Resensi Riset: Desain dan Ketahanan Bencana: Menuju Peran Desain dalam Mitigasi dan Pemulihan Bencana
Studi ini, yang berjudul "Design and Disaster Resilience: Toward a Role for Design in Disaster Mitigation and Recovery," oleh Esther Charlesworth dan John Fien, menyajikan argumen krusial mengenai peran disiplin desain—khususnya arsitektur, perencanaan kota, dan arsitektur lanskap—dalam mengatasi kompleksitas bencana alam maupun non-alam, baik sebelum maupun sesudah terjadi. Inti dari penelitian ini adalah mengisi kesenjangan kritis dalam pengetahuan dan praktik dengan mengintegrasikan wacana dan praktik desain ke dalam strategi mitigasi risiko bencana (DRR) dan pemulihan jangka panjang.
Jalur Logis Perjalanan Temuan
Penelitian ini berangkat dari pengamatan mengenai peningkatan frekuensi dan intensitas bencana global, yang telah menyebabkan kerugian besar—melebihi USD 5.200 miliar sejak tahun 1980, dengan USD 150 miliar hanya pada tahun 2019. Selain kerugian finansial, intensitas bencana juga menggandakan jumlah pengungsi; bencana yang dilaporkan pada tahun 2019 telah menggusur 24,9 juta orang secara global, tiga kali lipat jumlah yang disebabkan oleh konflik. Meskipun skala kehilangan ini jelas, masalah utamanya, menurut Cadman (2020), adalah bagaimana membuat komunitas lebih tangguh.
Studi ini menemukan bahwa pendekatan yang dominan dalam penanganan bencana cenderung berfokus pada elemen individu dalam sistem, seperti pembangunan tanggul atau batas api, yang seringkali tidak memadai untuk mengatasi kerentanan sistemik yang mendasarinya. Kerentanan ini, seperti pola permukiman yang tidak aman dan desain bangunan yang tidak tepat di daerah rawan bencana, sering kali berakar pada masalah desain lingkungan binaan. Studi rekonstruksi pasca-tsunami Aceh 2004 di Sri Lanka, misalnya, menemukan bahwa desain kota yang buruk bertanggung jawab atas pembangunan kembali desa di lokasi yang tidak aman dan minim infrastruktur dasar.
Para penulis berargumen bahwa desain terintegrasi dengan analisis sistem dapat menawarkan "jendela inovatif" untuk memahami kompleksitas DRR dan menjadi "jembatan konseptual" menuju cara-cara baru untuk membangun ketahanan sosio-ekonomi dan fisik. Mereka mengadopsi konsep 'pemikiran desain' (design thinking), yang sangat cocok untuk mengatasi 'masalah pelik' (wicked problems) yang kompleks dan tidak pasti. Pemikiran desain melibatkan dua proses iteratif: (i) mengidentifikasi dan merumuskan masalah dengan memahami hubungan sistemik, dan (ii) mengembangkan serta menguji solusi alternatif.
Namun, temuan kunci dari paper ini adalah bahwa keterampilan arsitek, perencana kota, dan arsitek lanskap jarang dimanfaatkan dalam mitigasi dan pemulihan bencana, meskipun mereka memiliki kapasitas untuk mengembangkan respons spasial terpadu. Hal ini diperburuk oleh sedikitnya perhatian dalam pendidikan desain untuk melengkapi keterampilan pemecahan masalah kreatif dengan pemahaman kontekstual dan sistemik manajemen bencana. Akibatnya, jumlah arsitek yang siap untuk merespons dalam situasi tersebut masih sangat rendah.
Untuk menjawab kesenjangan ini, studi ini menyoroti lima tema inti dari riset yang melibatkan arsitek kemanusiaan, yang menggarisbawahi potensi desain:
- Set Keterampilan Praktis: Arsitek membawa pemahaman interdisipliner tentang sains, teknologi, material, dan perspektif spasial tentang sistem dan pola.
- Nilai Estetika dan Psikologis: Kemampuan untuk menciptakan keindahan bahkan di lingkungan yang paling tidak terduga, yang menambah nilai nyata bagi individu dan komunitas yang tertekan secara psikologis setelah bencana.
- Kesetaraan: Kaum miskin, terpinggirkan, dan tertekan berhak mendapatkan manfaat dari arsitektur yang baik sama seperti, atau bahkan lebih dari, kaum istimewa.
