Menguak 5 Tantangan Utama K3 di Proyek Nepal: Transformasi Budaya Keselamatan dari Biaya Menjadi Nilai

Dipublikasikan oleh Raihan

21 Oktober 2025, 16.23

Asesmen Praktik Keselamatan dan Tantangan Implementasi dalam Proyek Konstruksi Komersial di Nepal: Arah Riset Kritis Menuju Zero-Harm

Penelitian berjudul Assessment of Safety Practices in Commercial Building Construction Projects in Nepal ini menawarkan landasan empiris yang krusial bagi komunitas akademik, peneliti, dan lembaga pemberi hibah untuk memahami jurang antara kebijakan keselamatan kerja dan realitas implementasi di lapangan, khususnya dalam konteks industri konstruksi di negara berkembang. Fokus utama riset ini adalah mengidentifikasi status implementasi praktik keselamatan dan memetakan tantangan utama yang menghambat efektivitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) melalui pendekatan kuantitatif yang ketat.

Secara logis, perjalanan temuan dalam paper ini dimulai dengan pengakuan atas sifat industri konstruksi sebagai sektor berisiko tinggi secara global dan nasional. Konteks Nepal disoroti, di mana meskipun terdapat regulasi baru (UU Kesehatan dan Keselamatan 2074), implementasi masih lemah dan tingkat kecelakaan tetap tinggi. Dengan melibatkan 487 responden dari berbagai proyek, termasuk manajer proyek dan pekerja lini depan, penelitian ini menggunakan dua metodologi utama: Bloom Cutoff dan Relative Importance Index (RII) untuk status implementasi, serta Principal Component Analysis (PCA) untuk klasterisasi tantangan.

Hasil awal, berdasarkan analisis Bloom Cutoff, segera menempatkan status implementasi keselamatan secara keseluruhan pada tingkat moderat. Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar respons, mencapai 70.64 persen, berada dalam kategori tingkat implementasi moderat. Angka ini adalah sinyal peringatan bahwa praktik keselamatan belum menjadi budaya proaktif, melainkan rutinitas kepatuhan minimal.

Selanjutnya, penggunaan RII membedah parameter praktik keselamatan. Temuan ini secara deskriptif menyoroti adanya kontradiksi implementasi di lapangan. Praktik yang paling banyak diterapkan (RII tertinggi) adalah penggunaan barikade (RII: 0.862, Peringkat 1) dan kepatuhan terhadap aturan keselamatan oleh pekerja (RII: 0.827, Peringkat 2). Kedua temuan ini menunjukkan adanya kesadaran dan praktik dasar di lokasi. Namun, data RII ini juga menunjukkan hubungan kuat antara praktik yang berorientasi pada kepatuhan visual dan administrasi yang proaktif. Sebaliknya, tiga parameter dengan implementasi terendah (RII terendah) adalah Peninjauan Desain untuk Keselamatan (RII: 0.509, Peringkat 20), Pelatihan Keselamatan (RII: 0.534, Peringkat 19), dan Rencana Kerja Keselamatan (Job Safety Plan) (RII: 0.596, Peringkat 18).

Perbedaan tajam ini memetakan jurang implementasi: Proyek Nepal cenderung berfokus pada langkah-langkah reaktif (barikade, P3K) dan mengabaikan langkah-langkah proaktif yang terintegrasi, seperti desain keselamatan dan perencanaan kerja.

Untuk mengatasi jurang ini, riset ini menggunakan PCA untuk mengidentifikasi akar masalah. Analisis PCA sangat penting karena mereduksi 22 tantangan menjadi lima klaster komponen utama yang menjelaskan total varian gabungan sebesar 68.123% dari keseluruhan masalah implementasi. Komponen pertama dan yang paling dominan adalah Budaya Keselamatan yang Buruk, yang menjelaskan varian sebesar 40.217% dengan nilai Eigen 8.848. Klaster dominan ini menegaskan bahwa masalah utama bukanlah kekurangan aturan, melainkan pandangan bahwa keselamatan dianggap sebagai 'biaya tambahan' dan hanya dilakukan untuk memenuhi persyaratan kontraktual.

Komponen lainnya adalah Manajemen Keselamatan yang Buruk (varian: 8.972%), Kurangnya Pengetahuan dan Sumber Daya Keselamatan (varian: 8.118%), Kurangnya Infrastruktur dan Komunikasi Keselamatan (varian: 5.728%), dan Masalah Tata Kelola dan Implementasi (varian: 5.267%). Struktur temuan ini, mulai dari moderatnya implementasi (Bloom Cutoff), identifikasi praktik terabaikan (RII), hingga kategorisasi akar masalah yang didominasi budaya (PCA), memberikan jalur logis yang kuat bagi pengembangan riset jangka panjang.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Kontribusi utama penelitian ini terletak pada transformasinya dari analisis deskriptif sederhana menjadi pemodelan faktor yang lebih dalam, memberikan kerangka kerja teoretis untuk memahami disfungsi K3 di Nepal. Secara empiris, riset ini memberikan bukti kuantitatif atas dua temuan krusial:

