Menggali Pengetahuan Lokal: Bagaimana Tumpukan Sampah Memicu Bencana Longsor di Manado.

Dipublikasikan oleh Raihan

22 Oktober 2025, 15.14

Mengidentifikasi Faktor Risiko yang Terlupakan: Resensi Riset tentang Kearifan Lokal, Sampah, dan Longsor Perkotaan

Dalam lanskap riset kebencanaan, penggabungan kearifan lokal (LK) dengan pengetahuan ilmiah teknis telah lama diakui sebagai komponen penting untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang efektif, sebagaimana diamanatkan oleh kerangka kerja internasional seperti Sendai Framework. Namun, dalam praktiknya, literatur teknis mengenai risiko longsor perkotaan sebagian besar masih didominasi oleh analisis dinamika geologi dan alam. Kearifan lokal sering kali tidak dijadikan titik awal untuk mengidentifikasi faktor risiko yang spesifik secara kontekstual.

Paper "Leveraging local knowledge for landslide disaster risk reduction in an urban informal settlement in Manado, Indonesia" oleh MacAfee et al. (2024) secara langsung menantang kesenjangan ini. Penelitian ini bergeser dari fokus tradisional pada faktor geofisik murni dan menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali pemahaman mendalam penduduk di permukiman informal yang rawan longsor di Manado, Indonesia.

Melalui 19 wawancara kualitatif mendalam, transect walks, dan observasi etnografi, para peneliti membangun jalur logis temuan yang kuat. Berawal dari faktor risiko yang sudah diketahui seperti hujan lebat , lereng curam, dan tanah vulkanik yang porous, analisis bergerak lebih dalam ke faktor-faktor yang diidentifikasi secara unik oleh penduduk. Temuan utama yang paling menonjol—dan menjadi inti kontribusi paper ini—adalah identifikasi manajemen sampah padat (SWM) yang tidak memadai sebagai faktor antropogenik utama yang sering terabaikan dalam risiko longsor perkotaan.

Meskipun studi ini bersifat kualitatif dan tidak menghasilkan koefisien korelasi, data deskriptifnya sangat kuat. Temuan ini secara konsisten muncul dalam wawancara. 5 dari 19 peserta secara eksplisit menyalahkan SWM yang tidak memadai sebagai penyebab longsor , dan 9 peserta mengidentifikasi sistem drainase yang buruk (yang seringkali diperparah oleh sampah) sebagai faktor utama. Penduduk setempat memaparkan mekanisme kausal yang jelas: tumpukan sampah mengubah pola aliran air dengan menghalangi saluran drainase , berkontribusi pada ketidakstabilan tanah (disebutkan oleh seorang peserta sebagai membuat tanah "tenuous" atau rapuh) , dan menambah beban muatan di puncak lereng.

Lebih lanjut, penelitian ini menghubungkan kegagalan SWM ini tidak hanya dengan faktor fisik (akses jalan yang sempit dan curam) tetapi juga dengan faktor sosio-politik yang mengakar, termasuk kemiskinan, stigmatisasi penduduk "kumuh", dan pengecualian permukiman mereka dari layanan pemerintah.

Paper ini secara tajam mengkontraskan temuan LK ini dengan literatur teknis yang ada. Klasifikasi longsor yang dominan (seperti klasifikasi Varnes yang diperbarui oleh Hungr et al. [27]) memang menyebutkan "timbunan antropogenik", tetapi gagal untuk secara eksplisit membedakan atau menganalisis peran sampah rumah tangga yang tidak terkelola sebagai faktor risiko spesifik. Penelitian ini berargumen bahwa di permukiman informal, akumulasi sampah yang tersebar luas ini mungkin memiliki karakteristik yang sama dengan TPA ilegal atau "longsor sampah" (garbage landslides) skala besar yang telah didokumentasikan, namun terjadi pada skala mikro yang kumulatif dan terdesentralisasi.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Studi oleh MacAfee et al. ini memberikan tiga kontribusi fundamental bagi komunitas riset kebencanaan dan perkotaan:

