Mengapa Sistem Manajemen K3 Penting? Studi Kasus di Industri Manufaktur Mengungkap Bukti Kuat untuk Mengurangi Kecelakaan Kerja

Dipublikasikan oleh Raihan

23 September 2025, 16.28

Freepik.com

Latar Belakang dan Urgensi Penelitian

Dalam era globalisasi dan modernisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan peningkatan intensitas kerja, sektor industri di Indonesia menghadapi tantangan signifikan terkait risiko kecelakaan kerja.1 Data dari Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun 2020 menunjukkan urgensi masalah ini, dengan jumlah kasus kecelakaan kerja mencapai 177.000, sebuah peningkatan sebesar 35,6% dibandingkan tahun 2019.1 Angka-angka ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan sistem perlindungan yang efektif bagi tenaga kerja.

Dalam konteks ini, penelitian ini berfokus pada peran vital SMK3, yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, sebagai sistem perlindungan yang dirancang untuk meminimalkan risiko kecelakaan dan kerugian material.1 Meskipun demikian, penelitian ini mencatat bahwa adopsi SMK3 masih rendah, dengan hanya 2,1% perusahaan besar di Indonesia yang telah menerapkannya.1 Kondisi ini memunculkan pertanyaan fundamental mengenai efektivitas dan implementasi praktis dari sistem ini di lapangan.

Penelitian ini dirancang dengan alur logis yang terstruktur. Dimulai dari identifikasi masalah nasional—yaitu meningkatnya angka kecelakaan kerja—kemudian beralih ke eksplorasi solusi potensial, yaitu implementasi SMK3.1 Penelitian ini memilih untuk mengeksplorasi hubungan ini melalui studi kasus kualitatif di sebuah perusahaan manufaktur di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.1 Fokus spesifik pada Unit Pra-Perawatan dan Pengecatan (Pre-Treatment and Painting Unit) di Divisi Peralatan Rumah Sakit (HE) dipilih karena unit ini memiliki tingkat bahaya potensial yang lebih tinggi dibandingkan unit lain dalam divisi yang sama.1 Dengan demikian, para peneliti berupaya untuk secara empiris menilai seberapa jauh kerangka kerja SMK3 yang formal dapat memengaruhi hasil keselamatan kerja yang nyata.

 

Metodologi Riset dan Gambaran Temuan Kuantitatif

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus untuk menilai implementasi SMK3. Instrumen penelitian utamanya adalah daftar periksa audit SMK3 yang merujuk pada kriteria dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012.1 Daftar periksa ini mencakup 5 prinsip, 12 kriteria, dan 166 item, yang memungkinkan para peneliti untuk melakukan audit yang komprehensif melalui tinjauan dokumen, observasi lapangan, dan wawancara dengan manajemen serta pekerja.1

Hasil audit yang terukur menunjukkan tingkat pencapaian implementasi SMK3 di perusahaan tersebut adalah 76,5%.1 Angka ini menempatkan perusahaan dalam kategori "baik", yang didefinisikan oleh rentang pencapaian 60–84%.1 Dari total 166 kriteria yang diaudit, ditemukan 39 temuan non-konformitas, di mana seluruhnya (39 kriteria) merupakan kategori minor dan tidak ada temuan kategori mayor.1 Temuan non-konformitas minor ini mencakup berbagai aspek, mulai dari kurangnya dokumentasi pertemuan P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja), ketidaklengkapan informasi K3 di lapangan, hingga tidak adanya prosedur perizinan kerja berisiko tinggi (misalnya,

hot work permit atau confined space permit) dan prosedur Lock-out/Tag-out (LOTO).1

Selain audit, penelitian ini juga menganalisis data sekunder mengenai kasus kecelakaan kerja dalam divisi tersebut. Hasil analisis data sekunder menunjukkan penurunan kasus kecelakaan di unit yang telah menerapkan SMK3.1 Secara spesifik, dalam periode 2011–2014, unit yang diaudit (Unit Pra-Perawatan & Pengecatan) yang telah menerapkan SMK3 bersertifikasi OHSAS 18001:2007 hanya memiliki 2 kasus kecelakaan kerja.1 Angka ini menunjukkan hubungan kuat antara

implementasi SMK3 yang baik dan penurunan kasus kecelakaan kerja, dengan rasio yang signifikan — menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru. Perbandingan ini menjadi lebih jelas ketika melihat data unit lain dalam divisi yang sama yang belum menerapkan SMK3 secara formal: Unit Perakitan mencatat 9 kasus, Unit Pengelasan 11 kasus, dan Unit Pengepakan 4 kasus.1 Data ini secara deskriptif menggambarkan bahwa unit yang memiliki kerangka kerja SMK3 formal memiliki tingkat insiden kecelakaan yang jauh lebih rendah.

