Mencapai Keseimbangan: Kritik Terhadap Insentif Pemerintah untuk Proyek IKN

Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari

08 Mei 2024, 11.25

Sumber: Pinterest.com

Pengejaran proyek ibu kota baru di Kalimantan Timur, yang juga dikenal sebagai proyek IKN, telah ditanggapi dengan hati-hati oleh pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah.  Rahadiansyah percaya bahwa pemerintah Indonesia harus bersabar dan tidak terburu-buru dalam merealisasikan upaya ambisius ini.

Rahadiansyah mengungkapkan keprihatinannya mengenai pendekatan pemerintah untuk menarik investor dengan menawarkan insentif yang besar. Ia menyarankan agar tidak membuat kebijakan yang menawarkan insentif yang berlebihan atau terlalu bersemangat untuk mendatangkan investor.

Rahadiansyah memperingatkan bahwa strategi seperti itu dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga dan menjadi bom waktu bagi pemerintah. “Kebijakan ini bisa menjadi bom waktu. Ini bisa menimbulkan masalah baru bagi pemerintah,” kata Rahadiansyah, Minggu (11/6).

Mengevaluasi insentif HGU dan HGB untuk investor IKN
Pendekatan yang dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan memberikan insentif berupa pembebasan pajak, hak guna usaha (HGU) hingga 95 tahun, dan hak guna bangunan (HGB) hingga 80 tahun. Insentif-insentif ini diuraikan dalam Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2023.

Meskipun langkah-langkah ini bertujuan untuk menarik investor dan memfasilitasi pembangunan ibu kota baru, Rahadiansyah percaya bahwa langkah-langkah ini dapat menimbulkan potensi masalah di masa depan. Rahadiansyah menyoroti bahwa Indonesia akan memilih presiden baru tahun depan, yang kemungkinan akan membawa perubahan dalam lanskap politik dan dinamika negara. Akibatnya, peraturan dan regulasi yang telah ditetapkan selama masa jabatan Presiden Jokowi mungkin akan mengalami revisi. 

Contohnya, hak guna usaha (HGU), yang awalnya diberikan hingga 95 tahun, mungkin akan dipersingkat di bawah pemerintahan yang baru.

Rahadiansyah menyarankan pemerintah untuk bersabar dan mengadopsi pendekatan selangkah demi selangkah dalam pengembangannya. Dengan menghindari ketergesa-gesaan dan fokus pada kemajuan bertahap, pemerintah dapat menavigasi proyek dengan lebih efektif dan mengurangi potensi risiko. “Tidak masalah untuk membangun (IKN). Tapi, lebih baik pemerintah bersabar. Kembangkan saja selangkah demi selangkah,” pungkasnya.

Menjawab kebutuhan investor di luar pembebasan pajak
Senada dengan hal tersebut, Direktur pusat studi ekonomi dan hukum (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai insentif pembebasan pajak yang ditawarkan pemerintah untuk menarik minat calon investor di IKN kurang tepat.  Bhima menilai sudah banyak proyek pembangunan pemerintah yang menawarkan tax holiday, namun tidak berhasil menarik minat investor, seperti di kawasan ekonomi khusus (KEK).

Bhima menyatakan bahwa isu yang diinginkan oleh investor tidak melulu terkait dengan diskon pajak. Mereka lebih mempertimbangkan faktor permintaan dan kedekatan lokasi dengan bahan baku yang dibutuhkan.  Misalnya, dalam proyek industri, kedekatan lokasi dengan bahan baku menjadi pertimbangan krusial. Sementara itu, untuk kota pintar yang dijanjikan di ibu kota baru, investor akan menilai aspek infrastruktur dasar seperti akses internet. “Kondisi ekonomi makro dan situasi politik menjelang pemilu sebenarnya menjadi pertimbangan utama,” kata Bhima pada Senin, 24 Oktober 2022.

Biaya logistik dan lokasi jadi pertimbangan investor IKN
Bhima menambahkan bahwa investor juga mempertimbangkan pembengkakan biaya, terutama menyangkut masalah pembebasan lahan. Hal ini karena 40 persen dari biaya infrastruktur adalah pembebasan lahan. Tingkat suku bunga pinjaman adalah aspek lain yang mempengaruhi keputusan investasi. Investor tidak hanya mengandalkan modal inti mereka, tetapi juga pinjaman, termasuk melalui obligasi. Jika suku bunga meningkat, beban proyek juga bertambah.

Selain itu, Bhima mengatakan bahwa biaya logistik untuk pengiriman material juga menjadi perhatian investor karena sebagian besar bahan baku proyek IKN diperoleh dari daerah di luar Kalimantan. “Itu juga menjadi pertimbangan, seperti material pasir dan besi yang mungkin didatangkan dari Sulawesi atau Surabaya yang merupakan lokasi terdekat. Biaya-biaya seperti itu perlu diperhitungkan,” kata Bhima.

DPR juga mengkritik insentif pemerintah untuk investor IKN
Selain dari kalangan ekonom dan pengamat kebijakan publik, insentif yang diberikan pemerintah kepada investor proyek IKN juga mendapat kritikan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).  Anggota Komisi XI DPR Marwan Cik Asan mengkritik pemerintah yang terkesan mengobral insentif untuk pembangunan ibu kota negara. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap pendekatan pemerintah yang dianggap berpotensi mengabaikan hak-hak rakyat.

“Kita menggunakan segala cara untuk menarik dana. Akibatnya, hal-hal yang berkaitan dengan regulasi, keadilan, perlindungan lingkungan, dan prioritas kesejahteraan rakyat bisa dikesampingkan. Itu yang tidak kita inginkan,” ujar Marwan, Senin (13/2). Marwan menegaskan bahwa pemerintah harus berpegang pada prinsip-prinsip keadilan, pembangunan berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, dan perlindungan terhadap masyarakat lokal ketika memberikan insentif bagi investor. Oleh karena itu, ia mengimbau agar pemerintah berhati-hati dan lebih cermat dalam menyuntikkan dana untuk pembangunan IKN.

Disadur dari: indonesiabusinesspost.com