  1. Diferensiasi Implementasi Proaktif dan Reaktif: Data RII secara eksplisit membedakan antara praktik keselamatan yang mudah diterapkan (reaktif/perawatan, seperti barikade) dan praktik yang membutuhkan perencanaan dan integrasi sistematis (proaktif, seperti peninjauan desain dan pelatihan). Gap ini adalah kontribusi yang sangat penting untuk perumusan kebijakan di tingkat perusahaan, memindahkan fokus dari kepatuhan fisik menjadi perencanaan hulu.
  2. Klasterisasi Tantangan yang Berpusat pada Budaya: PCA, dengan Komponen 1, menunjukkan hubungan kuat antara sifat Budaya Keselamatan yang Buruk dengan kurangnya inspeksi dan keinginan hanya untuk memenuhi persyaratan kontrak, menjelaskan mayoritas varian (koefisien 40.217%). Temuan ini menunjukkan hubungan yang kuat antara asumsi keselamatan sebagai biaya tambahan dan manajemen kontrak yang minimalis, yang menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru dalam bidang ekonomi-behavioral konstruksi. Klasterisasi ini memungkinkan peneliti dan penerima hibah untuk menargetkan akar masalah alih-alih hanya mengobati gejalanya.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun kuat secara statistik (KMO 0.874, Bartlett's test signifikan pada P<0.001) , penelitian ini memiliki keterbatasan kontekstual, yakni berfokus pada proyek bangunan komersial di Nepal. Generalisasi ke jenis proyek lain (infrastruktur berat) atau negara lain mungkin memerlukan validasi ulang. Selain itu, PCA mengidentifikasi Masalah Tata Kelola dan Implementasi sebagai komponen tantangan, namun komponen ini hanya didukung oleh satu item ("Hukum dan aturan yang tidak memadai") dengan korelasi 0.830. Meskipun korelasi kuat, basis item tunggal ini menimbulkan pertanyaan tentang kompleksitas dan dimensi tata kelola yang sebenarnya, yang mungkin lebih luas dari sekadar undang-undang.

Keterbatasan ini membuka pertanyaan terbuka kritis bagi penelitian masa depan:

  • Bagaimana mekanisme logis di balik temuan RII yang kontradiktif, di mana Kepatuhan Terhadap Aturan Keselamatan oleh Pekerja tinggi (RII: 0.827) sementara Budaya Keselamatan secara umum sangat buruk (PCA dominan 40.217% varian)? Apakah "kepatuhan" ini didorong oleh pengawasan reaktif daripada komitmen proaktif?
  • Mengingat tidak adanya Petugas Keselamatan di mayoritas proyek, seberapa besar peran Manajemen Menengah dalam mengemban fungsi pengawasan keselamatan, dan apakah kurangnya kompetensi mereka (termasuk dalam klaster Manajemen yang Buruk) adalah hambatan utama?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Untuk mengatasi jurang implementasi yang didominasi oleh budaya, kurangnya perencanaan hulu, dan tata kelola yang lemah, lima arah riset berkelanjutan berikut sangat dianjurkan untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah:

1. Riset Pemodelan Dampak Safety by Design (SbD) pada Budaya Keselamatan

  • Basis Temuan: Praktik Peninjauan Desain untuk Keselamatan memiliki RII terendah (0.509, Peringkat 20). Klaster Budaya Keselamatan yang Buruk adalah tantangan utama (varian: 40.217%) karena keselamatan dianggap sebagai 'biaya tambahan'.
  • Fokus Riset: Mengembangkan dan menguji model Ekuasi Struktural (SEM) untuk menguji dampak integrasi SbD (variabel independen) terhadap Persepsi Biaya Keselamatan dan pada akhirnya, dampak tak langsung terhadap Komponen Budaya Keselamatan yang Buruk (variabel dependen).
  • Justifikasi Ilmiah: Mengintegrasikan keselamatan di fase desain (hulu) secara fundamental mengubah biaya pasif menjadi nilai tambah, menantang anggapan budaya bahwa keselamatan adalah 'biaya tambahan'. Riset ini akan menyediakan kerangka kuantitatif untuk mempromosikan SbD.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Mengubah budaya keselamatan jangka panjang hanya dapat dilakukan dengan mengintervensi praktik yang paling terabaikan dan paling berpengaruh secara sistemik.

