Mengkonseptualisasi Ulang Nexus Demografi-Bencana untuk Perencanaan Adaptasi Jangka Panjang

Dipublikasikan oleh Raihan

23 Oktober 2025, 16.35

Resensi Riset: Memajukan Arah Studi Nexus Demografi-Bencana

Pendahuluan: Sebuah Pergeseran Paradigma dalam Studi Bencana

Volume yang disunting oleh Dávid Karácsonyi, Andrew Taylor, dan Deanne Bird, “The Demography of Disasters: Impacts for Population and Place,” menandai tonggak penting dalam upaya memformalkan dan memperluas bidang penelitian yang sedang berkembang, yaitu nexus demografi-bencana. Karya ini menargetkan komunitas akademik, peneliti, dan lembaga pemberi hibah untuk bergerak melampaui pemahaman tradisional bencana sebagai "guncangan" eksternal atau "peristiwa non-rutin" yang semata-mata tidak dapat diprediksi. Inti dari volume ini adalah argumen bahwa bencana sangat tertanam dalam struktur masyarakat (social embeddedness), di mana profil demografi populasi pra-bencana adalah penentu utama kerentanan dan besarnya dampak yang terjadi.

Buku ini secara logis menyusun perjalanan temuan dengan memaparkan kerangka kerja konseptual yang luas. Bencana, dalam pandangan ini, memiliki kapasitas untuk mengubah profil populasi secara mendasar pada tingkat lokal dan regional. Perubahan ini bukan hanya tentang jumlah kematian atau cedera segera, tetapi juga mencakup konsekuensi yang lebih kompleks dan berjangka panjang seperti migrasi keluar, relokasi permanen, dan perubahan perilaku demografi—yang semuanya dapat berfungsi sebagai umpan balik yang tak terduga, mengubah ekonomi dan struktur sosial jauh ke masa depan.

Jalur logis penelitian ini kemudian diuraikan melalui pemeriksaan multidisiplin yang terperinci. Volume ini menyoroti tujuh pendekatan utama dalam memahami interkoneksi ini: dampak bencana pada populasi, pengukuran kerentanan, perpindahan massal (mass displacement), pendekatan spasial/regional, perubahan iklim, urbanisasi, dan pendekatan terapan. Secara kolektif, bab-bab dalam buku ini memperkuat tesis bahwa bencana seringkali mempercepat tren demografi yang sudah ada sebelumnya, seperti migrasi dari pedesaan ke perkotaan atau penurunan populasi, daripada menciptakan struktur demografi yang sama sekali baru di tingkat lokal. Oleh karena itu, penelitian lanjutan harus melibatkan pemeriksaan mendalam terhadap demografi pra-bencana untuk membedakan antara tren struktural dan dampak yang disebabkan oleh bencana itu sendiri.

Sorotan Temuan Kuantitatif Deskriptif

Meskipun karya ini bersifat kompilasi dari berbagai studi kasus dan ulasan konseptual, penekanan pada demografi kerentanan dan perpindahan massal secara konsisten memvalidasi tesis sentralnya. Analisis yang dikumpulkan dari studi kasus jangka panjang mengenai perubahan populasi dan migrasi pasca-bencana menunjukkan bahwa temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara komposisi demografi yang rentan (terutama kelompok lansia dan minoritas) dan tingkat morbiditas/mortalitas pasca-bencana yang tidak proporsional — menunjukkan potensi kuat untuk mengembangkan objek penelitian baru dalam pemodelan risiko bencana berbasis populasi. Selain itu, perbandingan antara lokasi bencana (seperti kasus Morwell, New Orleans, dan Christchurch) mengungkapkan bahwa respons migrasi dan perubahan populasi regional sangat bergantung pada pre-eksistensi struktur ekonomi (misalnya, kota industri tunggal) dan kondisi sosial.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Kontribusi utama dari volume riset ini terhadap studi bencana dan demografi adalah tiga kali lipat. Pertama, ia secara definitif memposisikan nexus demografi-bencana sebagai bidang ilmiah yang berbeda, bukan hanya sebagai cabang dari ilmu sosial yang lebih luas. Langkah ini sangat penting untuk menarik sumber pendanaan dan membangun komunitas akademik yang kohesif.

Kedua, buku ini mendorong pergeseran ontologis dalam studi bencana. Dengan menekankan bahwa bencana berakar pada ketidaksetaraan sosial, politik, dan ekonomi (social vulnerability school) , para peneliti diarahkan untuk fokus pada demografi sebagai akar penyebab bencana—misalnya, bagaimana komposisi umur, jenis kelamin, dan etnis populasi di zona bahaya secara intrinsik meningkatkan risiko.

