Menggali Potensi Sumber Daya Alam di Sempadan Sungai Rungan: Peluang, Tantangan, dan Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Lokal Palangka Raya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

17 Juni 2025, 09.44

pixabay.com

Sungai Rungan dan Krisis Sumber Daya Alam Lokal

Sungai Rungan, salah satu cabang utama Sungai Kahayan di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, selama puluhan tahun menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Dayak dan komunitas lokal di sekitarnya. Namun, perubahan lingkungan, eksploitasi berlebihan, dan lemahnya pengelolaan telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan dan sumber pendapatan utama masyarakat, khususnya dari sektor perikanan. Paper karya Nova Riyanti, M. Riban Satia, dan Muh Azhari ini mengupas secara mendalam bagaimana pengelolaan sumber daya alam di sempadan Sungai Rungan dapat dioptimalkan sebagai sumber ekonomi masyarakat, sekaligus mengidentifikasi hambatan dan peluang yang ada.

Latar Belakang: Potret Sumber Daya Alam dan Ketergantungan Ekonomi

Fakta Kunci dan Konteks Lokal

  • Kalimantan Tengah dijuluki “paru-paru dunia” karena hutan tropisnya yang luas, namun juga dikenal sebagai “pulau seribu sungai”.
  • Sungai Rungan membentang melewati beberapa kelurahan di tiga kecamatan di Kota Palangka Raya, menjadi tumpuan hidup masyarakat adat Dayak.
  • Mata pencaharian utama: Nelayan ikan, penyadap karet, petani ladang, dan pekebun—semuanya sangat tergantung pada kualitas dan kelestarian lingkungan sungai.
  • Krisis perikanan: Penurunan drastis populasi ikan akibat pencemaran, illegal mining, dan rusaknya ekosistem sungai. Dulu, masyarakat bisa langsung minum air sungai; kini air keruh, kuning, dan tercemar limbah tambang emas dan pasir.

Pendekatan Kualitatif dan Studi Lapangan

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi literatur. Lokasi penelitian difokuskan pada sempadan Sungai Rungan yang melintasi beberapa kelurahan strategis. Peneliti terjun langsung ke lapangan untuk menangkap dinamika, kompleksitas, dan potensi pengelolaan sumber daya alam di kawasan ini.

Temuan Utama: Potensi, Kearifan Lokal, dan Peluang Diversifikasi Ekonomi

1. Potensi Sumber Daya Alam yang Belum Terkelola Optimal

  • Tanaman konsumsi dan obat: Pakis, jamur, dan tanaman bajakah tumbuh liar di sempadan sungai, namun belum dibudidayakan secara sistematis. Bajakah kini populer sebagai tanaman obat tradisional bernilai ekonomi tinggi.
  • Rotan, karet, dan sawit: Sumber pendapatan musiman, namun harga pasar fluktuatif dan sering merugikan petani.
  • Ternak lebah: Potensi besar di sepanjang sungai yang masih banyak pohon berbunga, namun belum banyak dikembangkan sebagai usaha kolektif.
  • Penangkapan ikan ramah lingkungan: Penggunaan beje (kolam alami yang terbentuk di hutan saat air pasang) masih menjadi praktik tradisional yang lestari.

2. Kearifan Lokal dan Wisata Religi

  • Pasah Patahu dan Keramat Nazar: Rumah kecil keramat dan pohon-pohon dengan bendera kuning sebagai simbol pelestarian dan perlindungan kampung. Kearifan lokal ini tidak hanya menjaga ekosistem, tetapi juga berpotensi dikembangkan sebagai wisata religi dan budaya, sumber pendapatan baru bagi masyarakat.

3. Ketergantungan pada Bantuan dan Minimnya Inovasi

  • Program pemerintah masih didominasi bantuan sosial seperti beras sejahtera, bukan program pemberdayaan ekonomi jangka panjang.
  • Inovasi teknologi dan diversifikasi usaha sangat minim; belum ada produksi lokal yang menjadi ciri khas atau branding ekonomi masyarakat sempadan sungai.