2. Riset Kualitatif Mendalam: Motivasi di Balik Kepatuhan Pekerja

  • Basis Temuan: Ada kontradiksi antara Kepatuhan Terhadap Aturan Keselamatan oleh Pekerja yang memiliki RII tinggi (0.827) dan dominasi klaster Budaya Keselamatan yang Buruk di tingkat manajemen.
  • Fokus Riset: Studi kualitatif menggunakan wawancara semi-terstruktur mendalam dengan pekerja lini depan, supervisor, dan manajer untuk membedakan antara kepatuhan reaktif (misalnya karena ancaman hukuman atau pengawasan) dan komitmen intrinsik terhadap keselamatan.
  • Justifikasi Ilmiah: Memahami apakah RII yang tinggi ini adalah artefak dari metrik pengukuran yang bias ke arah perilaku teramati, atau apakah ada kesadaran mendalam di antara pekerja yang belum tersentuh oleh budaya manajemen. Ini penting untuk merancang program Pelatihan Keselamatan (RII: 0.534) yang lebih efektif yang menargetkan perubahan mentalitas, bukan hanya prosedur.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Intervensi pelatihan di masa depan harus didasarkan pada pemahaman yang jelas tentang dorongan perilaku di lapangan.

3. Riset Aksi Implementasi Job Safety Plan (JSP)

  • Basis Temuan: Rencana Kerja Keselamatan (JSP) termasuk dalam praktik yang paling sedikit diimplementasikan (RII: 0.596). Di sisi tantangan, ada Kurangnya Pengetahuan dan Sumber Daya Keselamatan (varian: 8.118%) dan tidak adanya petugas keselamatan di mayoritas proyek.
  • Fokus Riset: Menerapkan metodologi riset aksi di beberapa proyek pilot untuk memperkenalkan dan menguji efektivitas intervensi pelatihan terstruktur untuk JSP, yang dipimpin oleh Koordinator Keselamatan Bersama (peran yang diangkat dari staf senior proyek yang sudah ada).
  • Justifikasi Ilmiah: Riset JSP harus menjadi penghubung antara pelatihan (RII rendah) dan JSP itu sendiri (RII rendah). Riset aksi memberikan data waktu nyata (real-time) tentang hambatan implementasi, yang dapat digunakan untuk menyempurnakan kurikulum pelatihan dan memberikan pembenaran empiris untuk menginstitusikan peran Petugas Keselamatan atau sejenisnya di proyek skala kecil dan menengah.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Menganalisis korelasi koefisien antara intervensi JSP dan penurunan Manajemen Keselamatan yang Buruk (varian: 8.972%).

4. Studi Komparatif Efektivitas Regulasi dalam Klaster Tata Kelola

  • Basis Temuan: Masalah Tata Kelola dan Implementasi teridentifikasi sebagai tantangan (varian: 5.267%) dengan item tunggal: Hukum dan Aturan yang Tidak Memadai (korelasi: 0.830). Temuan lapangan menunjukkan kurangnya penegakan hukum di proyek non-pemerintah.
  • Fokus Riset: Studi komparatif kuantitatif antara dua kelompok proyek: (a) Proyek Pemerintah (diasumsikan memiliki penegakan hukum yang lebih ketat) dan (b) Proyek Swasta. Variabel yang diukur adalah Indeks Intensitas Penegakan Hukum dan dampaknya terhadap skor implementasi RII.
  • Justifikasi Ilmiah: Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih bernuansa tentang komponen Tata Kelola yang saat ini hanya diwakili oleh satu item. Hasilnya akan memberikan data empiris bagi pemerintah Nepal untuk mereformasi mekanisme pengawasan dan penegakan hukum di sektor swasta, mengkonfirmasi hubungan antara penegakan dan validitas hasil K3.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Memvalidasi atau membantah asumsi bahwa undang-undang yang ada tidak memadai dan mengukur sejauh mana masalahnya terletak pada penegakan, bukan perumusan.

5. Riset Pemodelan Jangka Panjang: Konsekuensi Finansial dari Kelalaian Praktik

  • Basis Temuan: Budaya Keselamatan yang Buruk berakar pada anggapan keselamatan sebagai 'biaya tambahan'. Praktik yang membutuhkan investasi lebih besar (Desain, Pelatihan, JSP) memiliki RII yang sangat rendah.
  • Fokus Riset: Mengembangkan model risiko dan biaya jangka panjang (misalnya, Total Cost of Ownership K3) yang menghubungkan secara eksplisit RII praktik yang paling sedikit diterapkan (0.509, 0.534, 0.596) dengan kerugian finansial di masa depan, termasuk klaim asuransi, turnover karyawan, dan penundaan proyek.
  • Justifikasi Ilmiah: Proyeksi ini bertujuan untuk mengubah perspektif pemangku kepentingan (terutama Klien dan Kontraktor, yang termasuk dalam klaster Budaya yang Buruk) dari biaya jangka pendek menjadi investasi jangka panjang, yang merupakan prasyarat untuk mengubah Budaya Keselamatan.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Memberikan data yang persuasif dan berorientasi bisnis yang sangat dibutuhkan oleh peneliti yang mencari hibah berbasis dampak ekonomi.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi Lembaga Pemerintah Bidang K3 (MoLESS), Asosiasi Kontraktor Nepal, dan Akademisi Internasional untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil. Kolaborasi antar-disiplin ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan antara kebijakan, manajemen, dan budaya di lapangan.

Baca paper aslinya di sini