusahaan, yang merupakan kelompok faktor paling berpengaruh. Di dalam kelompok ini, variabel Project Duration menunjukkan factor loading terkuat sebesar 0.923, diikuti oleh Project Size (0.921) dan Project Type (0.920). Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara faktor kontekstual proyek dengan efektivitas pelatihan keselamatan, menegaskan potensi kuat bahwa faktor-faktor ini—terlepas dari karakteristik individu pekerja—adalah pendorong utama keberhasilan pelatihan.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi utama penelitian ini adalah pergeseran penekanan dalam manajemen keselamatan konstruksi dari fokus eksklusif pada karakteristik pekerja individu menuju determinan organisasional dan kontekstual yang lebih luas. Dengan mengidentifikasi dan mengelompokkan 25 variabel ke dalam enam faktor keberhasilan kritis yang komprehensif, penelitian ini memberikan kerangka kerja yang kuat bagi para praktisi dan akademisi.
Secara khusus, penemuan bahwa Faktor-faktor Terkait Proyek dan Perusahaan (mencakup Jenis Proyek, Ukuran Proyek, Durasi Proyek, dan Ukuran Perusahaan) adalah kelompok faktor yang paling penting (menjelaskan 39.041% dari total varian) merupakan kontribusi substansial. Hal ini menggarisbawahi perlunya menyesuaikan konten pelatihan tidak hanya berdasarkan pengalaman atau latar belakang pendidikan pekerja, tetapi juga berdasarkan tuntutan bawaan dari proyek itu sendiri—seperti durasi proyek yang lebih singkat atau jenis proyek yang memiliki risiko bawaan tinggi (misalnya, proyek residensial yang rentan terhadap kecelakaan jatuh). Kontribusi ini memandu perusahaan untuk mengalokasikan sumber daya keselamatan secara lebih strategis dan proporsional.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan yang harus dipertimbangkan. Pertama, hasil yang diperoleh didasarkan pada persepsi responden, yang mayoritas adalah manajer proyek dan insinyur dari perusahaan kontraktor Top 400 ENR di A.S.. Sampel yang relatif kecil (93 responden) dan bias terhadap perusahaan besar dengan program keselamatan yang mapan membatasi generalisasi temuan ini ke perusahaan kecil atau kawasan geografis di luar A.S.. Sebagai contoh, tingkat kepuasan yang dilaporkan sangat tinggi (95% responden menyatakan kepuasan tinggi hingga sangat tinggi) dapat mencerminkan bias manajemen dan mungkin tidak mewakili pandangan pekerja lapangan.
Keterbatasan ini membuka beberapa pertanyaan riset terbuka yang kritis:
- Validasi Eksternal: Apakah struktur enam faktor keberhasilan kritis yang teridentifikasi tetap valid dan memiliki bobot yang sama signifikannya ketika diterapkan pada industri konstruksi di negara berkembang atau pada perusahaan kecil dan menengah (UKM)?
- Dinamika Faktor: Bagaimana kelompok faktor yang paling berpengaruh (Faktor Proyek dan Perusahaan) berinteraksi secara dinamis dengan kelompok faktor Implementasi Praktis (misalnya, Hands-on Training dan Perception of Training) selama siklus hidup proyek yang berbeda-beda durasinya?
- Transfer Pelatihan: Seberapa efektif mekanisme umpan balik dan insentif keselamatan (Faktor Motivasi dan Organisasi) dalam memastikan transfer pengetahuan keselamatan dari ruang pelatihan ke perilaku kerja yang sebenarnya di lokasi konstruksi, terutama bagi pekerja imigran dengan hambatan bahasa?
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)
Berdasarkan temuan utama, keterbatasan, dan potensi jangka panjang studi ini, berikut adalah lima rekomendasi untuk penelitian akademik dan penerima hibah di masa depan:
1. Replikasi Global dan Analisis Komparatif CSFs
Penelitian lebih lanjut harus melakukan replikasi survei CSFs ini di kawasan geografis yang berbeda (misalnya, Asia Tenggara, Eropa) dan berfokus pada kelompok ukuran perusahaan yang berbeda, terutama UKM.
- Justifikasi Ilmiah: Temuan saat ini sangat dipengaruhi oleh praktik kontraktor besar di A.S., yang memiliki alokasi sumber daya dan program keselamatan yang jauh lebih mapan. Penelitian komparatif diperlukan untuk menguji validitas eksternal model enam faktor dan untuk mengidentifikasi variabel baru yang mungkin menjadi lebih dominan di lingkungan kerja dengan regulasi yang kurang ketat atau sumber daya yang terbatas.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Menggunakan Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) untuk memvalidasi model enam faktor dalam himpunan data baru, sambil menambahkan variabel konteks budaya dan regulasi lokal.