  1. Validasi LK sebagai Sumber Data Primer: Paper ini secara efektif menggeser status kearifan lokal dari sekadar "persepsi risiko" menjadi sumber data primer yang valid untuk identifikasi faktor risiko. Ini menantang hegemoni pengetahuan teknis-geologis dan menunjukkan bahwa penduduk lokal memiliki pemahaman mekanistik yang mendalam tentang lingkungan mereka , yang dapat mengidentifikasi kesenjangan dalam sains formal.
  2. Identifikasi Faktor Risiko Antropogenik Baru (SWM): Kontribusi paling signifikan adalah penyorotan SWM yang tidak memadai sebagai faktor risiko longsor yang spesifik dan terabaikan di permukiman informal perkotaan. Ini membuka kotak pandora penelitian baru tentang bagaimana limbah domestik berinteraksi dengan stabilitas lereng, melampaui fokus tradisional pada penggundulan hutan atau konstruksi.
  3. Penekanan pada Keterkaitan Sosio-Teknis: Penelitian ini dengan kuat menunjukkan bahwa risiko longsor bukanlah murni masalah geoteknik. Ini adalah masalah tata kelola. Kegagalan SWM adalah kegagalan sosio-politik yang berakar pada eksklusi dan stigmatisasi. Ini memaksa peneliti untuk mengintegrasikan analisis kebijakan dan sosiologi perkotaan ke dalam model risiko fisik.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Sebagai studi kualitatif dengan ukuran sampel yang terfokus, para penulis secara jujur mengakui keterbatasan mereka. Studi ini tidak dapat mengkonfirmasi secara konklusif atau mengukur secara kuantitatif mekanisme fisik di balik interaksi SWM-longsor. Ini, bagaimanapun, bukanlah kelemahan, melainkan sebuah undangan eksplisit untuk penelitian lebih lanjut.

Temuan ini meninggalkan beberapa pertanyaan terbuka yang mendesak bagi komunitas akademik:

  • Mekanisme Fisik: Bagaimana tepatnya sampah rumah tangga mempengaruhi stabilitas geoteknik lereng? Apakah timbunan sampah plastik (non-porous) memiliki dampak yang berbeda pada tekanan air pori dibandingkan dengan sampah organik yang membusuk?
  • Kuantifikasi dan Ambang Batas: Berapa volume atau kepadatan sampah yang diperlukan untuk secara signifikan meningkatkan risiko longsor di berbagai jenis tanah dan sudut lereng?
  • Generalisasi: Apakah temuan ini—bahwa SWM adalah faktor risiko utama—spesifik untuk geologi tanah vulkanik unik di Manado , atau apakah ini fenomena umum di permukiman informal tropis di seluruh Dunia Selatan (Global South)?
  • Implikasi Klasifikasi: Bagaimana seharusnya klasifikasi teknis standar seperti Varnes diperbarui untuk secara fungsional memasukkan "limbah padat rumah tangga yang tidak terkelola" sebagai kategori material yang berbeda dan berisiko?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Berdasarkan kesenjangan yang diidentifikasi secara eksplisit oleh MacAfee et al., kami mengusulkan lima arah penelitian lanjutan yang ditargetkan untuk para peneliti dan lembaga pendanaan.

