Analisis Mendalam: Mengukur Ketahanan Jaringan Jalan Terhadap Sistem Transportasi Tangguh Banjir
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Di tengah peningkatan tajam dalam tingkat keparahan dan frekuensi bencana alam yang dipicu oleh perubahan iklim, membangun ketahanan infrastruktur kritis—khususnya sistem transportasi—telah menjadi isu kebijakan global yang mendesak. Banjir, sebagai salah satu bencana alam yang paling sering terjadi, memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan terhadap kesejahteraan manusia, fungsi ekosistem, dan pertumbuhan ekonomi akibat terhambatnya perdagangan logistik dan operasional rantai pasokan bantuan kemanusiaan. Meskipun penting, belum ada cara langsung yang terstandardisasi untuk mengukur ketangguhan (robustness) transportasi, yang didefinisikan sebagai dimensi proaktif dari kemampuan sistem untuk menahan bencana alam.
Penelitian ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan tersebut dengan secara kuantitatif mengukur ketangguhan infrastruktur transportasi terhadap bencana banjir. Tujuan ini dicapai melalui implementasi empiris kerangka kerja analitis empat tahap, berfokus pada sistem jaringan jalan dan risiko banjir di Chiang Mai, Thailand.
Jalur Logis Perjalanan Temuan
Riset ini mengikuti kerangka kerja empat tahap yang dimodifikasi dari Mens et al., memetakan respons sistem terhadap gangguan banjir:
- Tahap 1: Menentukan Sistem dan Gangguan Sistem didefinisikan sebagai jaringan jalan urban di Chiang Mai, dengan gangguan utamanya adalah banjir lokal (local flooding) yang disebabkan oleh curah hujan tinggi, deforestasi di hulu, penyempitan Sungai Ping, dan sistem drainase jalan yang tidak memadai .
- Tahap 2: Menggambarkan Respons Sistem Respons sistem diilustrasikan sebagai fungsi dari luas area yang rusak terhadap tingkat air banjir. Temuan ini menunjukkan hubungan langsung: seiring meningkatnya ketinggian air, jumlah area terdampak juga meningkat. Dengan tidak adanya tanggul, tidak ada banjir hingga gangguan mencapai 3,7 meter (Level 1). Luas kerusakan memuncak pada 25,83 km² pada ketinggian air 4,6 meter (Level 7).
- Tahap 3: Menentukan Ambang Batas Pemulihan (Recovery Threshold) Tahap ini menetapkan batas di mana pemulihan sistem menjadi "menantang" atau bahkan menyebabkan "pergeseran rezim" (regime shift). Ambang batas pemulihan yang diukur untuk area terdampak di Chiang Mai diusulkan sebesar 6,33% dari total area provinsi, yang setara dengan 233.632 orang terdampak pada ketinggian air 4,7 meter. Meskipun hanya 6,33% dari area, wilayah ini sangat penting secara ekonomi, mencakup pusat perdagangan, sekolah (21 sekolah), rumah sakit besar, dan terminal bus . Ambang batas ini kemudian digunakan sebagai indikasi titik tanpa pemulihan (point of no recovery).
- Tahap 4: Mengkuantifikasi Ketangguhan Ketangguhan dikuantifikasi melalui penerapan model Sentralitas Betweenness Tepi (Edge-) dan Node (Node-). Model ini mengukur proporsi respons dengan menilai kemungkinan suatu node (persimpangan) atau tepi (ruas jalan) digunakan untuk menghubungkan pasangan node mana pun. Node atau tepi dengan nilai sentralitas yang tinggi dianggap sebagai bagian penting dari jaringan yang dapat menyebabkan gangguan parah jika tidak ada rute alternatif.
- Temuan kuantitatif sentralitas Betweenness: Temuan menunjukkan bahwa jumlah tautan, node, dan mobil yang terdampak meningkat sebanding dengan naiknya permukaan air.
- Pada Level 7 (4,6 m), jumlah tautan terdampak mencapai 422.
- Jumlah node terdampak mencapai 270.
- Jumlah mobil terdampak (dalam PCU) mencapai 1.541.569.
- Temuan kuantitatif sentralitas Betweenness: Temuan menunjukkan bahwa jumlah tautan, node, dan mobil yang terdampak meningkat sebanding dengan naiknya permukaan air.
Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara tingkat air banjir dan gangguan jaringan transportasi yang terukur—menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru dalam pemodelan dampak.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi utama penelitian ini adalah dalam menyediakan metodologi kuantitatif baru untuk mengevaluasi ketahanan transportasi selama banjir. Secara khusus, penggunaan model sentralitas Edge- dan Node-Betweenness diaplikasikan untuk:
- Mengukur Ketangguhan Proaktif: Tidak hanya mengandalkan area yang rusak—yang umum dalam manajemen risiko banjir—tetapi juga memasukkan indikator transportasi yang sangat berharga: jumlah tautan, node, dan mobil yang terdampak. Ini memberikan perspektif yang lebih mendalam mengenai kekuatan jaringan dan prioritas restorasi.
- Mengembangkan Kurva Respons Sistem: Penelitian ini berhasil mengkuantifikasi respons sistem risiko banjir dalam hal area yang rusak, tautan terdampak, dan node terdampak, yang dapat digunakan perencana untuk mengembangkan alat yang lebih canggih untuk mengukur ketangguhan.
