Mengapa Budaya Keselamatan Kerja Sangat Penting di Industri Konstruksi?
Industri konstruksi di seluruh dunia dikenal sebagai salah satu sektor paling berisiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Dalam data global tahun 2003, tercatat sekitar 360.000 kecelakaan kerja fatal, dan di Eropa sendiri, 4,8% pekerja konstruksi melaporkan mengalami cedera dalam satu tahun. Angka ini menegaskan bahwa keselamatan kerja bukan hanya soal aturan dan alat pelindung, tetapi juga budaya yang tumbuh di lingkungan kerja.
Swedia dan Denmark, dua negara Skandinavia yang secara sosial dan budaya sangat mirip, justru menunjukkan perbedaan mencolok dalam tingkat kecelakaan kerja di sektor konstruksi. Denmark memiliki tingkat kecelakaan fatal 33% lebih tinggi daripada Swedia. Bahkan, pada proyek besar seperti Jembatan dan Terowongan Öresund, kecelakaan di pihak Denmark empat kali lebih banyak dibandingkan Swedia. Mengapa bisa demikian, padahal kedua negara ini sering dianggap satu klaster budaya?
Studi Kasus: Eksplorasi Budaya Keselamatan Kerja Swedia vs Denmark
Penelitian oleh Grill, Grytnes, dan Törner (2015) menggunakan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai lima manajer konstruksi dan empat pekerja dari kedua negara. Tujuannya: menangkap persepsi profesional tentang perbedaan budaya keselamatan yang berdampak pada perilaku dan hasil keselamatan kerja.
Metode Penelitian
- Wawancara semi-terstruktur dengan 9 informan (4 Swedia, 5 Denmark) dari berbagai latar belakang perusahaan, posisi, dan pengalaman.
- Analisis data menggunakan semantic thematic analysis untuk menemukan tema utama yang membedakan budaya keselamatan di kedua negara.
Tujuh Tema Utama Budaya Keselamatan Kerja
Hasil penelitian menemukan tujuh tema utama yang membedakan budaya keselamatan di industri konstruksi Swedia dan Denmark:
1. Manajemen Partisipatif vs Direktif
- Swedia: Manajemen cenderung partisipatif, mengajak pekerja terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, baik di tahap desain maupun pelaksanaan proyek.
- Denmark: Gaya manajemen lebih direktif, di mana keputusan dan instruksi lebih banyak datang dari atasan tanpa banyak melibatkan pekerja.
2. Tantangan terhadap Otoritas vs Kepatuhan
- Swedia: Budaya kerja mendorong pekerja untuk berani menantang otoritas dan mengajukan pertanyaan jika ada potensi bahaya.
- Denmark: Pekerja cenderung patuh pada instruksi tanpa banyak bertanya, sehingga potensi bahaya kadang terabaikan.
3. Kepatuhan terhadap Aturan
- Swedia: Kepatuhan terhadap aturan keselamatan sangat tinggi, didorong oleh norma sosial dan pengawasan kolektif.
- Denmark: Ada kecenderungan untuk “mengakali” aturan demi efisiensi, sehingga aturan keselamatan sering dilanggar.
4. Kerja Sama vs Konflik
- Swedia: Kerja sama antara pekerja dan manajemen sangat menonjol, menciptakan lingkungan yang saling mendukung untuk keselamatan.
- Denmark: Lebih banyak konflik dan kurangnya rasa saling percaya antara pekerja dan manajemen.
5. Kehati-hatian vs Keberanian Berlebihan
- Swedia: Pekerja dikenal lebih berhati-hati dan sangat memperhatikan pencegahan kecelakaan.
- Denmark: Ada kecenderungan “cockiness” atau keberanian berlebihan yang justru meningkatkan risiko.
6. Perencanaan Jangka Panjang
- Swedia: Menekankan perencanaan dan manajemen jangka panjang, termasuk dalam aspek keselamatan.
- Denmark: Lebih sering mengambil keputusan ad-hoc yang kadang mengorbankan aspek K3.
7. Keamanan Kerja dan Tenur
- Swedia: Keamanan kerja dan masa kerja panjang mendorong pekerja untuk lebih peduli pada keselamatan jangka panjang.
