Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan kualitas pembangunan fasilitas kesehatan, tiga negara Skandinavia—Swedia, Norwegia, dan Denmark—mengembangkan pendekatan berbeda terhadap Knowledge Management System (KMS). Masing-masing memiliki struktur, visi, dan strategi unik dalam mendokumentasikan dan menyebarluaskan pengetahuan di bidang konstruksi rumah sakit. Paper ini meninjau dan menganalisis tiga sistem utama: PTS (Swedia), Sykehusbygg HF (Norwegia), dan Danske Regioner (Denmark).
1. PTS di Swedia: Pendekatan Modular dan Kolaboratif
PTS (Program för Teknisk Standard) adalah sistem modular berbasis portal digital yang dirancang untuk mengelola pengetahuan teknis dalam proyek konstruksi rumah sakit di Swedia. Sistem ini menyediakan berbagai modul seperti:
- PTS Process untuk perencanaan dan pemantauan proyek,
- PTS Facility Program untuk pengaturan ruang dan program fasilitas,
- PTS Rooms Function Program untuk merinci fungsi, perabot, dan peralatan,
- PTS Purchase Planning hingga PTS Sustainability untuk aspek lingkungan.
Keunggulan utama PTS adalah kemampuannya mengintegrasikan berbagai aspek proyek dalam satu platform digital, meski penggunaan masih bervariasi antar wilayah dan belum maksimal selama fase konstruksi dan operasional. Salah satu insight menarik adalah bagaimana PTS menggabungkan kerja sama dengan CVA-Chalmers, institusi akademik, dalam menyusun concept programmes berbasis riset, sehingga keputusan desain didorong oleh data dan praktik terbaik, bukan sekadar intuisi atau pengalaman personal.
Namun, kendala utama adalah kurangnya pengembangan modul akibat terbatasnya sumber daya serta minimnya keterlibatan profesional proyek selama fase desain, yang bisa mengurangi efektivitas dan kualitas informasi dalam sistem.
2. Sykehusbygg HF di Norwegia: Sentralisasi Nasional dan Basis Pengetahuan
Dibentuk pada tahun 2014, Sykehusbygg HF bertanggung jawab atas semua proyek fasilitas kesehatan di Norwegia dengan nilai di atas 500 juta NOK. Berbasis di Trondheim, Sykehusbygg berfungsi sebagai otoritas nasional dalam perencanaan dan manajemen proyek rumah sakit.
Sistem ini menggabungkan evaluasi pra dan pasca proyek, development projects seperti integrasi BIM, dan kolaborasi lintas institusi termasuk NTNU (Norwegian University of Science and Technology), Loughborough University, hingga organisasi riset TNO dari Belanda.
Dengan 85 pegawai tetap hingga 2017 dan peran sebagai pemegang kendali atas proyek besar, Sykehusbygg telah menjadi pusat keahlian nasional. Proyek-proyeknya juga memanfaatkan model “Framskrivningsmodell” untuk merancang rumah sakit masa depan berdasarkan data demografis dan perkembangan teknologi.
Namun, sistem IT mereka masih dalam tahap pengembangan dan sebagian besar informasi disimpan secara lokal. Kurangnya integrasi sistematis antara pengguna dan penyedia layanan di awal proyek masih menjadi titik lemah dalam manajemen pengetahuan mereka.
3. Danske Regioner: Kolaborasi Horizontal Antar Wilayah di Denmark
Berbeda dari dua sistem sebelumnya, Danske Regioner tidak berbasis digital namun mengedepankan pendekatan sosial dalam berbagi pengetahuan. Organisasi ini mewakili lima wilayah di Denmark dan bertugas memfasilitasi transfer pengalaman antar proyek rumah sakit.
Setiap dua bulan, perwakilan konstruksi dari tiap wilayah bertemu untuk mendiskusikan masalah terkini seperti asuransi konstruksi, proses perpindahan fasilitas, dan manajemen logistik. Mereka membentuk kelompok kerja tematik, seperti komunikasi atau manajemen keuangan, serta mengadakan konferensi tahunan yang melibatkan 300 pegawai dari seluruh wilayah.
Meski tidak menggunakan sistem IT atau database terpusat, metode ini efektif dalam membangun kesadaran, partisipasi, dan berbagi praktik terbaik secara langsung. Setiap tahun, mereka juga merilis laporan nasional berisi rangkuman pembelajaran dan diseminasi informasi melalui situs web resmi.
4. Perbandingan dan Pelajaran yang Dapat Diambil
Ketiga sistem memiliki karakteristik unik:
- PTS unggul dalam integrasi digital dan fleksibilitas, namun menghadapi keterbatasan dana dan partisipasi profesional yang kurang.
- Sykehusbygg lebih terpusat dan rigid namun memiliki kapasitas manajemen proyek dan kolaborasi internasional yang kuat.
- Danske Regioner berfokus pada penguatan jaringan sosial dan berbagi pengetahuan informal melalui pertemuan dan laporan rutin.
Dari perspektif Knowledge Management, berikut pelajaran penting:
- Konektivitas digital seperti pada PTS harus didukung oleh sumber daya yang memadai dan umpan balik dari pengguna.
- Evaluasi sistematik dan kolaborasi riset seperti di Sykehusbygg meningkatkan legitimasi dan keberlanjutan keputusan desain.
- Pendekatan sosial seperti Danske Regioner menciptakan kesadaran kolektif dan membangun kepercayaan lintas organisasi.
5. Relevansi Global dan Potensi Adaptasi
Sistem-sistem ini dapat menjadi inspirasi untuk negara berkembang yang tengah melakukan transformasi sistem kesehatan dan infrastruktur. Integrasi pendekatan berbasis data, partisipasi pengguna, dan kolaborasi lintas disiplin perlu dikombinasikan demi menghasilkan sistem kesehatan yang tangguh dan responsif.
Dalam era pasca-pandemi dan meningkatnya tuntutan efisiensi layanan publik, pengelolaan pengetahuan di sektor konstruksi kesehatan menjadi kunci untuk memastikan bahwa investasi jangka panjang tidak hanya menghasilkan bangunan, tetapi juga sistem layanan yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa tidak ada pendekatan tunggal yang dapat menjawab seluruh tantangan pembangunan fasilitas kesehatan. Namun, dengan menggabungkan kekuatan dari digitalisasi seperti PTS, sentralisasi dan kolaborasi riset seperti Sykehusbygg, serta jaringan sosial seperti Danske Regioner, negara-negara dapat mengembangkan sistem konstruksi rumah sakit yang berbasis pengetahuan, responsif, dan berkelanjutan.
Sumber : CHALMERS Architecture and Civil Engineering, Master’s Thesis ACEX30-19-NN, “Comparative Study of Knowledge Management Systems in Scandinavian Hospital Construction Projects”.