2. Investigasi Mendalam tentang Faktor Proyek (F1) dan Kinerja Keselamatan Aktual
Penelitian selanjutnya harus berfokus pada korelasi eksplisit antara Faktor Proyek dan Perusahaan (F1) dengan data kinerja keselamatan yang terukur (misalnya, Total Recordable Injury Rate, Lost Time Injury Rate).
- Justifikasi Ilmiah: F1 terbukti sebagai kelompok faktor yang paling signifikan (39.041% varian) dalam mempengaruhi persepsi keberhasilan pelatihan. Namun, diperlukan validasi untuk memastikan apakah persepsi ini diterjemahkan menjadi penurunan kecelakaan yang terukur. Jenis dan durasi proyek harus diuji sebagai variabel moderator.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Menggunakan Analisis Regresi Berganda atau Structural Equation Modeling (SEM) untuk mengukur hubungan kausal antara desain pelatihan yang sensitif terhadap F1 dan hasil keselamatan obyektif.
3. Eksperimentasi Efektivitas Pelatihan Imersif untuk Peningkatan Kognisi Bahaya (F3)
Menganalisis dan menguji secara empiris bagaimana teknologi imersif (seperti Virtual Reality atau Augmented Reality) mempengaruhi variabel di bawah Faktor Implementasi Praktis (F3), terutama Hands-on Training dan Perception of Training.
- Justifikasi Ilmiah: Pelatihan hands-on memiliki factor loading yang tinggi (0.838), dan teknologi imersif dapat menyediakan lingkungan yang realistis dan aman untuk mempraktikkan keterampilan tanpa risiko, sehingga memperkuat pembelajaran. Hal ini dapat secara langsung meningkatkan kemampuan pekerja untuk mengidentifikasi bahaya dan mengubah perilaku berisiko.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Eksperimen terkontrol (A/B testing) di lapangan, membandingkan kelompok yang menerima pelatihan berbasis VR dengan kelompok pelatihan tradisional, mengukur peningkatan safety knowledge dan hazard recognition pasca-pelatihan.
4. Studi Intervensi untuk Mengatasi Hambatan Bahasa (F5) dan Demografi (F2)
Mengembangkan, mengimplementasikan, dan menilai model pelatihan bilingual yang ditargetkan dan penggunaan visual aid untuk mengatasi hambatan bahasa (F5) dan perbedaan budaya (F2) pada tenaga kerja imigran.
- Justifikasi Ilmiah: Bahasa dan asal negara adalah faktor demografi penting (Gender memiliki factor loading 0.838, Negara Asal 0.815). Hambatan bahasa secara langsung menghambat transfer pelatihan dan meningkatkan kerentanan pekerja imigran terhadap kecelakaan fatal. Intervensi berbasis bahasa yang efektif diperlukan untuk memastikan inklusivitas keselamatan.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Studi intervensi yang mengukur dampak penggunaan penerjemah profesional dan materi pelatihan visual-verbal pada tingkat pemahaman dan kepatuhan PPE di antara kelompok pekerja yang berbeda latar belakang bahasanya.
5. Hubungan Kepemimpinan (F6) dan Budaya Zero-Accident
Menyelidiki peran Leadership (F6) dan Management Support (F4) dalam menumbuhkan budaya keselamatan yang proaktif dan berfokus pada pencegahan, tidak hanya kepatuhan reaktif.
- Justifikasi Ilmiah: Leadership memiliki factor loading yang signifikan (0.543) , dan penelitian sebelumnya telah menegaskan peran penting komitmen manajemen dalam menciptakan budaya tempat kerja yang aman. Penelitian ini harus mengeksplorasi mekanisme spesifik bagaimana kepemimpinan yang teladan dan dukungan manajemen yang eksplisit memperkuat perilaku aman dan memotivasi pekerja.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian kualitatif mendalam melalui wawancara dengan para pemimpin proyek dan pekerja untuk mengidentifikasi praktik kepemimpinan spesifik yang paling efektif dalam mendorong penggunaan PPE (F6) dan memberikan umpan balik (F4).
Ajakan Kolaboratif Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi dari berbagai konteks, termasuk Sakarya University, University of Huddersfield, Gebze Technical University, dan Istinye University untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, terutama melalui studi komparatif global dan regional.
Baca Selengkapnya di: https://doi.org/10.3390/buildings11040139