Resensi Riset: Sistem Peringatan Dini Multi-Bahaya ASEAN (EWS) dan Arah Riset ke Depan
Laporan berjudul "Strengthening ASEAN Multi-Hazard End to End Early Warning System for Natural Disasters: An Assessment of Current Capacity" yang diterbitkan pada Februari 2024 merupakan tonggak penting bagi komunitas akademik dan praktisi dalam bidang Pengurangan Risiko Bencana (DRR). Sebagai upaya kolektif yang dipandu oleh ASEAN Committee on Disaster Management Working Group on Prevention and Mitigation (ACDM WG P&M), laporan ini menyajikan penilaian mendalam dan sistematis terhadap status terkini dan tantangan yang dihadapi oleh Sistem Peringatan Dini End-to-End (E2E-EWS) di sepuluh Negara Anggota ASEAN.
Jalur Logis Temuan dan Potensi Jangka Panjang
Penilaian ini didasarkan pada kerangka EWS yang terdiri dari empat elemen krusial: Pengetahuan Risiko Bencana; Kapasitas Deteksi, Pemantauan, Analisis, dan Peramalan Bahaya; Penyebaran dan Komunikasi Peringatan; serta Kesiapsiagaan dan Kapabilitas Respons. Logika penelitian ini bergerak dari pengakuan akan kemajuan regional yang substansial, terutama yang didorong oleh ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER), menuju identifikasi titik-titik lemah spesifik yang menghambat realisasi ketahanan kolektif.
Secara inheren, kawasan ASEAN adalah wilayah yang sangat rentan. Data kuantitatif dari temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara kerentanan geografis dan ancaman hidrometeorologi. Secara deskriptif, temuan ini menunjukkan bahwa Banjir menjadi ancaman bencana yang paling dominan di kawasan ini, menyumbang 2.068 (77,6%) dari total bencana yang tercatat antara tahun 2021 hingga 2022. Angka ini—sekitar tiga perempat dari seluruh kejadian bencana—menunjukkan potensi kuat untuk penelitian baru yang berfokus pada dinamika air dan prediksi bencana turunan. Lebih lanjut, penilaian kapasitas nasional mengungkapkan ketidakseimbangan yang signifikan: misalnya, dalam elemen Pengetahuan Risiko Bencana di beberapa negara, kapasitas untuk mengidentifikasi bahaya utama dinilai tinggi (skor studi awal 5.0 dari 5.0), namun skor untuk sub-elemen yang lebih kompleks—seperti penilaian dan kuantifikasi penuh terhadap eksposur, kerentanan, dan kapasitas—turun drastis (skor akhir 2.0), menunjukkan kesenjangan antara pengenalan bahaya dan kematangan analisis risiko terintegrasi. Kesenjangan ini mengindikasikan bahwa kerangka legislatif yang mapan belum sepenuhnya terinstitusionalisasi dalam praktik operasional dan pengambilan keputusan sehari-hari.
Jalur logis temuan berlanjut pada identifikasi benang merah masalah utama: keterbatasan interkoneksi antara empat elemen EWS di antara Negara Anggota ASEAN. Keterputusan ini menghasilkan peluang pembangunan kapasitas yang hilang, perencanaan yang tidak didukung data yang optimal, dan duplikasi upaya. Berangkat dari analisis kesenjangan ini, laporan tersebut secara eksplisit menyusun empat area programatik (Peningkatan Kebijakan, Penguatan Institusional, Pengembangan Kapasitas, dan Bantuan Teknis) untuk memajukan sistem peringatan dini di kawasan ini.
Dengan demikian, laporan ini tidak hanya berfungsi sebagai inventarisasi kapasitas saat ini tetapi juga sebagai peta jalan yang menghubungkan kelemahan sistem saat ini (misalnya, data siloed dan kesenjangan peringatan last-mile) dengan potensi jangka panjang berupa sistem EWS regional yang harmonis dan tangguh.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Laporan ini memberikan kontribusi yang tak ternilai bagi bidang Manajemen Bencana Regional, terutama di ASEAN, dengan empat poin utama:
- Pendefinisian Kapasitas EWS Regional: Laporan ini secara definitif memetakan kapasitas EWS ASEAN di bawah empat pilar yang diakui secara internasional. Hal ini memberikan titik data dasar yang dapat diulang dan digunakan oleh peneliti untuk mengukur kemajuan di masa depan.
- Identifikasi Kesenjangan Sistemik: Kontribusi paling signifikan adalah penyorotan secara eksplisit mengenai keterbatasan interkoneksi dan duplikasi upaya sebagai masalah sistemik inti di kawasan. Ini mengalihkan fokus dari masalah teknis nasional yang terisolasi ke kebutuhan untuk kohesi regional, suatu wawasan penting bagi penerima hibah riset yang berupaya untuk dampak lintas batas.