 

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Penelitian ini memberikan sejumlah kontribusi penting bagi bidang K3, terutama dalam konteks Indonesia. Pertama, kontribusi utamanya terletak pada penyediaan bukti empiris langsung yang menegaskan efektivitas SMK3 di tingkat operasional industri manufaktur. Meskipun data kecelakaan kerja global sudah banyak yang menunjukkan korelasi antara SMK3 dan penurunan insiden, studi ini mengisi celah pengetahuan dengan memberikan validasi yang spesifik pada konteks industri lokal.1

Kedua, melalui penggunaan daftar periksa audit yang terperinci, penelitian ini tidak hanya membuktikan keberhasilan sistem secara umum, tetapi juga secara spesifik mengidentifikasi 39 area di mana implementasi praktis masih memiliki celah.1 Daftar temuan non-konformitas minor yang terperinci ini memberikan peta jalan yang sangat spesifik dan praktis bagi manajer dan praktisi K3. Misalnya, temuan terkait kurangnya prosedur Lock-out/Tag-out (LOTO), kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) yang tidak memadai, dan tidak adanya laporan rutin P2K3, menunjukkan area prioritas yang memerlukan perbaikan segera.1 Informasi ini memiliki nilai praktis yang tinggi karena memungkinkan perusahaan untuk mengalokasikan sumber daya secara lebih terarah.

Ketiga, temuan ini memiliki implikasi signifikan terhadap kebijakan. Hasil bahwa implementasi SMK3 yang diatur oleh pemerintah secara langsung berkorelasi dengan tingkat kecelakaan di unit produksi memberikan justifikasi ilmiah yang kuat bagi pemerintah untuk mendorong adopsi regulasi ini secara lebih luas.

 

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun memberikan kontribusi yang berharga, penelitian ini juga memiliki keterbatasan yang memunculkan pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk riset di masa depan. Keterbatasan metodologis terbesar adalah sifatnya sebagai studi kasus tunggal di satu perusahaan.1 Meskipun temuan ini signifikan untuk kasus yang diteliti, tidak memungkinkan untuk digeneralisasi ke seluruh sektor manufaktur di Indonesia yang sangat beragam dalam skala, jenis produksi, dan budaya kerja.

Selain itu, penelitian ini bersifat kualitatif dan deskriptif, yang tidak memungkinkan pembuktian hubungan kausal yang kuat secara statistik.1 Meskipun paper secara deskriptif menyebutkan hubungan yang kuat, data yang disajikan lebih bersifat komparatif dan observasional. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis: "Apakah penurunan kasus kecelakaan ini benar-benar disebabkan oleh implementasi SMK3, atau ada faktor lain yang tidak terukur, seperti perbedaan jumlah pekerja, jam kerja, atau jenis pekerjaan yang secara inheren lebih aman di unit yang diaudit?" Kerangka kerja kualitatif-deskriptif tidak mampu secara definitif menjawab pertanyaan ini.

Sebuah celah pengetahuan yang signifikan terungkap dari observasi di lapangan. Meskipun perusahaan memiliki skor audit yang "baik" dan bersertifikasi, paper ini mencatat adanya "tindakan tidak aman" oleh pekerja, seperti tidak menggunakan kacamata atau sepatu keselamatan.1 Ini menunjukkan adanya diskoneksi antara prosedur formal yang tertulis (sistem) dan perilaku aktual di lapangan. Hal ini memunculkan pertanyaan penting tentang seberapa besar efektivitas SMK3 ditentukan oleh faktor sistemik versus faktor perilaku dan budaya organisasi. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab hanya dengan analisis audit, melainkan membutuhkan pendekatan riset yang berbeda.

