Organisasi di era digital sering punya dua tantangan sekaligus: bagaimana mengumpulkan banyak data, dan bagaimana menjadikannya nilai nyata—bukan hanya laporan yang menumpuk di dashboard. Banyak perusahaan investasi besar di data dan teknologi, tetapi gagal menghasilkan perubahan operasional atau bisnis yang signifikan. Para penulis dalam artikel tersebut menegaskan bahwa data perlu diperlakukan seperti produk: dikemas, dipasarkan, dan diukur dampaknya.
Di Indonesia, konteks ini sangat relevan. Banyak perusahaan BUMN, institusi publik, dan perusahaan swasta tengah memperkuat aset data mereka—mulai dari integrasi sistem ERP, sensor IoT, hingga platform pelanggan digital. Tantangannya bukan sekadar teknologi, tetapi bagaimana data tersebut dikemas dalam bentuk yang bisa digunakan secara luas oleh lini bisnis, operasional dan pengambilan keputusan.
Data sebagai Produk: Konsep dan Implikasi
Memperlakukan data sebagai produk berarti organisasi perlu memastikan tiga hal utama:
(1) data harus berkualitas dan siap pakai, (2) tersedia akses yang mudah dan aman bagi pengguna yang tepat, dan (3) harus ada metrik nilai yang mengukur dampak data terhadap hasil bisnis atau operasional.
Penulis menggambarkan bahwa banyak organisasi mengumpulkan data tetapi gagal “menjual” atau “menyebarkan” nya ke pengguna yang membutuhkan—akibatnya banyak data hanya menjadi arsip pasif.
Dalam konteks Indonesia, hal ini berarti misalnya: sebuah BUMN energi mengumpulkan data sensor pembangkit, jaringan distribusi, dan pemeliharaan. Tetapi—jika data tidak terstruktur menjadi “layanan data” yang bisa diakses melalui dashboard untuk tim operasional atau tim perencanaan, maka kemampuannya meningkatkan efisiensi atau prediksi kerusakan akan terbatas.
Penulis juga menekankan perlunya tim lintas fungsi yang bertanggung jawab mengelola siklus produk data—mulai dari pengumpulan, pembersihan, penyajian, hingga pemantauan dampak. Tanpa tim semacam ini, data tetap tersebar di silo dan tidak digunakan secara optimal.
Membangun Organisasi yang Data-Mature
Pendekatan tradisional untuk “menjadi perusahaan berbasis data” sering menekankan teknologi atau infrastruktur. Artikel ini menyarankan orientasi yang berbeda: fokus pada penggunaan nyata data dan percobaan (piloting) yang cepat. Organisasi perlu memilih proyek data yang memiliki potensi nilai nyata, menerapkannya dengan cepat, lalu skala jika terbukti berhasil.
Di Indonesia, perusahaan dan lembaga publik bisa mengambil langkah-langkah berikut:
-
Identifikasi kasus penggunaan data yang jelas dan berdampak tinggi (misalnya prediksi pemeliharaan aset, analitik pelanggan, layanan publik digital).
-
Kembangkan produk data minimum viable (minimum viable data product)—versi sederhana yang bisa diuji dan diperbaiki.
-
Lakukan pengukuran dampak—berapa penghematan biaya, seberapa cepat waktu respons, atau pengurangan kegagalan operasional.
-
Siapkan mekanisme untuk skala—jika produk data berhasil, maka perlu ada proses rutin untuk memperluas, menduplikasi, dan memelihara.
Strategi ini membantu organisasi di Indonesia menghindari “tumpukan data tanpa aksi”, dan memilih pendekatan yang pragmatis dan berdampak.
Tantangan dan Adaptasi untuk Konteks Indonesia
Walaupun konsep “data sebagai produk” sangat menjanjikan, organisasi di Indonesia menghadapi hambatan khusus:
-
Kualitas data yang beragam: Banyak sistem lama, pencatatan manual, atau data yang tersebar di banyak unit menyebabkan pembersihan dan integrasi data menjadi tantangan besar.
-
Akses pengguna internal yang terbatas: Divisi bisnis atau operasional sering belum memiliki akses atau kapasitas untuk menggunakan produk data yang tersedia.
-
Metrik nilai yang belum jelas: Banyak organisasi belum menetapkan pengukuran dampak data, sehingga sulit memprioritaskan proyek data yang tepat.
-
Budaya uji coba dan skala masih terbatas: Organisasi cenderung mencari “proyek besar” daripada memulai dari usaha kecil yang bisa diuji dulu.
Beradaptasi dengan konteks ini berarti manajemen perlu memastikan kualitas data sejak awal, membangun akses yang mudah untuk pengguna, dan menetapkan ukuran keberhasilan yang konkret. Kebijakan internal seperti data governance, pelatihan data literacy bagi karyawan, dan struktur tim produk data menjadi krusial.
Penutup
Mengubah data menjadi nilai nyata bukanlah tugas teknologi semata — ini soal produk, pengguna, dan hasil yang diukur. Organisasi yang mampu memperlakukan data seperti produk internal dan eksternal akan lebih siap menghadapi persaingan digital.
Bagi organisasi di Indonesia, kuncinya adalah memulai dengan proyek data berbasis nilai kecil, membangun tim lintas fungsi untuk mengelola siklusnya, dan menetapkan pengukuran dampak secara nyata. Dengan demikian, aset data tidak hanya menjadi “barang yang dikoleksi”, tetapi menjadi motor inovasi dan efisiensi yang mendorong keberlanjutan organisasi.