- Pengakuan Kerangka Legislatif yang Matang: Laporan ini menggarisbawahi adanya kerangka legislatif dan kebijakan yang relatif matang di sebagian besar negara anggota dalam elemen Kesiapsiagaan dan Respons. Kontribusi ini menegaskan bahwa langkah riset selanjutnya harus bergeser dari pengembangan kerangka kerja ke arah institusionalisasi dan pengujian operasional dari kerangka tersebut.
- Peta Jalan Programatik yang Jelas: Laporan ini mengakhiri dengan kerangka rekomendasi yang terbagi menjadi Peningkatan Kebijakan, Penguatan Institusional, Pengembangan Kapasitas, dan Bantuan Teknis. Struktur ini menyediakan kerangka kerja yang jelas bagi peneliti untuk merancang proposal riset yang secara langsung mendukung tujuan strategis ASEAN.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meskipun laporan ini komprehensif, ia secara jujur mengakui adanya keterbatasan, terutama yang disebabkan oleh ketersediaan informasi yang terbatas dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam beberapa kasus. Keterbatasan ini memunculkan serangkaian pertanyaan terbuka krusial untuk riset akademik lanjutan.
Keterbatasan sistemik utama yang teridentifikasi adalah kesenjangan dalam Penyebaran dan Komunikasi Peringatan. Penilaian menyoroti kelemahan dalam saluran komunikasi yang dapat menjangkau komunitas terpencil, terutama dalam hal ketiadaan panduan yang jelas dan dapat ditindaklanjuti dalam pesan peringatan. Pertanyaan terbuka untuk peneliti adalah: Bagaimana mekanisme umpan balik yang tangguh dapat diterapkan di tingkat lokal untuk memverifikasi penerimaan dan pemahaman peringatan di komunitas terpencil? Selain itu, kurang optimalnya pemanfaatan Penilaian Risiko dan Kerentanan (RVA) di banyak proses EWS nasional memunculkan pertanyaan riset mendasar: Model institusional dan teknis apa yang paling efektif dalam mengubah data RVA (yang seringkali berbentuk laporan statis) menjadi input dinamis dan terintegrasi yang secara langsung memengaruhi pesan peringatan dan rencana respons?
Keterbatasan yang paling luas dampaknya adalah harmonisasi yang terbatas antar komponen sistem peringatan dini dan data yang siloed (terisolasi) di tingkat regional. Hal ini langsung mengarah pada pertanyaan riset yang berfokus pada interoperabilitas teknologi: Bagaimana ASEAN dapat mencapai implementasi penuh Common Alerting Protocol (CAP) yang konsisten di seluruh lembaga penerbit peringatan nasional (NMS/NDMO) untuk mengatasi kesenjangan kapasitas dalam berbagi pesan peringatan regional? Penelitian masa depan harus mengatasi keterbatasan ini dengan mengembangkan model yang tidak hanya mengidentifikasi kesenjangan, tetapi juga mengusulkan solusi teknis dan kelembagaan yang terukur.
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)
Berdasarkan temuan utama mengenai kurangnya interkoneksi, pemanfaatan RVA yang tidak optimal, dan kesenjangan komunikasi last-mile, lima arah riset ke depan berikut ini direkomendasikan secara eksplisit untuk komunitas akademik dan penerima hibah:
- Riset 1: Pengembangan Kerangka Interoperabilitas Semantik Data RVA Lintas Batas.
- Basis Temuan: Laporan menyoroti tantangan "data siloed" dan perlunya penguatan proses dan perjanjian untuk berbagi data RVA.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian harus berfokus pada perancangan model semantik regional yang dapat menstandarkan meta-data dari berbagai produk RVA nasional (peta bahaya, skor kerentanan demografis). Variabel riset adalah koefisien normalisasi data yang mengukur seberapa efektif data RVA dari satu Negara Anggota ASEAN (misalnya, Indonesia) dapat secara otomatis diserap dan diproses oleh Sistem Pemantauan dan Respons Bencana (DMRS) regional atau sistem negara tetangga. Hal ini memerlukan studi perbandingan sistem geospasial yang ada (seperti BIG di Indonesia) untuk merumuskan protokol pertukaran.
- Justifikasi Ilmiah: Untuk mengoptimalkan pemanfaatan penilaian risiko di tingkat regional, komunitas ilmiah harus menyediakan mekanisme teknis untuk menginstitusionalisasi pertukaran data, mengatasi hambatan teknis yang saat ini mencegah interkoneksi empat elemen EWS.
- Riset 2: Analisis Etnografi dan Pengujian Pesan Peringatan 'Last-Mile' yang Dilokalisasi.