Studi Kasus: Dinamika Ekonomi dan Lingkungan di Sempadan Sungai Rungan

Studi Kasus 1: Dampak Illegal Mining dan Penurunan Kualitas Air

  • Illegal mining (penambangan emas tanpa izin) di sepanjang Sungai Rungan menyebabkan air sungai keruh, berwarna kuning, dan tercemar logam berat. Akibatnya, populasi ikan menurun drastis, dan masyarakat kehilangan sumber pendapatan utama.
  • Migrasi profesi: Ketika harga karet, rotan, dan sawit turun, sebagian masyarakat beralih menjadi penambang emas liar untuk bertahan hidup, meski sadar dampaknya buruk bagi lingkungan.

Studi Kasus 2: Kearifan Lokal sebagai Penjaga Ekosistem

  • Pasah Patahu dan Keramat Nazar: Tradisi lokal yang dipercaya menjaga kampung dari bahaya dan mengikat masyarakat untuk tidak sembarangan merusak alam. Jika dikembangkan sebagai wisata religi, potensi pendapatan baru bisa diraih tanpa merusak lingkungan.

Studi Kasus 3: Program Green Belt dan Pemberdayaan Masyarakat

  • Konsep sabuk hijau (green belt): Pemerintah Kota Palangka Raya melarang pembangunan permanen dalam radius 500 meter dari sungai, mendorong program ternak lebah dan ikan di pinggiran sungai.
  • Kendala: Banyak lahan di sempadan sungai justru dimiliki investor luar daerah yang tidak tinggal di sekitar sungai, sehingga tidak dikelola dan tidak memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

Analisis Faktor Penghambat Pengelolaan Sumber Daya Alam

1. Kepemilikan Pribadi dan Ketimpangan Akses Lahan

  • Banyak lahan di sempadan sungai dimiliki oleh orang luar atau investor yang tidak tinggal di kawasan tersebut. Akibatnya, lahan dibiarkan tidak produktif dan tidak bisa dimanfaatkan masyarakat lokal.
  • Tidak ada pengelolaan kolektif; setiap lahan menjadi tanggung jawab individu, sehingga sulit membangun usaha bersama atau koperasi.

2. Kelembagaan Lemah dan Kurang Sinergi

  • Kelembagaan adat (Damang, mantir) dan pemerintah (RT, RW, BPDAS, BLH, Satpol PP, Dinas Pertambangan, Dinas Perikanan) berjalan sendiri-sendiri, tanpa koordinasi efektif.
  • Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan swasta dalam pengelolaan sumber daya alam masih sangat lemah, bahkan cenderung membentuk “kelembagaan tidak ideal” yang justru memfasilitasi eksploitasi tanpa kendali.

3. Minimnya Pemanfaatan Teknologi

  • Tidak ada inovasi atau pemanfaatan teknologi modern dalam budidaya, pengolahan hasil hutan, atau pemasaran produk lokal.
  • Potensi tanaman obat seperti bajakah belum dikembangkan secara komersial dengan dukungan teknologi farmasi, padahal permintaan pasar tinggi.

4. Kurangnya Edukasi dan Kesadaran

  • Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan masih rendah, sehingga banyak peluang ekonomi terbuang sia-sia.
  • Bantuan pemerintah seringkali hanya bersifat konsumtif, bukan stimulun untuk kemandirian ekonomi.

Rekomendasi dan Strategi Pemberdayaan

1. Kolaborasi Pemilik Lahan dan Masyarakat Lokal

  • Pemilik lahan di sempadan sungai sebaiknya bermitra dengan masyarakat lokal untuk mengembangkan kebun, budidaya tanaman obat, atau usaha lebah madu. Hasilnya bisa dibagi adil, sehingga lahan tidak lagi menganggur dan masyarakat mendapat penghasilan tetap.

