Membedah Pola Korupsi Tender Konstruksi di China: Pendekatan Big Data dan Profil Pengguna

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

10 Juni 2025, 15.59

pixabay.com

Pendahuluan: Kenapa Tahap Tender Adalah Titik Rawan Korupsi?

Tender dan lelang adalah titik paling rawan dalam proyek konstruksi. Di berbagai negara, dari Jerman hingga Jepang, korupsi dalam tender menyebabkan kerugian miliaran euro, manipulasi pasar, hingga kecelakaan proyek akibat pemilihan kontraktor tak kompeten.

Di China sendiri, lebih dari 70% kasus korupsi dalam konstruksi terjadi pada tahap tender. Laporan ini menganalisis 1737 kasus nyata dari basis data hukum nasional, menggunakan pendekatan user profiling dan clustering berbasis Self-Organizing Map (SOM). Tujuannya: memetakan karakteristik, preferensi, dan strategi pelaku korupsi secara presisi untuk mendorong pencegahan, bukan sekadar penindakan.

Metodologi: Big Data Bertemu Teknologi Profil Pengguna

1. Sumber Data

Data diambil dari China Judgements Online, mencakup proyek perumahan, jalan, jembatan, energi, dan lainnya. 1737 dokumen pengadilan dianalisis menggunakan Python dan mining teks untuk mengidentifikasi:

  • Wilayah kejadian,
  • Usia dan jabatan pelaku,
  • Tahap tender yang disusupi,
  • Jenis korupsi yang dilakukan.

2. Label Profil Pelaku

Empat dimensi profil dikembangkan:

  • Wilayah geografis: dibagi jadi 5 kategori tingkat korupsi,
  • Karakteristik pelaku: usia, jabatan, pangkat, jumlah uang terlibat,
  • Tahapan tender yang disukai untuk korupsi: persiapan, evaluasi, lelang, negosiasi kontrak,
  • Jenis tindakan korupsi: suap, penyalahgunaan wewenang, kolusi, penggelapan, dan lainnya.

3. Algoritma SOM

Self-Organizing Map digunakan untuk mengelompokkan pelaku korupsi berdasarkan data label. Hasilnya: 4 klaster utama pelaku korupsi ditemukan dengan pola dan karakteristik unik masing-masing.

Temuan Utama: 4 Tipe Pelaku Korupsi Tender

1. Low-Age Corruptors

  • Usia rata-rata: 47 tahun
  • Korupsi < 1 juta yuan, bertindak sebagai perantara
  • Lokasi luas, dominan di semua daerah
  • Terlibat terutama di tahap lelang, dengan pola “tolong-menolong” atau “koordinasi”
  • Sering bertindak impulsif dengan dasar hubungan sosial informal

2. Grassroots Mild Corruptors

  • Usia dominan: 49–53 tahun
  • Porsi terbesar (41%) dari seluruh kasus
  • Jabatan di tingkat bawah, tetapi punya akses langsung ke proses tender
  • Cenderung inisiatif melakukan suap
  • Terlibat di semua tahapan dengan dominasi pada proses lelang dan evaluasi
  • Karakteristik: opportunistic, mudah tergoda insentif

3. Middle-Level Collapsing Corruptors

  • Usia rata-rata: 51–56 tahun
  • Jabatan menengah di lembaga pemerintah dan partai
  • Jumlah uang korupsi tinggi: rata-rata 2,6 juta yuan
  • Cenderung menggunakan kekuasaan untuk manipulasi proses, sangat tersembunyi
  • Pola: penggunaan “greeting” (penyampaian isyarat informal) untuk melancarkan kolusi

4. Top Leader Corruptors

  • Jumlah kecil (10%) namun sangat berbahaya
  • Jabatan tinggi di instansi pemerintah
  • Rata-rata jumlah korupsi 2,9 juta yuan
  • Metode sangat canggih dan tidak melibatkan komunikasi langsung
  • Mengandalkan tekanan struktural dan penugasan bawah tangan
  • Tahap lelang jadi fokus utama korupsi mereka

Studi Kasus dan Angka Penting

  • 43% pertumbuhan kasus kolusi tender selama periode Lima Tahun ke-13
  • Kerugian tahunan melebihi 800 miliar yuan
  • Top leader corruptors menyumbang kasus tertinggi di wilayah korupsi berat seperti Jiangsu dan Hubei
  • Low-age corruptors menyebar paling luas, termasuk wilayah dengan tingkat korupsi rendah
  • Bribery dan abuse of power mendominasi pola perilaku
  • Setiap kelompok punya “kata kunci perilaku” berbeda, misalnya:
    • Low-age: "help", "introduce"
    • Grassroots: "agree", "gratitude"
    • Top leaders: "arrange", "return", "collude with"

Kritik dan Catatan Penting

Kekuatan penelitian ini adalah penerapan pendekatan kuantitatif dengan basis data empiris luas dan teknik machine learning untuk klasifikasi. Ini membuka jalan bagi:

  • Pencegahan berbasis prediksi,
  • Alokasi sumber daya pengawasan yang lebih tepat,
  • Pemetaan risiko korupsi di seluruh China.

Namun, ada keterbatasan yang diakui:

  • Data hanya berasal dari kasus yang telah masuk pengadilan, tidak mencerminkan seluruh iceberg korupsi.
  • Beberapa pelaku memiliki atribut yang tumpang tindih (misalnya jabatan dan usia tidak selalu konsisten dalam pola).
  • Tidak mencakup korupsi non-tender seperti dalam tahap konstruksi atau pasca-pembangunan.

Rekomendasi untuk Pemerintah dan Industri

  1. Bangun sistem profil pengguna koruptor berbasis data real-time untuk deteksi awal.
  2. Terapkan sistem skor risiko pada proyek konstruksi dan tender yang memungkinkan perhatian lebih awal terhadap pelaku rawan.
  3. Gunakan big data dan AI secara aktif dalam manajemen proyek, terutama untuk deteksi pola komunikasi dan transaksi mencurigakan.
  4. Fokus pada edukasi integritas di daerah dengan korupsi tinggi serta di kalangan pejabat muda dan pimpinan proyek.
  5. Kembangkan basis data nasional terbuka yang memungkinkan pengawasan publik berbasis data.

Kesimpulan

Korupsi dalam proses tender konstruksi adalah masalah sistemik yang dapat dipetakan dan dicegah dengan pendekatan big data dan machine learning. Penelitian ini memberikan kerangka kerja empiris dan metodologis untuk memetakan profil pelaku, memahami motivasi dan tahapan korupsi, serta merancang strategi pencegahan yang spesifik berdasarkan klaster risiko.

Dalam era digital, pengawasan berbasis data bukan lagi opsi, tetapi keharusan. Strategi pemetaan profil pengguna seperti ini adalah langkah awal menuju transparansi dan keadilan dalam pembangunan infrastruktur.

Sumber : Zhang, B., & Li, Y. (2022). A user profile of tendering and bidding corruption in the construction industry based on SOM clustering: A case study of China. Buildings, 12(12), 2103.