Membedah Korupsi Sistemik di Negara Sejahtera: Pelajaran Penting dari Kasus Quebec

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

18 Juni 2025, 09.17

pixabay.com

Korupsi Sistemik di Negara Maju: Belajar dari Skandal Konstruksi Quebec

Apakah korupsi hanya milik negara berkembang? Pertanyaan ini dijawab tegas oleh Denis Saint-Martin dalam artikelnya Systemic Corruption in an Advanced Welfare State: Lessons from the Quebec Charbonneau Inquiry (2015), yang menganalisis skandal korupsi konstruksi di Quebec, Kanada—provinsi yang dikenal sebagai salah satu negara kesejahteraan paling maju di Amerika Utara.

Skandal tersebut diselidiki oleh Komisi Charbonneau, yang mengungkap jejaring kolusi, praktik suap, dan pembiayaan partai politik secara ilegal, bahkan dalam sistem birokrasi yang konon sudah modern dan transparan. Artikel ini menyuguhkan analisis mendalam berbasis sejarah, ekonomi, budaya politik, dan institusi informal yang menopang korupsi sistemik.

Korupsi Sistemik dalam Masyarakat Modern

Definisi dan Karakter

Korupsi sistemik bukan hanya tindakan individu yang menyimpang, melainkan struktur tidak resmi yang menyatu dalam norma, budaya, dan praktik sosial. Aktor dalam sistem ini tidak merasa bersalah karena suap sudah menjadi "aturan main".

Di Quebec, korupsi ini mengakar dalam hubungan politik-bisnis, terutama di sektor konstruksi, yang dikenal global sebagai industri paling rawan suap. Di Montreal, pengusaha konstruksi menyebutkan bahwa 3% dari total kontrak proyek rutin diberikan kepada partai walikota, dan 1% lagi kepada pejabat kota. Praktik ini disebut sebagai “la taxe à Surprenant”.

Model Quebec dan Warisan Revolusi Tenang

Saint-Martin menelusuri akar institusional dari korupsi ini ke masa Revolusi Tenang (Quiet Revolution) tahun 1960-an, ketika Quebec memulai proyek besar modernisasi: nasionalisasi energi, desentralisasi pendidikan, dan perluasan negara kesejahteraan.

Namun, tiga faktor warisan politik ekonomi justru menciptakan ladang subur untuk korupsi sistemik:

  1. Nasionalisme ekonomi: Kebijakan pro-bisnis lokal menyebabkan dominasi perusahaan teknik besar seperti SNC-Lavalin, yang melakukan praktek kartel untuk menaikkan harga proyek konstruksi.
  2. Jacobinisme: Sentralisasi kekuasaan di tingkat provinsi membuat pemerintahan kota lemah, sehingga menjadi target empuk bagi aktor korup.
  3. Keterkaitan politik dengan Partai Liberal Quebec: Ketergantungan perusahaan lokal pada stabilitas politik membuka peluang untuk pungutan politik tersembunyi.

Quebec: Negara Sejahtera Tapi Korup

Quebec digambarkan sebagai “Swedia kecil di Amerika Utara” karena keberhasilan dalam pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan sosial. Misalnya:

  • Pengeluaran publik mencapai 47% dari PDB (2009), lebih tinggi dari Belanda dan Norwegia.
  • Ketimpangan pendapatan (rasio 4,7) lebih kecil dari AS (8,5) dan Kanada (5,4).
  • Angka pengangguran, kemiskinan, dan pendidikan membaik drastis pasca 1960.

Namun, menurut Saint-Martin, kemajuan sosial ini tidak otomatis menghapus korupsi. Justru, institusi modern membuka ruang baru untuk kolusi, melalui struktur tender publik dan jejaring politis.

Charbonneau Inquiry: Fakta Mengejutkan

Komisi yang dibentuk pada 2011 mengungkap:

  • Praktik sistematis penyuapan dalam kontrak publik.
  • Hubungan erat antara mafia, serikat buruh, dan elite politik.
  • Keterlibatan perusahaan konstruksi besar dan birokrat senior.
  • Adanya sistem pengumpulan dana ilegal oleh partai politik menggunakan proyek pemerintah sebagai alat.

Komisi menghasilkan laporan sepanjang 1.741 halaman, menunjukkan mekanisme korupsi sebagai norma, bukan pengecualian.

Korupsi di Sektor Konstruksi: Bukan Masalah Lokal

Studi Saint-Martin menempatkan Quebec dalam konteks global:

  • Sektor konstruksi secara global mengalami kerugian hingga 30% dari total proyek karena korupsi.
  • Studi Ernst & Young (2012) menunjukkan bahwa responden sektor konstruksi paling menerima suap sebagai kebiasaan.
  • Di Inggris, 50% profesional konstruksi menyatakan pernah ditawari suap.
  • Bahkan di Swedia, laporan resmi menemukan budaya korupsi di industri konstruksi.

Kritik terhadap Teori Perubahan Institusional

Saint-Martin menolak teori "big bang", yakni bahwa negara hanya bisa lepas dari korupsi melalui revolusi besar. Sebaliknya, ia menunjukkan bahwa:

  • Korupsi bersifat adaptif, bukan hilang dengan reformasi.
  • Perubahan bertahap lebih realistis, terutama di negara dengan lembaga mapan.
  • Perlu pendekatan yang memadukan norma informal dan insentif formal.

Teori Kebudayaan dan Korupsi: Jalan Buntu?

Artikel ini juga menyanggah teori kebudayaan yang menyalahkan etnisitas atau nilai budaya sebagai penyebab utama korupsi. Saint-Martin menekankan bahwa:

  • Di Quebec, budaya partisipasi dan solidaritas justru tinggi.
  • Korupsi bukan produk budaya, tapi sistem insentif politik dan ekonomi.

Implikasi Kebijakan dan Akademik

Bagi pembuat kebijakan, artikel ini menyarankan:

  • Hindari fokus eksklusif pada reformasi teknis.
  • Perbaiki insentif dan struktur hubungan kekuasaan.
  • Tingkatkan transparansi, desentralisasi, dan kapasitas lokal.

Bagi akademisi dan praktisi:

  • Pahami korupsi sebagai hasil interaksi antara budaya lokal, struktur kekuasaan, dan sejarah kebijakan publik.
  • Hindari solusi one-size-fits-all dan fokus pada konteks institusional.

Kesimpulan: Negara Maju Tak Kebal Korupsi

Kasus Quebec memperlihatkan bahwa bahkan sistem birokrasi modern dan negara kesejahteraan bisa menyimpan korupsi sistemik yang mengakar. Korupsi di sektor konstruksi terjadi karena adanya peluang, kelemahan institusi lokal, dan relasi politik-bisnis yang tidak transparan. Perubahan butuh lebih dari sekadar hukum dan teknologi—perlu restrukturisasi norma, insentif, dan pola relasi kekuasaan.

Sumber: Saint-Martin, D. (2015). Systemic Corruption in an Advanced Welfare State: Lessons from the Quebec Charbonneau Inquiry. Osgoode Hall Law Journal, 53(1), 66–106.