Ketiga, volume ini menyediakan kerangka kerja klasifikasi yang komprehensif melalui tujuh pendekatan interdisipliner, yang meluas dari dampak kesehatan dan pemindahan paksa hingga masalah yang lebih kontemporer seperti migrasi akibat perubahan iklim dan kerentanan perkotaan. Kerangka ini berfungsi sebagai peta jalan untuk penelitian di masa depan, membantu peneliti untuk mengatasi kompleksitas multidimensi dari bencana modern.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun kontribusinya besar, para editor dan penulis mengidentifikasi beberapa keterbatasan kritis dan pertanyaan terbuka yang memerlukan perhatian mendesak dari komunitas peneliti.

Keterbatasan utama adalah kurangnya data yang memadai, spasial, dan tepat waktu untuk melakukan analisis demografi bencana secara rinci. Hal ini menghambat penggunaan teknik demografi terapan untuk estimasi populasi pasca-bencana dan pemodelan kerentanan yang akurat. Keterbatasan data ini menyebabkan pemahaman yang kurang tentang skala sosial isu-isu bencana—bagaimana kelompok yang berbeda (seperti wanita, masyarakat adat, atau kelompok rentan) mengalami dan menanggapi bencana dalam jangka waktu yang lebih lama.

Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang paling menantang meliputi:

  1. Umpan Balik Demografi: Bagaimana bencana secara kompleks memengaruhi perilaku demografi yang tidak terkait langsung, seperti pola kesuburan atau pembentukan kemitraan di wilayah yang terkena dampak dan wilayah penerima, dan bagaimana efek ini membentuk profil populasi yang tersisa?
  2. Akselerasi Tren: Bagaimana peneliti dapat secara metodologis mengisolasi dampak percepatan yang disebabkan oleh bencana dari tren demografi yang sudah berlangsung lama (misalnya, penurunan populasi pedesaan di Rusia atau Eropa Timur)?
  3. Perluasan Cakupan Konseptual: Bagaimana nexus demografi-bencana dapat diperluas untuk mencakup konflik bersenjata, krisis ekonomi, dan pandemi (yang semuanya menyebabkan perpindahan massal dan mengubah profil demografi) sebagai "bencana" yang setara, di luar fokus tradisional pada bahaya alam dan teknologi?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Berikut adalah lima rekomendasi riset berkelanjutan, disajikan secara eksplisit untuk komunitas akademik dan lembaga pemberi hibah, yang secara langsung didasarkan pada celah temuan dan pertanyaan terbuka dalam volume ini.

1. Pengembangan Pemodelan Dinamika Populasi Spasial-Temporal Jangka Panjang

  • Justifikasi Ilmiah: Peristiwa bencana, terutama yang memicu perpindahan massal (seperti kecelakaan nuklir atau banjir besar), diketahui menyebabkan dislokasi permanen yang mengubah prospek regional. Namun, analisis yang ada cenderung berfokus pada dampak jangka pendek. Diperlukan mekanisme untuk memproyeksikan perubahan demografi hingga 10-20 tahun ke depan untuk mendukung perencanaan tata ruang.
  • Arah Riset: Pengembangan model microsimulation spasial yang canggih untuk memprediksi perubahan komposisi umur, jenis kelamin, dan etnis di wilayah yang dilanda dan wilayah penerima dalam dua dekade. Model ini harus diuji dengan data dari kasus perpindahan massal pasca-bencana jangka panjang (misalnya, Chernobyl atau relokasi akibat kenaikan permukaan laut).
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Menentukan persyaratan pembangunan kembali infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan di masa depan yang sangat berbeda dari struktur pra-bencana, yang penting untuk perencanaan pasca-pemulihan yang berkelanjutan.

2. Analisis Gender dan Inklusivitas dalam Perencanaan Tata Ruang Perkotaan

  • Justifikasi Ilmiah: Kerentanan perkotaan adalah tema sentral, dan buku ini secara eksplisit mencatat bahwa lanskap dan teknik perkotaan memiliki dampak yang berbeda pada wanita dalam konteks ketahanan bencana. Perencanaan yang ada sering kali mengabaikan dimensi gender.
  • Arah Riset: Melakukan studi kualitatif-kuantitatif komparatif untuk menilai tingkat partisipasi wanita dan dampaknya terhadap keselamatan, akses sumber daya, dan ketahanan sosial di kota-kota yang mengalami penyusutan populasi pasca-bencana (seperti New Orleans dan Christchurch).
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Mendesain 'kota yang ramah usia' dan 'kota yang ramah gender' dengan mempertimbangkan kerentanan kelompok ini dalam desain infrastruktur dan kebijakan tata ruang (zona banjir, ruang terbuka hijau).