- Basis Temuan: Terdapat kesenjangan signifikan dalam Penyebaran dan Komunikasi Peringatan, termasuk kurangnya panduan yang jelas dan dapat ditindaklanjuti serta kelemahan dalam menjangkau komunitas terpencil dan kelompok rentan.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Menggunakan riset aksi kolaboratif dengan komunitas pedesaan/pesisir. Variabel utama adalah Koefisien Efektivitas Respon (CER), yang mengukur rasio antara penerimaan pesan peringatan dan tindakan perlindungan yang tepat waktu (respon yang benar) untuk bahaya spesifik (misalnya, banjir 77,6% ). Penelitian harus menguji pesan peringatan yang diformulasikan berdasarkan rekomendasi laporan untuk dilokalisasi (bahasa lokal, media komunikasi non-digital) terhadap pesan peringatan standar.
- Justifikasi Ilmiah: Meningkatkan last-mile alerting sangat penting untuk menyelamatkan nyawa. Riset ini menyediakan bukti berbasis ilmiah mengenai delivery dan reception efficacy dari pesan peringatan, mendukung rekomendasi laporan untuk penyesuaian program edukasi publik.
- Riset 3: Pemodelan Simulasi Dampak Multi-Bahaya Berbasis Kapasitas Cloud.
- Basis Temuan: EWS regional harus diperkuat untuk multi-bahaya dan laporan merekomendasikan penggunaan teknologi cloud untuk ketersediaan tinggi dan peringatan yang berkelanjutan.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Pengembangan platform pemodelan simulasi bencana berbasis cloud (misalnya, menggunakan arsitektur high availability yang direkomendasikan) yang dapat memproses data real-time dari berbagai sumber (misalnya, data prediksi Flash Flood Guidance ). Variabel riset adalah koefisien kecepatan pemrosesan bahaya turunan (cascading hazard) (misalnya, dari Gempa ke Tsunami atau Siklon ke Banjir Bandang). Fokus pada bagaimana beban komputasi dapat didistribusikan secara efisien di antara mitra regional.
- Justifikasi Ilmiah: Ancaman multi-bahaya (seperti yang diindikasikan oleh data bencana regional ) memerlukan alat peramalan yang lebih canggih, dan teknologi cloud adalah solusi yang diusulkan oleh laporan untuk mengatasi masalah kapasitas regional.
- Riset 4: Analisis Regulasi dan Teknis Implementasi Penuh Common Alerting Protocol (CAP).
- Basis Temuan: Laporan ini secara eksplisit merekomendasikan adopsi standar internasional seperti CAP untuk meningkatkan interoperabilitas EWS.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian perbandingan regulasi (policy analysis) antar negara yang membandingkan hambatan legislatif (undang-undang pembagian peran) dan teknis (sistem perangkat lunak yang tidak kompatibel) yang menghambat implementasi CAP. Variabel kunci adalah Waktu Tunda Peringatan Lintas Batas (WTP-LB), yaitu metrik yang mengukur keterlambatan waktu antara penerbitan peringatan nasional dan validasi/diseminasi peringatan ke negara tetangga.
- Justifikasi Ilmiah: Hambatan teknis dan kelembagaan dalam berbagi pesan peringatan regional (yang saat ini dianggap sebagai kesenjangan kapasitas ) dapat diatasi melalui standardisasi yang didukung oleh CAP. Riset ini memberikan dasar berbasis bukti untuk Penguatan Institusional.
- Riset 5: Studi Evaluasi Efektivitas Program Edukasi Publik yang Ditargetkan.
- Basis Temuan: Laporan ini merekomendasikan penyesuaian program edukasi publik dan mencatat keterbatasan dalam menangani kebutuhan kelompok rentan.
- Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Perancangan dan pengujian Community Preparedness Index (CPI) sebagai variabel terukur. Penelitian akan membandingkan peningkatan CPI (mengukur pengetahuan, sikap, dan praktik) di antara kelompok rentan (misalnya, penyandang disabilitas, lansia) yang menerima program edukasi yang dirancang khusus, dengan kelompok yang menerima program umum.
- Justifikasi Ilmiah: Peningkatan kebijakan yang didukung laporan harus didasarkan pada data yang menunjukkan bahwa upaya mitigasi dan kesiapsiagaan (preparedness) benar-benar efektif dan inklusif. Riset ini mendukung pembenaran ilmiah untuk Peningkatan Kebijakan.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi ASEAN Secretariat/ACDM, AHA Centre, dan Pacific Disaster Center (PDC) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, menerjemahkan rekomendasi akademik menjadi kebijakan operasional regional yang dapat diukur.
Baca paper aslinya di sini: Baca paper aslinya di sini