- Kebutuhan Kontekstual: Tidak ada solusi 'satu ukuran untuk semua'; skema yang paling sukses didasarkan pada konsultasi intensif dengan masyarakat lokal, penggunaan material dan sistem konstruksi lokal, serta mempekerjakan masyarakat lokal.
- Kesenjangan Pendidikan: Pendidikan desain saat ini belum mendukung bidang desain tangguh bencana; sebagian besar arsitek yang diwawancarai datang ke bidang ini karena nilai-nilai pribadi, bukan kurikulum profesional.
Studi ini kemudian memberikan kasus praktik melalui studi studio desain pascasarjana di Hội An, Vietnam, yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas adaptasi lingkungan binaan terhadap perubahan iklim. Studi ini melibatkan proses analitis dan desain yang mencakup pemahaman sistem, analisis kerentanan, dan perancangan adaptasi.
Temuan ini menunjukkan perlunya reorientasi pendidikan desain agar memasukkan konsep inti manajemen risiko bencana, seperti kerentanan, ketahanan kota, adaptasi perubahan iklim, dan perencanaan berbasis risiko. Hal ini menunjukkan hubungan kuat antara integrasi sistem dan pemikiran desain dan hasil ketahanan bencana yang konkret, yang diejawantahkan dalam desain rekomendasi untuk Hội An—misalnya, penggunaan sistem katrol untuk mengamankan harta benda saat banjir, konstruksi dua lantai, dan penanaman bakau sebagai penyangga alam. Hasil dari studio ini menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru, karena mayoritas mahasiswa yang terlibat dalam kursus tersebut kini berprofesi di bidang pembangunan dan bencana, menunjukkan tingkat keberhasilan vokasional yang tinggi.
Kontribusi Utama terhadap Bidang 🏛️
Kontribusi utama paper ini adalah penyediaan dasar teoritis dan bukti empiris untuk meningkatkan peran desain dalam manajemen bencana, yang selama ini terabaikan. Studi ini secara sistematis menjembatani kesenjangan praktik-teori dalam bidang manajemen bencana:
- Wawasan Konseptual: Menekankan bahwa desain, melalui analisis sistem dan pemikiran desain, menawarkan jalan untuk revisi utama dalam teori bencana, memindahkan fokus dari elemen diskrit ke solusi interdisipliner dan sistemik yang diperlukan untuk 'masalah pelik'.
- Kritik Praktik: Mengkritik budaya 'pengiriman produk' yang menghasilkan pendekatan 'satu ukuran untuk semua' dalam perumahan pasca-bencana, yang sering mengabaikan aspirasi lokal dan konteks teknologi perumahan setempat.
- Pembaruan Kurikulum: Menyediakan kerangka kerja pedagogis melalui studi kasus master's degree di Vietnam (MoDDD), yang mengintegrasikan pengetahuan konseptual, etika, dan operasional, serta keterampilan abad ke-21 yang dapat dipindahtangankan untuk bidang kemanusiaan. Secara implisit, paper ini berfungsi sebagai cetak biru kurikuler untuk program pascasarjana dan profesional di masa depan.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka 🧐
Meskipun paper ini memberikan kerangka kerja yang kuat, ia memiliki keterbatasan yang membuka jalan bagi penelitian ke depan:
- Generalisasi Kasus: Studi kasus yang disajikan (Hội An, Vietnam) adalah tunggal, dan meskipun kaya akan detail, potensi untuk generalisasi yang bermakna ke konteks budaya dan kerentanan yang berbeda (misalnya, gempa bumi versus badai siklon) masih belum jelas.
- Metrik Dampak Jangka Panjang: Meskipun studi kasus Hội An menunjukkan desain yang direkomendasikan dan keberhasilan penempatan kerja mahasiswa, tidak ada data kuantitatif jangka panjang mengenai efektivitas aktual desain yang diusulkan (misalnya, pengurangan kerugian setelah bencana nyata) atau dampak terukur dari kurikulum yang diubah pada kepemimpinan di lapangan.
- Hambatan Kelembagaan/Politik: Paper ini mencatat keengganan untuk mempekerjakan desainer dan kurangnya perhatian dalam pendidikan. Namun, paper ini tidak secara mendalam membahas hambatan kelembagaan dan politik spesifik yang mencegah organisasi pemerintah/LSM memprioritaskan dan mendanai intervensi desain sistemik, atau bagaimana mengatasi 'konservatisme bawaan' dalam gelar desain.
