Meretas Jalan Riset Vokasional Masa Depan: Evaluasi Kritis UKK TKRO SMK Berbasis Model CIPP
Riset mengenai evaluasi program pendidikan kejuruan adalah landasan esensial untuk menjembatani kesenjangan abadi antara institusi pendidikan dan kebutuhan industri. Latar belakang urgensi ini berakar pada fakta bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia masih menjadi penyumbang tingkat pengangguran terbuka tertinggi. Kesenjangan ini secara umum disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang relevan (skills) dan ketidaksesuaian kompetensi tamatan dengan harapan pemangku kepentingan, baik sekolah maupun industri (stakeholder). Dalam konteks ini, Uji Kompetensi Keahlian (UKK) ditetapkan sebagai mekanisme vital untuk menjamin kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) lulusan SMK.
Penelitian ini berangkat dari kebutuhan mendasar untuk mengevaluasi efektivitas pelaksanaan UKK Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKRO) SMK di Kota Yogyakarta, sebuah studi yang jarang dilakukan secara komprehensif. Dengan mengadopsi model evaluasi Context, Input, Process, dan Product (CIPP), penelitian ini secara sistematis memetakan perjalanan logis temuan, mulai dari kesesuaian kebijakan hingga hasil akhir penyerapan tenaga kerja.
Kerangka riset dimulai dengan menetapkan validitas instrumen melalui expert judgement dari pakar pendidikan dan praktisi industri. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan data dari 7 Ketua Kompetensi Keahlian (K3), 18 Asesor, dan 23 Guru Produktif melalui observasi, dokumentasi, dan kuesioner. Secara berurutan, evaluasi CIPP mengalirkan temuan:
- Context (Konteks): Penilaian menunjukkan bahwa kebijakan dan tujuan UKK secara umum sudah sesuai dengan standar dan kebutuhan untuk mengukur capaian kompetensi. Namun, benih kerentanan mulai terlihat pada butir yang menyangkut orientasi masa depan.
- Input (Masukan): Aspek ini mencakup kualifikasi asesor, materi uji, serta sarana dan prasarana. Secara umum, aspek Input dinilai Sangat Baik oleh K3 dan Asesor, didukung oleh terpenuhinya standar TUK (Tempat Uji Kompetensi) dan kualifikasi asesor yang memiliki sertifikat kompetensi yang relevan. Kesiapan operasional ini menjadi pondasi bagi pelaksanaan yang optimal.
- Process (Proses): Aspek yang berfokus pada jadwal, prosedur, dan prinsip penilaian menunjukkan kinerja terbaik, secara konsisten dinilai Sangat Baik oleh ketiga kelompok responden (K3, Asesor, dan Guru Produktif). Temuan ini mengindikasikan bahwa secara tata kelola dan operasional pelaksanaan UKK sudah berjalan dengan efektif, termasuk penerapan protokol kesehatan.
- Product (Produk): Aspek terakhir yang menilai hasil, sertifikat, dan pengakuan di dunia kerja menunjukkan adanya defisit kritis. Meskipun operasional pelaksanaan telah baik (Process), hasil luaran ini yang menentukan apakah tujuan link and match tercapai.
Melalui perjalanan logis ini, penelitian menegaskan bahwa masalah utama dalam UKK TKRO bukanlah pada tataran operasional harian (Process), melainkan pada tingkat strategis (Context) dan dampak jangka panjang (Product).
Sorotan Data Kuantitatif: Mengidentifikasi Titik Kritis
Analisis data kuantitatif yang diperoleh dari kuesioner menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara tingginya kualitas pelaksanaan internal dengan rendahnya dampak eksternal. Secara umum, aspek Process adalah yang paling kuat, dengan rata-rata penilaian Asesor mencapai 3,73 (pada skala maksimal 4,0), yang menempatkannya pada kategori Sangat Baik.
Sebaliknya, aspek Product, yang merupakan indikator akhir dari kesuksesan, mendapatkan skor terendah. Penilaian Guru Produktif berada di angka 3,34, yang menempatkannya di kategori Baik namun sangat mendekati ambang batas Cukup (2,80).