- Denmark: Kontrak kerja lebih pendek, sehingga pekerja lebih fokus pada hasil cepat daripada keselamatan jangka panjang.
Studi Lapangan: Angka dan Fakta
- Tingkat kecelakaan fatal di Denmark 33% lebih tinggi daripada Swedia.
- Pada proyek Öresund Bridge & Tunnel, kecelakaan di pihak Denmark empat kali lebih banyak dibandingkan Swedia.
- Kepatuhan terhadap aturan keselamatan di Swedia lebih tinggi, didukung budaya kerja sama dan partisipasi.
Analisis Kritis: Mengapa Swedia Lebih Aman?
Kunci utama keberhasilan Swedia terletak pada budaya partisipatif, kepatuhan pada aturan, dan kerja sama. Pekerja merasa memiliki suara dalam pengambilan keputusan, sehingga lebih peduli pada keselamatan diri dan rekan kerja. Norma sosial yang menuntut kepatuhan, serta pengawasan kolektif, menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman.
Sebaliknya, budaya kerja di Denmark yang lebih individualistik dan direktif justru membuat pekerja kurang terlibat dalam upaya pencegahan kecelakaan. Sikap “cockiness” atau keberanian berlebihan, serta kecenderungan mengabaikan aturan demi efisiensi, memperbesar risiko kecelakaan.
Perbandingan dengan Penelitian Lain & Tren Global
Penelitian Christian dkk. (2010) dan Tholén dkk. (2009) juga menegaskan bahwa iklim keselamatan (safety climate) dan kualitas kepemimpinan sangat berpengaruh pada perilaku keselamatan pekerja. Negara-negara dengan budaya kerja partisipatif dan kepemimpinan yang mendukung, cenderung memiliki tingkat kecelakaan lebih rendah.
Di negara maju lain seperti Jepang dan Australia, budaya pelaporan insiden, pelatihan berkelanjutan, dan reward system untuk pekerja yang patuh pada K3 juga terbukti efektif menurunkan angka kecelakaan.
Implikasi Praktis untuk Industri Konstruksi Indonesia
Industri konstruksi Indonesia dapat belajar banyak dari model Swedia:
- Mendorong partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan terkait K3.
- Membangun budaya kepatuhan melalui norma sosial, bukan hanya sanksi.
- Meningkatkan kerja sama lintas level organisasi.
- Memperkuat perencanaan dan keamanan kerja jangka panjang.
Faktor-faktor ini tidak hanya menurunkan kecelakaan, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan loyalitas pekerja.
Rekomendasi untuk Praktisi K3 dan Manajemen Proyek
- Adopsi Manajemen Partisipatif: Libatkan pekerja dalam identifikasi bahaya dan penyusunan SOP K3.
- Bangun Budaya Kepatuhan: Jadikan kepatuhan sebagai norma bersama, bukan sekadar kewajiban hukum.
- Perkuat Kerja Sama: Ciptakan forum komunikasi rutin antara manajemen dan pekerja.
- Fokus pada Pencegahan: Prioritaskan pelatihan dan edukasi pencegahan kecelakaan.
- Jaga Keamanan Kerja: Upayakan kontrak kerja jangka panjang agar pekerja lebih peduli pada keselamatan.
Kesimpulan
Budaya keselamatan adalah fondasi utama untuk menurunkan angka kecelakaan kerja di industri konstruksi. Studi ini membuktikan bahwa meski Swedia dan Denmark sangat mirip secara budaya dan sistem sosial, perbedaan dalam gaya manajemen, kepatuhan, dan kerja sama menghasilkan dampak besar pada keselamatan kerja.
Swedia membuktikan bahwa partisipasi, kepatuhan, dan kerja sama adalah kunci sukses dalam membangun budaya keselamatan yang efektif. Industri konstruksi di negara lain, termasuk Indonesia, dapat mengambil pelajaran penting dari model ini untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, produktif, dan berkelanjutan.
Sumber : Grill, M., Grytnes, R., & Törner, M. (2015). Approaching safety in the Swedish and Danish construction industry: Professionals’ perceptions of safety culture differences.