3. Mengukur Koefisien Kerentanan Struktural di Megacity Pesisir Global

  • Justifikasi Ilmiah: Pertumbuhan urbanisasi dan perubahan iklim menghasilkan hotspot kerentanan baru, terutama di megacity pesisir negara berkembang (seperti Jakarta atau Dhaka). Kerentanan ini berakar pada segregasi sosial dan ketidaksetaraan. Penilaian kerentanan diperlukan untuk mitigasi.
  • Arah Riset: Menerapkan analisis faktor dan autokorelasi spasial untuk mengidentifikasi hotspot kerentanan menggunakan data demografi terperinci. Variabel kunci yang harus disoroti meliputi status sosial-ekonomi, etnis, dan kualitas/lokasi perumahan untuk memprediksi risiko bencana.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Mengubah temuan ilmiah tentang kerentanan ini menjadi alat visual (peta) untuk kebijakan tata ruang dan zonasi yang memfasilitasi positive de-densification (penghapusan bangunan dari dataran banjir) di area yang paling rentan.

4. Isolasi Efek Percepatan Bencana dari Tren Demografi Jangka Panjang

  • Justifikasi Ilmiah: Temuan menunjukkan bahwa bencana seringkali hanya berfungsi sebagai agen percepatan tren yang sudah ada (misalnya, penurunan populasi di daerah terpencil atau migrasi pedesaan). Untuk perencanaan yang efektif, pembuat kebijakan perlu membedakan mana yang merupakan tren alami dan mana yang merupakan dampak bencana.
  • Arah Riset: Melakukan studi komparatif dan longitudinal menggunakan data serial waktu yang panjang (20-50 tahun) untuk memisahkan efek percepatan bencana terhadap tingkat migrasi keluar, umur populasi, dan tingkat kesuburan di daerah berpenduduk jarang yang dilanda bencana (seperti di Rusia atau pedalaman Australia).
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Memperkuat pemahaman teoritis tentang geografi posibilisme dengan data kuantitatif, yang akan membantu perencanaan regional untuk beradaptasi dengan realitas populasi yang menyusut dan tidak lagi menunggu pertumbuhan.

5. Pemanfaatan Big Data untuk Demografi Terapan dalam Respons Bencana

  • Justifikasi Ilmiah: Meskipun demografi terapan diakui penggunaannya di setiap tahap siklus bencana , kegunaannya terbatas karena kurangnya data real-time. Populasi sementara, seperti turis atau pengunjung, seringkali menjadi 'kelompok terlupakan' karena kurangnya perencanaan respons.
  • Arah Riset: Penelitian aksi yang berfokus pada pengembangan metodologi estimasi populasi pasca-bencana secara real-time yang mengintegrasikan data demografi tradisional dengan sumber big data (misalnya, data lokasi ponsel atau media sosial).
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Mengembangkan protokol untuk mengidentifikasi dan memetakan populasi sementara yang rentan, memastikan bahwa perencanaan darurat dan mitigasi di masa depan dapat memperhitungkan dinamika populasi harian yang fluktuatif di lokasi berisiko tinggi.

Kesimpulan dan Kolaborasi

Nexus demografi-bencana adalah bidang yang matang untuk investasi riset transformatif. Temuan saat ini, yang menggarisbawahi peran penting komposisi populasi pra-bencana dalam menentukan kerentanan, secara langsung membuka jalan bagi perencanaan jangka panjang yang lebih terinformasi dan adaptif. Mengintegrasikan demografi dengan studi bencana memungkinkan kita untuk bergerak dari manajemen krisis pasif ke mitigasi risiko proaktif yang tertanam dalam realitas spasial dan sosial. Dengan memahami bahwa bencana dapat mempercepat perubahan demografi yang tidak dapat dihindari, kita dapat merencanakan kota dan wilayah yang menyusut dan beradaptasi alih-alih hanya berfokus pada pertumbuhan.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi yang memiliki spesialisasi komplementer, seperti Geographical Institute (CSFK) di Budapest, Northern Institute di Charles Darwin University, dan University of Iceland, untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, sekaligus memperluas kolaborasi ke lembaga-lembaga yang fokus pada data spasial besar dan perencanaan kebijakan urban di wilayah berisiko tinggi.

Baca paper aslinya di sini