Ekonomi sirkular kini bukan lagi sekadar gagasan konseptual, tetapi telah menjadi kerangka strategis pembangunan nasional yang menuntut pengukuran konkret dan kebijakan yang terarah. Dalam konteks Indonesia, pendekatan ini diwujudkan melalui penerapan prinsip 9R—Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, Recycle, dan Recover—yang diterapkan di seluruh rantai nilai industri. Melalui kerangka ini, pemerintah berupaya menciptakan sistem produksi dan konsumsi yang efisien, berkelanjutan, dan berdaya saing.
Kebijakan dan Indikator Utama Ekonomi Sirkular
Tiga arah kebijakan utama ekonomi sirkular Indonesia meliputi: (1) pengurangan penggunaan sumber daya, (2) perpanjangan daya guna produk dan material, serta (3) peningkatan daur ulang dan pemanfaatan sisa produksi dan konsumsi. Kebijakan ini tidak hanya menjadi panduan normatif, tetapi juga membentuk kerangka pengukuran nasional yang memfokuskan pada tiga indikator utama:
-
Tingkat Input Material Sirkular (Circular Input Rate) — mengukur efisiensi penggunaan bahan baku sekunder dan bahan terbarukan;
-
Tingkat Daya Guna (Usage Rate) — menilai ketahanan dan umur pakai produk;
-
Tingkat Daur Ulang (Recycling Rate) — menunjukkan efektivitas pengelolaan limbah menjadi bahan yang dapat digunakan kembali.
Pada tahun 2023, Indonesia mencatat Circular Input Rate sebesar 9%, Usage Rate 4%, dan Recycling Rate 5%. Meski angka ini masih rendah, pencapaiannya menunjukkan fondasi awal menuju sistem ekonomi yang lebih efisien dan berorientasi sumber daya.
Indikator Pendukung dan Tantangan Implementasi
Selain indikator utama, dokumen nasional juga menetapkan indikator pendukung yang menilai kesiapan kelembagaan, pendanaan, infrastruktur, kesadaran publik, serta aksi nyata industri dan pemerintah. Namun, hasil evaluasi menunjukkan variasi kinerja di lima sektor prioritas—pangan, kemasan plastik, tekstil, elektronik, dan konstruksi. Misalnya, sektor pangan menunjukkan kinerja “0” (cukup) dalam kelembagaan dan infrastruktur, tetapi masih lemah dalam aspek pendanaan. Sementara itu, sektor elektronik mendapat skor “-1”, menandakan perlunya percepatan kebijakan seperti Extended Producer Responsibility (EPR) dan peningkatan infrastruktur daur ulang.
Tantangan lainnya muncul dari keterbatasan klasifikasi ekonomi nasional (KBLI) yang belum sepenuhnya menangkap model bisnis baru dalam ekonomi sirkular, seperti layanan reuse dan refill. Contohnya, startup Alner yang bergerak di bidang pengemasan ulang ramah lingkungan belum memiliki klasifikasi usaha spesifik, menunjukkan perlunya pembaruan sistem KBLI agar mampu mengakomodasi inovasi hijau.
Membangun Ekosistem Pendukung dan Sinergi Multi-Pihak
Keberhasilan ekonomi sirkular tidak dapat dicapai hanya melalui kebijakan, tetapi memerlukan ekosistem lintas-sektor yang terintegrasi. Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan kerangka regulasi yang adaptif, sementara sektor keuangan perlu memberikan insentif dan pembiayaan hijau. Di sisi lain, sektor pendidikan dan masyarakat harus memperkuat kesadaran serta menginternalisasi prinsip 9R dalam keseharian.
Kebijakan seperti Green/Sustainable Public Procurement (G/SPP) menjadi instrumen strategis yang potensial untuk memperluas pasar bagi produk sirkular. Namun, implementasinya masih terbatas pada beberapa provinsi pilot dan jenis produk tertentu, menandakan perlunya perluasan skala serta peningkatan koordinasi antar lembaga.
Kesimpulan
Indonesia telah memulai langkah penting menuju ekonomi sirkular, tetapi perjalanan menuju sistem yang sepenuhnya berkelanjutan masih panjang. Ke depan, tantangan utama bukan hanya meningkatkan angka sirkularitas, tetapi membangun sistem yang kolaboratif, terukur, dan adaptif terhadap inovasi industri hijau. Dengan memperkuat kerangka kebijakan, memperluas dukungan pendanaan, dan mempercepat integrasi data antar sektor, Indonesia dapat menempatkan dirinya sebagai salah satu pelopor ekonomi sirkular di kawasan Asia Tenggara.
Daftar Pustaka
Bappenas. (2024). Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia 2025–2045. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.
Bappenas & UNDP. (2022). The Future is Circular: Circular Economy Opportunities in Indonesia. Jakarta: United Nations Development Programme Indonesia.
Ellen MacArthur Foundation. (2021). Universal Circular Economy Policy Goals: Enabling the Transition to Scale. Cowes: Ellen MacArthur Foundation.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2023). Global Material Resources Outlook to 2060: Economic Drivers and Environmental Consequences. Paris: OECD Publishing.
UNDP. (2023). Circular Economy in Southeast Asia: Policy, Finance, and Innovation Pathways. Bangkok: United Nations Development Programme Asia-Pacific.
World Bank. (2024). Greening Growth in Indonesia: Transitioning to a Circular and Low-Carbon Economy. Washington, DC: World Bank Group.