Secara kuantitatif, temuan mendalam menunjukkan bahwa aspek Product memiliki skor terendah (skor Guru Produktif 3,34, menempatkannya pada kategori Baik namun hampir menyentuh ambang batas Cukup), mengindikasikan bahwa hasil UKK belum sepenuhnya diakui. Temuan ini secara kritis terhubung dengan skor terendah pada aspek Context, khususnya butir C11 yang menanyakan tentang peluang kerja internasional (skor terendah 2,82 dari Guru Produktif, dikategorikan Baik), menunjukkan potensi kritis untuk objek penelitian baru: mengukur korelasi antara orientasi kurikulum internasional dengan tingkat penyerapan tenaga kerja. Jarak skor minimal pada butir terendah aspek Context (2,82) dan Product (Butir D18: Komitmen DUDI/IDUKA dalam penyerapan, skor 2,88) dari Guru Produktif memperlihatkan tantangan ganda dalam relevansi global dan komitmen penyerapan lokal, yang memerlukan riset terfokus.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian ini memberikan tiga kontribusi substansial bagi literatur pendidikan vokasi:
Pertama, secara metodologis, studi ini memvalidasi model CIPP sebagai kerangka evaluasi yang efektif dan holistik untuk menilai program sertifikasi keahlian, membedah UKK menjadi komponen Context, Input, Process, dan Product yang dapat diukur secara kuantitatif-deskriptif. Model ini membantu peneliti mengalokasikan sumber masalah secara spesifik, yang mana dalam kasus ini, masalahnya bukan terletak pada operasional (Proses yang Sangat Baik) melainkan pada luaran strategis (Produk yang Baik/Cukup).
Kedua, secara empiris, studi ini secara eksplisit mengidentifikasi titik lemah utama yang menghambat link and match sejati. Temuan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kualitas input dan proses (Internal, rata-rata Sangat Baik) dengan pengakuan dan komitmen industri terhadap hasil (Eksternal, rata-rata Baik). Ini menyumbangkan bukti bahwa perbaikan internal SMK saja tidak akan cukup tanpa adanya intervensi kolaboratif yang lebih kuat dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri/Industri dan Dunia Kerja (DUDI/IDUKA).
Ketiga, riset ini menyoroti perlunya orientasi global dalam kurikulum vokasi. Dengan skor terendah yang berpusat pada peluang kerja internasional (butir C11: 2,82), studi ini menyajikan urgensi bagi pemerintah dan lembaga sertifikasi untuk menyesuaikan kebijakan agar selaras dengan tuntutan kualifikasi SDM global, sebagaimana diamanatkan oleh Perpres No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meskipun menyajikan temuan yang kuat, penelitian ini memiliki keterbatasan yang memunculkan pertanyaan terbuka mendasar untuk riset ke depan. Pertama, lingkup studi terbatas pada SMK TKRO di Kota Yogyakarta. Hal ini membatasi generalisasi hasil, terutama mengingat keberagaman skema UKK yang digunakan (LSP-P1 dan Mandiri) di antara sekolah yang diteliti. Kedua, pelaksanaan riset dilakukan selama masa darurat Pandemi COVID-19 , yang dapat memengaruhi penilaian responden terkait prosedur UKK (P5, menerapkan protokol kesehatan, skor tertinggi) dan kesiapan peserta didik (P6, bertanggung jawab, skor terendah).
Dari keterbatasan ini, muncul beberapa pertanyaan terbuka yang krusial untuk agenda riset akademik berikutnya:
- Korelasi Kinerja vs. Penyerapan Aktual: Sejauh mana hasil UKK yang dikategorikan "Baik" (skor 3,34) berkorelasi secara statistik dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang sebenarnya (data tracer study setelah 6-12 bulan kelulusan)?
- Mekanisme Komitmen Industri: Mengapa komitmen DUDI/IDUKA dalam menyerap tenaga kerja (butir D18: 2,88) tetap rendah, meskipun TUK dan Kualifikasi Asesor telah dinilai Sangat Baik (Butir I26: 3,81)? Apakah ada faktor penghambat di luar kendali sekolah, seperti isu upah, soft skill non-teknis, atau kondisi pasar kerja makro?
- Standar Uji Internasional: Bagaimana mengintegrasikan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dalam materi uji kompetensi (MUK) agar secara otomatis memenuhi persyaratan sertifikasi internasional, guna mengatasi skor terendah pada butir C11 (2,82)?.
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)
Berdasarkan titik-titik lemah yang teridentifikasi, berikut adalah lima rekomendasi riset berkelanjutan yang secara eksplisit diarahkan untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah riset:
1. Studi Kausalitas Lintas Daerah pada Efektivitas UKK dan Employability
- Rekomendasi Riset: Melakukan studi kuantitatif-kausalitas dengan menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis) untuk menguji secara statistik pengaruh simultan dari kualitas Input (kualifikasi asesor/MUK) dan Process (prosedur) terhadap Product (penyerapan lulusan) di berbagai provinsi dengan tingkat pengangguran SMK yang berbeda.
- Justifikasi Ilmiah: Temuan bahwa aspek Process (skor 3,62) tidak serta merta menghasilkan aspek Product yang optimal (skor 3,36) menunjukkan adanya variabel mediasi atau moderasi yang belum terungkap. Riset lanjutan ini akan membedah rantai kausalitas ini, memberikan rekomendasi kebijakan yang lebih presisi, tidak hanya berfokus pada perbaikan teknis.