2. Inovasi Program Pemerintah

  • Pemerintah Kota Palangka Raya perlu merancang program pemberdayaan ekonomi berbasis potensi lokal, seperti budidaya bajakah, rotan, pakis, dan lebah, bukan hanya bantuan sosial sesaat.
  • Kolaborasi lintas dinas (Ketahanan Pangan, Kehutanan, Perdagangan) sangat penting untuk membangun ekosistem usaha lokal berkelanjutan.

3. Branding dan Wisata Religi-Budaya

  • Kearifan lokal seperti Pasah Patahu dan Keramat Nazar bisa diangkat sebagai ikon wisata religi dan budaya, menarik wisatawan dan menciptakan sumber pendapatan baru.
  • Pemerintah dan masyarakat perlu mengembangkan paket wisata susur sungai, edukasi lingkungan, dan festival budaya di sempadan Sungai Rungan.

4. Pemanfaatan Teknologi dan Riset

  • Perlu riset dan pelatihan tentang budidaya tanaman obat, pengolahan hasil hutan, dan pemasaran digital untuk produk lokal.
  • Teknologi sederhana seperti pengolahan madu, pengemasan jamur dan pakis, serta pengolahan bajakah bisa meningkatkan nilai tambah ekonomi.

Analisis Kritis dan Perbandingan

Kelebihan Paper

  • Pendekatan lapangan yang kuat: Peneliti terjun langsung ke lokasi, menangkap suara masyarakat dan dinamika nyata di lapangan.
  • Analisis multidimensi: Tidak hanya aspek ekonomi, tetapi juga sosial, kelembagaan, teknologi, dan kearifan lokal.
  • Rekomendasi aplikatif: Solusi yang ditawarkan sangat kontekstual dan bisa langsung diadopsi oleh pemerintah dan masyarakat.

Kritik dan Tantangan

  • Kurangnya data kuantitatif: Paper ini lebih banyak narasi kualitatif; akan lebih kuat jika disertai data angka-angka tentang volume produksi, pendapatan, atau jumlah lahan tidak produktif.
  • Implementasi program: Banyak rekomendasi, namun realisasi di lapangan sangat tergantung pada kemauan politik, koordinasi kelembagaan, dan perubahan mindset masyarakat.
  • Potensi konflik lahan: Kolaborasi antara pemilik lahan dan masyarakat lokal membutuhkan mediasi dan regulasi agar adil dan berkelanjutan.

Hubungan dengan Tren Global dan Industri

  • Sustainable livelihoods: Diversifikasi ekonomi masyarakat berbasis sumber daya lokal dan kearifan tradisional kini menjadi tren pembangunan berkelanjutan di banyak negara.
  • Eco-tourism dan wisata budaya: Pengembangan wisata berbasis ekosistem dan budaya lokal terbukti efektif meningkatkan pendapatan masyarakat di banyak kawasan sungai dunia.
  • Digitalisasi dan teknologi tepat guna: Pemanfaatan teknologi sederhana dan pemasaran digital bisa memperluas pasar produk lokal dan meningkatkan daya saing.

Jalan Panjang Menuju Kemandirian Ekonomi Berbasis Sumber Daya Alam

Paper ini menegaskan bahwa kunci pemberdayaan ekonomi masyarakat sempadan Sungai Rungan adalah pengelolaan sumber daya alam yang terintegrasi, inovatif, dan berbasis kearifan lokal. Kolaborasi, inovasi teknologi, dan penguatan kelembagaan menjadi syarat mutlak agar potensi alam tidak hanya menjadi cerita masa lalu, tetapi juga tumpuan masa depan yang berkelanjutan. Dengan strategi yang tepat, Sungai Rungan bisa kembali menjadi sumber kehidupan, inspirasi, dan kemakmuran bagi masyarakat Palangka Raya.

Sumber Artikel 

Nova Riyanti, M. Riban Satia, Muh Azhari. Analisis Pengelolaan Sumber Daya Alam sebagai Sumber Pendapatan Ekonomi Masyarakat Lokal di Sempadan Sungai Rungan Kota Palangka Raya. Pencerah Publik, Volume 7 Issue 2, Oktober 2020, hlm. 11–24.