 

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Berdasarkan analisis mendalam terhadap temuan dan keterbatasan, berikut adalah lima rekomendasi riset strategis yang dapat mengisi celah pengetahuan yang ada dan memetakan arah penelitian K3 di masa depan, menjadikannya layak untuk hibah riset.

1. Studi Kuantitatif-Korelasi Multisektor untuk Generalisasi Temuan

Justifikasi Ilmiah: Penelitian ini mengamati korelasi yang kuat antara implementasi SMK3 dan penurunan kecelakaan dalam satu studi kasus.1 Namun, keterbatasan generalisasi menjadi penghalang utama. Riset di masa depan harus beralih ke pendekatan kuantitatif skala besar.

Metode dan Variabel Baru: Penelitian lanjutan harus mengumpulkan data audit SMK3 dan data historis kecelakaan kerja dari sampel yang lebih besar dan beragam, misalnya lebih dari 50 perusahaan manufaktur dari berbagai sub-sektor di Indonesia. Variabel yang dipertimbangkan harus mencakup jenis industri, jumlah tenaga kerja, durasi implementasi SMK3, dan tingkat keparahan kecelakaan. Pendekatan statistik, seperti analisis regresi, harus digunakan untuk secara kuantitatif membuktikan hubungan sebab-akibat dan menetapkan koefisien yang terukur, misalnya, "peningkatan 10% dalam skor audit SMK3 berkorelasi dengan penurunan 15% dalam tingkat kecelakaan."

Perlunya Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan memberikan bukti statistik yang kokoh yang dapat digunakan untuk advokasi kebijakan, alokasi sumber daya perusahaan, dan perumusan standar industri yang lebih efektif. Hasilnya akan memiliki validitas eksternal yang jauh lebih tinggi.

2. Analisis Kausalitas Non-Konformitas Minor Terhadap Insiden Kecelakaan

Justifikasi Ilmiah: Paper ini mengidentifikasi 39 temuan non-konformitas minor tetapi tidak menganalisis dampak spesifik dari masing-masing temuan tersebut terhadap insiden kecelakaan.1 Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua "minor" memiliki bobot yang sama. Misalnya, non-konformitas terkait kurangnya prosedur LOTO mungkin memiliki risiko kecelakaan yang lebih tinggi dibandingkan non-konformitas terkait kurangnya laporan P2K3.

Metode dan Variabel Baru: Riset lanjutan harus mengklasifikasikan 39 temuan minor yang ditemukan dalam paper ke dalam kategori yang lebih luas (misalnya, non-konformitas administratif, non-konformitas fasilitas, dan non-konformitas perilaku). Melalui studi kasus longitudinal, peneliti dapat melacak dampak dari perbaikan di setiap kategori non-konformitas terhadap jenis kecelakaan spesifik yang terjadi. Variabel kunci yang dianalisis adalah proporsi insiden yang secara langsung terkait dengan setiap kategori temuan.

Perlunya Penelitian Lanjutan: Pemahaman yang lebih dalam tentang mana non-konformitas yang paling berbahaya akan memungkinkan perusahaan untuk memprioritaskan perbaikan dan mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien.

3. Investigasi Faktor Perilaku dan Budaya Organisasi dalam K3

Justifikasi Ilmiah: Paper ini mencatat adanya "tindakan tidak aman" oleh pekerja, sebuah kontradiksi yang menunjukkan bahwa sistem formal saja tidak cukup.1 Ada celah signifikan antara prosedur tertulis (sistem) dan praktik di lapangan (perilaku).

Metode dan Variabel Baru: Penelitian selanjutnya harus mengadopsi pendekatan sosiologis dan psikologis. Metode penelitian harus mencakup observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan survei psikometri untuk mengukur variabel seperti persepsi risiko pekerja, motivasi kepatuhan, tekanan produksi, dan peran kepemimpinan dalam membentuk budaya K3.

Perlunya Penelitian Lanjutan: Temuan dari penelitian ini akan memberikan wawasan yang tidak bisa didapat dari audit berbasis dokumen. Ini akan membantu perusahaan merancang program K3 yang tidak hanya berbasis pada prosedur tetapi juga pada perubahan perilaku dan pembentukan budaya keselamatan yang kuat.