2. Pengembangan Model MUK Berbasis Adaptasi Teknologi Industri 4.0
- Rekomendasi Riset: Merancang dan menguji validitas serta reliabilitas sebuah Model Materi Uji Kompetensi (MUK) yang mengadopsi standar teknologi otomotif mutakhir (misalnya, sistem Electronic Fuel Injection atau mobil listrik) dan mengacu pada standar Industri/DUDI/IDUKA Skala Nasional/Internasional. Fokus pada butir I15 (Materi Uji Kompetensi mengacu pada Standar Khusus Industri, skor terendah dari Asesor: 3,34).
- Justifikasi Ilmiah: Skor terendah pada aspek Input (I15) menunjukkan bahwa MUK saat ini belum sepenuhnya relevan dengan tuntutan standar khusus industri. Pada era Revolusi Industri 4.0, MUK harus bergerak melampaui kompetensi dasar dan secara eksplisit mengukur transfer skill (kemampuan beradaptasi dengan peralatan baru) dan contingency management skill (kemampuan mengatasi masalah) yang merupakan tuntutan tinggi industri.
3. Riset Kualitatif Fenomenologi tentang Komitmen Penyerapan Industri
- Rekomendasi Riset: Melakukan studi kualitatif mendalam menggunakan pendekatan fenomenologi atau Ground Theory dengan subjek Manajer Sumber Daya Manusia (SDM) dan Decision Maker dari DUDI/IDUKA. Tujuannya adalah untuk mengungkap persepsi, kriteria penolakan, dan alasan di balik rendahnya komitmen penyerapan tenaga kerja lulusan (Butir D18, skor Guru Produktif 2,88).
- Justifikasi Ilmiah: Data kuantitatif telah menunjukkan masalah pada Product (D18), namun belum menjelaskan mengapa. Riset kualitatif diperlukan untuk menggali faktor non-teknis, seperti tuntutan soft skills, etos kerja, atau ketidaksesuaian budaya industri/perusahaan yang mungkin menjadi hambatan utama, melengkapi perspektif kuantitatif dalam paper ini.
4. Analisis Komparatif Kurikulum Vokasional Global dan Lokal (C11)
- Rekomendasi Riset: Studi komparatif internasional yang membandingkan kurikulum dan skema sertifikasi UKK TKRO Indonesia dengan negara-negara maju yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja vokasi yang tinggi. Fokus pada pemetaan butir kompetensi yang secara eksplisit mendukung peluang kerja internasional (butir C11, skor terendah 2,82).
- Justifikasi Ilmiah: Skor C11 yang sangat rendah merupakan alarm bahwa UKK saat ini tidak memposisikan lulusan untuk bersaing secara global. Riset ini akan menyediakan peta jalan (gap analysis) untuk meningkatkan SKKNI ke level yang diakui internasional, memastikan bahwa investasi dalam pendidikan vokasi berkontribusi pada daya saing SDM di pasar kerja dunia.
5. Evaluasi Sikap dan Tanggung Jawab Peserta Uji Kompetensi (Soft Skills)
- Rekomendasi Riset: Mengembangkan dan menguji instrumen pengukuran psikometri yang fokus pada dimensi Sikap dan Tanggung Jawab peserta uji kompetensi (P6, skor K3 terendah 3,29). Metode dapat mencakup observasi terstruktur selama ujian atau survei retrospektif.
- Justifikasi Ilmiah: Temuan menunjukkan bahwa peserta didik belum sepenuhnya siap melaksanakan UKK dengan bertanggung jawab (P6) , yang berimplikasi pada kualitas hasil. Penelitian ini penting karena soft skills dan karakter seringkali menjadi faktor penentu penyerapan kerja. Pengukuran yang valid akan memungkinkan sekolah untuk mengembangkan program intervensi spesifik sebelum UKK.
Fokus pada keterhubungan antara temuan saat ini dan potensi jangka panjang sangat penting. Keunggulan operasional yang ditemukan pada aspek Process (skor 3,62) hanya merupakan prasyarat, bukan hasil akhir. Jika keunggulan operasional ini tidak dialihkan untuk memecahkan defisit pada aspek Product (skor 3,36) —terutama dalam komitmen penyerapan dan orientasi global—maka tujuan Revitalisasi SMK, yang diamanatkan oleh Inpres Nomor 9 Tahun 2016, tidak akan tercapai, dan Indonesia akan terus bergulat dengan tingginya tingkat pengangguran lulusan vokasi. Potensi jangka panjang terletak pada kemampuan untuk mentransformasi UKK dari sekadar proses administratif menjadi sebuah pengakuan kompetensi yang dihormati secara internasional dan secara otomatis menjamin link and match di tingkat nasional.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dan asosiasi industri otomotif utama (IDUKA skala nasional) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil dan rekomendasi.
DOI resmi sebagai acuan utama: https://doi.org/10.21831/jpvo.v5i2.59527