Menggali Warisan Sejarah Banten: Resensi Buku 'Studi Kebantenan' yang Menguak Jati Diri Budaya Lokal

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah

19 Mei 2025, 15.08

pixabay

Pendahuluan

Buku Studi Kebantenan dalam Catatan Sejarah adalah karya kolektif yang tidak hanya mendokumentasikan sejarah Banten, tetapi juga menghidupkan kembali denyut kebudayaan dan peradaban masyarakatnya dari masa praaksara hingga era modern. Melalui pendekatan geohistoris, buku ini berhasil membangun narasi yang menyatukan geografi, sosiologi, dan sejarah dalam satu jalinan utuh. Tujuan utamanya ialah memperkuat jati diri lokal sekaligus menyumbangkan wawasan strategis bagi pembangunan daerah berbasis kearifan historis.

Ruang Sejarah dan Geografi

Dimensi Geohistoris

Banten, secara geografis, terletak strategis di jalur lalu lintas laut internasional, yakni di antara Pulau Jawa dan Sumatra. Wilayah ini memiliki luas sekitar 9.160,70 km² yang terbagi dalam 4 kota, 4 kabupaten, dan lebih dari 1.200 desa. Buku ini menyajikan pendekatan geohistoris yang menjelaskan bagaimana kondisi geografis memengaruhi jalannya sejarah. Misalnya, keberadaan Selat Sunda menjadikan Banten sebagai simpul pelayaran penting dari Asia Tenggara ke Australia dan sebaliknya.

Bukti Arkeologis dan Kejayaan Awal

Pada abad ke-5, Banten masih menjadi bagian dari Kerajaan Tarumanagara, yang dibuktikan dengan penemuan prasasti seperti Prasasti Ciaruteun. Di era berikutnya, wilayah ini menjadi pusat perdagangan penting di bawah pengaruh kerajaan Sunda dan kemudian berkembang menjadi kerajaan Islam yang berpengaruh.

 Islamisasi dan Perkembangan Kesultanan Banten

Maulana Hasanuddin dan Jejak Islamisasi

Banten mulai berkembang pesat sebagai kesultanan Islam pada abad ke-16 dengan naiknya Sultan Maulana Hasanuddin sebagai penguasa pertama. Ia adalah putra dari Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo. Islamisasi di Banten bukan hanya soal agama, tetapi juga transformasi sosial, budaya, dan politik masyarakat.

Keemasan Sultan Ageng Tirtayasa

Salah satu bagian paling kuat dari buku ini adalah kajian tentang Sultan Ageng Tirtayasa (memerintah 1651–1683). Di bawah kepemimpinannya, Banten mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan dan kekuatan maritim. Beliau juga mendirikan sistem pertahanan dan pelabuhan yang terintegrasi dengan diplomasi luar negeri.

Salah satu catatan sejarah penting menyebutkan bahwa Sultan Ageng pernah mengirimkan surat diplomatik kepada Raja Inggris Charles II yang disertai dengan hadiah lada hitam, mencerminkan hubungan dagang yang erat dengan Eropa.

Demografi dan Tatanan Sosial Banten

Sistem Sosial dan Pola Pemukiman

Buku ini juga membahas struktur sosial masyarakat Banten, mulai dari keluarga, klan, hingga jaringan tokoh agama dan jawara. Terdapat uraian menarik tentang bagaimana pola pemukiman masyarakat Banten tidak hanya ditentukan oleh pertimbangan praktis seperti akses air, tetapi juga nilai-nilai spiritual dan budaya.

Ekonomi Kreatif sebagai Warisan Sejarah

Salah satu bagian paling progresif dari buku ini adalah pembahasan mengenai potensi ekonomi kreatif berbasis sejarah. Penulis menyampaikan bahwa kekayaan budaya seperti debus, pencak silat, dan tari lojor dapat menjadi pilar ekonomi baru bagi Banten.

Kuliner dan Industri Tradisional

Kuliner khas seperti sate bandeng, rabeg, dan kue apem disebutkan sebagai potensi unggulan ekonomi lokal. Begitu pula dengan kerajinan gerabah dari Bumijaya yang dapat dikembangkan menjadi industri bernilai ekspor.

Nilai Tambah: Pendekatan Geohistori dan Pendidikan Sejarah

Pendekatan geohistoris yang diadopsi buku ini sejalan dengan kebutuhan pembelajaran sejarah modern. Tidak sekadar hafalan kronologis, tapi analisis hubungan sebab-akibat antara kondisi geografis dan dinamika sosial. Ini membuat buku ini sangat cocok digunakan dalam dunia pendidikan, khususnya bagi pelajar dan mahasiswa sejarah maupun kajian budaya lokal.

Kritik dan Komparasi

Meski secara substansi buku ini kaya informasi, ada beberapa catatan penting:

  • Gaya Bahasa: Dalam beberapa bagian, penyajian terkesan terlalu deskriptif tanpa eksplorasi analitis yang mendalam, terutama pada bagian demografi dan ekonomi kreatif.

  • Keterbatasan Data Statistik: Data ekonomi lebih bersifat umum dan kurang didukung angka kuantitatif, misalnya statistik pariwisata, industri kreatif, atau kontribusi UKM terhadap PDRB Banten.

  • Perbandingan Kurang: Buku ini akan lebih tajam jika disandingkan dengan daerah lain yang memiliki dinamika sejarah serupa, seperti Cirebon atau Palembang.

Namun demikian, buku ini tetap memberikan kontribusi penting bagi literatur sejarah lokal Indonesia.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, Studi Kebantenan dalam Catatan Sejarah adalah referensi penting untuk memahami identitas dan peradaban Banten. Bukan hanya tentang catatan masa lalu, tetapi juga refleksi masa depan: bagaimana sejarah lokal bisa menjadi fondasi ekonomi kreatif, pendidikan karakter, dan pembangunan daerah berbasis kearifan budaya.

Dengan narasi yang terstruktur dan pendekatan lintasdisipliner, buku ini layak menjadi bahan ajar, inspirasi kajian ilmiah, maupun rujukan kebijakan daerah.

Sumber

Buku: Studi Kebantenan dalam Catatan Sejarah
Penulis: Iwan Ridwan, Hj. Ima Maisaroh, Hj. Rt. Bai Rohimah, Drs. H. Suaidi, Abdurrahim