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah riset, lima rekomendasi riset berkelanjutan berikut ini harus menjadi fokus strategis:
1. Studi Perbandingan Lintas-Budaya tentang Pendekatan "Satu Ukuran untuk Semua"
- Justifikasi Ilmiah: Paper ini mengidentifikasi pendekatan 'satu ukuran untuk semua' dalam perumahan pasca-bencana sebagai kegagalan kritis yang disebabkan oleh budaya pengiriman produk, yang mengabaikan kebutuhan lokal.
- Riset yang Direkomendasikan: Sebuah studi komparatif kuantitatif yang menguji korelasi antara tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam desain perumahan (variabel independen) dan tingkat pemanfaatan perumahan serta kepuasan penghuni/ketahanan fungsional perumahan (variabel dependen). Studi ini harus membandingkan proyek-proyek di setidaknya tiga zona risiko bencana utama yang berbeda (misalnya, Asia Pasifik, Amerika Latin, Afrika Sub-Sahara) untuk mengatasi keterbatasan generalisasi kasus tunggal.
2. Validasi Kuantitatif Kerangka Kerja Pendidikan Desain Tangguh Bencana
- Justifikasi Ilmiah: Paper ini mengusulkan kurikulum dan prinsip pedagogis, seperti integrasi pemikiran sistem dan desain, namun tidak memvalidasi kerangka kerja ini secara kuantitatif.
- Riset yang Direkomendasikan: Sebuah studi longitudinal, menggunakan metode campuran, untuk mengukur kompetensi desainer pascasarjana (variabel dependen) yang lulus dari program yang mengintegrasikan pedagogi desain tangguh bencana versus program tradisional. Variabel harus mencakup skor kinerja dalam situasi simulasi bencana dan survei persepsi diri terhadap kemahiran etika dan sosial yang diidentifikasi oleh Evans (2015).
3. Analisis Biaya-Manfaat Holistik (H-CBA) Intervensi Desain Spasial
- Justifikasi Ilmiah: Meskipun desain spasial diakui sebagai inti dari DRR , pengambilan keputusan organisasi pemulihan didominasi oleh pertimbangan kecepatan dan ekonomi, yang mengarah pada solusi universal.
- Riset yang Direkomendasikan: Pengembangan dan penerapan model Analisis Biaya-Manfaat Holistik (H-CBA) yang mengkuantifikasi nilai moneter dari manfaat psikologis, estetika, dan sosial-budaya yang dibawa oleh desain berkualitas tinggi pasca-bencana (variabel independen) selain pengurangan kerugian fisik. Ini harus memberikan data yang dapat digunakan oleh pemerintah dan LSM untuk secara ilmiah membenarkan pendanaan untuk 'arsitektur kemanusiaan'.
4. Studi Mekanisme Transisi dari Pendidikan ke Kebijakan
- Justifikasi Ilmiah: Kesenjangan yang signifikan tetap ada karena desainer yang terampil jarang dipekerjakan dalam manajemen risiko bencana.
- Riset yang Direkomendasikan: Penelitian kualitatif yang mendalam (menggunakan wawancara semi-terstruktur) dengan pembuat kebijakan senior dan manajer program di organisasi utama kemanusiaan dan pembangunan (IFRC, UNHCR, UN-Habitat, dan badan pemerintah). Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi hambatan prosedural dan persepsi yang menghambat perekrutan arsitek/perencana, serta untuk merancang protokol 'spatial agency' formal untuk integrasi mereka di tingkat kebijakan.
5. Pemodelan Sistem Ketahanan Spasial (SSR)
- Justifikasi Ilmiah: Pendekatan dominan yang fokus pada elemen individu tidak cocok untuk mengurangi kerentanan sistem. Desain harus terintegrasi dengan analisis sistem untuk memahami koneksi yang kompleks.
- Riset yang Direkomendasikan: Pengembangan Model Pemodelan Sistem Ketahanan Spasial (SSR) yang menggunakan pemodelan dinamika sistem untuk memprediksi efek berantai jangka panjang (positif dan negatif) dari intervensi desain spasial skala besar (misalnya, kebijakan tata ruang ruang terbuka, zonasi ketinggian bangunan) di daerah perkotaan yang rentan. Variabel harus mencakup kepadatan bangunan, permeabilitas tanah, dan risiko limpasan air.
Ajakan Kolaboratif
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi seperti Harvard Humanitarian Initiative, IFRC, dan UN-Habitat, serta sekolah-sekolah arsitektur dan perencanaan yang berpikiran maju (seperti yang berpartisipasi dalam simposium Eropa), untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang dapat diterapkan secara global.