4. Studi Longitudinal untuk Mengevaluasi Keberlanjutan Implementasi SMK3

Justifikasi Ilmiah: Penelitian ini memberikan gambaran tunggal (snapshot) pada tahun 2021 dan data historis hingga 2014.1 Tidak ada bukti tentang keberlanjutan atau dampak jangka panjang dari perbaikan yang diusulkan dalam audit.1 Tanpa bukti keberlanjutan, sulit untuk memastikan bahwa perbaikan bersifat permanen dan bukan hanya respons sementara terhadap audit.

Metode dan Variabel Baru: Penelitian lanjutan harus menjadi studi longitudinal yang melacak perusahaan yang sama selama beberapa tahun pasca-audit. Peneliti dapat melakukan re-audit tahunan untuk mengukur perubahan tingkat pencapaian SMK3 dan mengumpulkan data kecelakaan kerja pasca-perbaikan. Variabel kunci yang diukur adalah "keberlanjutan kepatuhan" dan "efektivitas perbaikan."

Perlunya Penelitian Lanjutan: Studi semacam ini akan memberikan bukti vital tentang apakah upaya implementasi SMK3 dan perbaikan minor bersifat sementara atau berkelanjutan. Hasilnya akan sangat relevan bagi lembaga pemberi hibah yang ingin mendanai proyek yang memiliki dampak jangka panjang.

5. Komparasi dan Evaluasi Transisi dari OHSAS 18001 ke ISO 45001

Justifikasi Ilmiah: Paper ini menyebutkan OHSAS 18001:2007 sebagai standar yang digunakan oleh perusahaan dan secara eksplisit menyarankan ISO 45001:2018 sebagai standar baru.1 Namun, paper tidak mengevaluasi dampak dari transisi ini. ISO 45001 memiliki fokus yang lebih besar pada konteks organisasi dan keterlibatan pekerja, yang dapat menjadi solusi potensial untuk kesenjangan antara sistem dan perilaku yang disorot oleh penelitian ini.

Metode dan Variabel Baru: Riset komparatif harus membandingkan kerangka kerja OHSAS 18001 dengan ISO 45001. Penelitian dapat berfokus pada studi kasus perusahaan yang telah sukses atau gagal dalam transisi, menganalisis perbedaan dalam kriteria audit, dan mengukur dampaknya terhadap tingkat kecelakaan, budaya keselamatan, dan keterlibatan pekerja. Variabel kunci yang perlu dianalisis adalah perubahan dalam tingkat pelaporan insiden, kepuasan pekerja terhadap K3, dan skor audit yang spesifik pada kriteria baru di ISO 45001.

Perlunya Penelitian Lanjutan: Temuan ini akan memandu perusahaan-perusahaan di Indonesia yang sedang mempertimbangkan transisi ke standar baru, menyoroti manfaat dan tantangan yang spesifik.

 

Kesimpulan dan Ajakan Kolaborasi

Penelitian oleh Abidin et al. (2021) memberikan bukti awal yang signifikan bahwa implementasi SMK3 dapat menjadi strategi efektif untuk meminimalisasi kecelakaan kerja di industri manufaktur Indonesia.1 Skor audit sebesar 76,5% dan perbandingan data kecelakaan antar unit menunjukkan korelasi yang menjanjikan, meskipun masih terdapat celah dalam implementasi praktis dan faktor perilaku. Dengan mengalihkan fokus dari studi kasus tunggal ke studi kuantitatif yang lebih luas, dan dari audit prosedural semata ke analisis faktor perilaku, komunitas akademik memiliki peluang untuk membangun fondasi riset yang lebih kuat.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi dari mana para peneliti paper ini berasal, yaitu Universitas Islam Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Ahmad Dahlan University, untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, sekaligus memperkaya wawasan dari berbagai disiplin ilmu yang relevan.1 Kolaborasi lintas institusi akan memungkinkan studi yang lebih komprehensif, multi-disiplin, dan relevan secara nasional.

(https://doi.org/10.1088/1755-1315/933/1/012037)