  1. Riset Kuantifikasi Mekanisme Geoteknik SWM-Longsor
    • Justifikasi: Paper ini bersifat kualitatif dan tidak dapat membuktikan mekanisme fisik yang dikemukakan oleh penduduk. Validasi kuantitatif sangat diperlukan.
    • Metode/Variabel Baru: Melakukan studi geoteknik terkontrol di laboratorium dan in-situ di lapangan. Ini harus melibatkan pembuatan model lereng fisik yang "dimuati" (loaded) dengan berbagai komposisi sampah (misalnya, % plastik vs % organik) dan dihadapkan pada skenario curah hujan yang berbeda untuk mensimulasikan infiltrasi air. Variabel kunci untuk diukur adalah kuat geser tanah (shear strength), tekanan air pori (pore water pressure), dan sudut kemiringan kritis sebelum terjadi kegagalan.
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk memvalidasi LK secara teknis dan mengembangkan model prediktif berbasis fisika yang memasukkan SWM sebagai variabel input.
  2. Studi Komparatif Multi-Kota Lintas Geologi (Generalizability)
    • Justifikasi: Temuan ini saat ini terbatas pada satu studi kasus di Manado. Validitas eksternal dari hubungan SWM-longsor ini belum teruji.
    • Metode/Variabel Baru: Mereplikasi metodologi studi kasus kualitatif-kuantitatif (hibrid) di permukiman informal yang rawan longsor di kota-kota tropis lainnya dengan geologi yang berbeda (misalnya, Rio de Janeiro, Freetown, Kathmandu, atau kota-kota lain di Indonesia). Variabel pembanding harus mencakup geologi tanah, curah hujan rata-rata, kepadatan penduduk, dan status tata kelola SWM.
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk menentukan apakah SWM adalah faktor risiko longsor universal di permukiman informal atau apakah interaksinya dimediasi oleh faktor geologi lokal.
  3. Investigasi Diferensial Material Antropogenik
    • Justifikasi: Paper ini menyerukan penelitian tentang jenis sampah yang berbeda, bukan hanya keberadaannya. LK hanya menyebut "sampah" (trash) , dan klasifikasi teknis Brasil hanya mencatat "kehadiran atau ketiadaan".
    • Metode/Variabel Baru: Menggunakan pemodelan geofisika dan analisis kimia-fisika untuk membedakan dampak dari berbagai jenis limbah. Secara khusus, meneliti bagaimana sampah plastik (yang hidrofobik dan tahan lama) mengubah jalur aliran air sub-permukaan versus bagaimana sampah organik (yang terdegradasi dan dapat meningkatkan kandungan air) mempengaruhi stabilitas. Penelitian juga harus menyelidiki efek sampah yang dibakar sebagian atau dikubur.
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk menghasilkan rekomendasi praktis yang sangat spesifik bagi pembuat kebijakan SWM.
  4. Analisis Tata Kelola Integratif: SWM dalam Kerangka PRB
    • Justifikasi: Paper ini secara kuat menetapkan bahwa kegagalan SWM bersifat sosio-politik, berakar pada eksklusi dan stigma. Solusi teknis (Rekomendasi 1-3) akan gagal jika tata kelola yang mendasarinya tidak diperbaiki.
    • Metode/Variabel Baru: Melakukan analisis kebijakan dan penelitian tata kelola (governance research). Studi ini harus memetakan mengapa program SWM konvensional gagal menjangkau area informal dan bagaimana program PRB (seperti yang didukung Sendai Framework ) dapat diintegrasikan secara formal dengan program peningkatan permukiman (slum upgrading).
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk merancang intervensi kebijakan yang holistik yang mengatasi SWM dan risiko longsor secara bersamaan, bukan sebagai silo yang terpisah.
  5. Pengembangan Klasifikasi Risiko Hibrid (LK + Teknis)
    • Justifikasi: Paper ini mengkritik klasifikasi teknis yang ada (seperti Varnes) karena mengabaikan masukan LK dan faktor SWM dan secara eksplisit menyerukan pembaruan.
    • Metode/Variabel Baru: Menggunakan metodologi Participatory Action Research (PAR) atau pengembangan hybrid knowledge. Penelitian ini harus mengumpulkan pakar geologi, insinyur sipil, perencana kota, dan anggota komunitas lokal dalam lokakarya bersama untuk bersama-sama membuat matriks penilaian risiko baru. Matriks ini harus mengintegrasikan variabel teknis (misalnya, sudut lereng, jenis tanah) dengan variabel LK yang divalidasi (misalnya, "akumulasi sampah terlihat", "drainase tersumbat", "tanah rapuh").
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk menciptakan alat penilaian risiko (risk assessment tools) yang lebih akurat, relevan secara kontekstual, dan diterima secara sosial, yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dan komunitas.

Ajakan Kolaboratif

Penelitian oleh MacAfee et al. (2024) ini bukan hanya sebuah studi kasus, tetapi sebuah seruan untuk merevolusi cara kita menilai risiko longsor di lingkungan perkotaan yang paling rentan. Temuan ini menegaskan bahwa solusi tidak dapat ditemukan hanya di dalam laboratorium geoteknik atau di kantor perencana kota.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan kolaborasi erat antara institusi penelitian geoteknik dan hidrologi, lembaga pemerintah yang fokus pada tata kelola perkotaan dan manajemen limbah (seperti Kementerian PUPR atau KLHK di konteks Indonesia), dan organisasi berbasis komunitas yang bekerja langsung di permukiman informal. Kolaborasi multi-sektor ini krusial untuk memastikan bahwa temuan di masa depan tidak hanya valid secara ilmiah tetapi juga relevan secara kontekstual, adil secara sosial, dan dapat diimplementasikan secara berkelanjutan.

Baca paper aslinya di sini