- Mendefinisikan Titik Kritis (Critical Point): Penelitian ini memberikan tolok ukur yang jelas untuk titik tanpa pemulihan berdasarkan kriteria sosio-ekonomi (6,33% area terdampak, mencakup institusi kritis).
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meskipun memberikan kontribusi yang signifikan, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan meninggalkan pertanyaan terbuka:
- Batasan Geografis dan Tipe Banjir: Studi ini berfokus secara empiris pada banjir lokal dan dampaknya di Chiang Mai, Thailand. Pertanyaan terbuka adalah bagaimana kerangka kerja ini akan beradaptasi dengan tipe banjir lain—seperti banjir sungai (riverine floods) atau banjir bandang (flash floods) yang lebih parah—di wilayah geografis yang berbeda.
- Kriteria Pemulihan yang Diusulkan: Kriteria pemulihan seperti 6,33% dari area terdampak adalah kriteria yang direkomendasikan dan didasarkan pada asumsi nilai ekonomi daerah tersebut. Keterbatasan ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi atau menyempurnakan ambang batas ini melalui analisis biaya-manfaat atau simulasi sosial-ekonomi yang lebih rinci.
- Aspek Organisasi Ketahanan: Penelitian ini berfokus pada dimensi teknis ketahanan (ketangguhan). Dimensi organisasi ketahanan—yang meliputi jaringan, kepemimpinan, budaya, kesiapan, dan pemulihan cepat—tidak dipertimbangkan.
- Titik Tanpa Pemulihan yang Dinamis: Disebutkan bahwa titik tanpa pemulihan kemungkinan bukan titik perbedaan tunggal, melainkan proses bertahap, atau "area tanpa pemulihan". Selain itu, titik tanpa pemulihan yang dihitung berdasarkan ambang batas area terdampak belum terlampaui pada 4,6 m. Ini menunjukkan bahwa titik kritis ini perlu diukur lebih lanjut berdasarkan fungsionalitas tautan dan node yang benar-benar tidak dapat berfungsi.
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Rekomendasi ini diformulasikan untuk mendorong penelitian akademik yang lebih mendalam, divalidasi, dan komprehensif, memanfaatkan dasar-dasar yang telah ditetapkan oleh studi ini.
- Menguji Kerangka Kerja di Berbagai Tipe Bencana (Banjir Bandang) dan Jaringan Lain (Rel/Air)
Justifikasi Ilmiah: Penelitian ini terfokus pada banjir lokal di Chiang Mai. Namun, banjir bandang diketahui sebagai jenis banjir yang paling parah. Penelitian lanjutan harus menerapkan kerangka kerja empat tahap ke banjir bandang di wilayah dengan topografi pegunungan curam untuk melihat apakah respons sistem (Tahap 2) menunjukkan kurva yang lebih curam (tingkat kerusakan yang lebih tinggi dalam rentang gangguan yang lebih sempit). Metode/Variabel Baru: Menggunakan data curah hujan dan limpasan hulu yang lebih terperinci dan mengintegrasikan model hidrodinamik dengan Sentralitas Betweenness pada jaringan transportasi selain jalan (misalnya, jaringan kereta api atau jalur air).
- Mengembangkan Indeks Ketangguhan Gabungan yang Mengintegrasikan Variabel Teknis dan Organisasi
Justifikasi Ilmiah: Studi saat ini berfokus hanya pada dimensi teknis (ketangguhan). Untuk mencapai pemahaman yang lebih holistik tentang ketahanan transportasi, dimensi organisasi—seperti leadership, readiness, dan cost-effectiveness—juga harus dipertimbangkan. Metode/Variabel Baru: Membuat Indeks Ketangguhan Gabungan (CRI). Ini akan menggabungkan hasil Sentralitas Betweenness (variabel teknis) dengan data survei atau wawancara yang mengukur variabel organisasi, seperti waktu pemulihan rata-rata dan rasio biaya-efektivitas tindakan mitigasi.
- Analisis Sensitivitas Komparatif terhadap Ambang Batas Pemulihan (Recovery Thresholds)
Justifikasi Ilmiah: Ambang batas pemulihan 6,33% area yang terdampak di Chiang Mai diusulkan sebagai titik kritis. Diperlukan validasi ilmiah yang ketat untuk memastikan bahwa kriteria ini berlaku secara universal. Metode/Variabel Baru: Melakukan analisis sensitivitas di mana ambang batas pemulihan diuji pada berbagai tingkat gangguan di sistem yang berbeda (misalnya, kota dengan kepadatan populasi atau nilai ekonomi yang jauh berbeda) untuk melihat bagaimana titik tanpa pemulihan bergeser. Variabel baru yang fokus pada kehilangan nilai tambah dalam bisnis (kerugian tidak langsung) dapat digunakan untuk mengkuantifikasi ambang batas ekonomi secara lebih akurat.
- Memodelkan Ulang Alokasi Sumber Daya untuk Restorasi dengan Sentralitas Betweenness yang Dinamis
Justifikasi Ilmiah: Model Sentralitas Betweenness telah berhasil digunakan untuk mengukur bobot setiap bagian jalan dalam mendukung restorasi pasca-bencana. Penggunaan Sentralitas Betweenness untuk mengukur jumlah mobil terdampak juga dapat memecahkan masalah penugasan lalu lintas pasca-banjir. Metode/Variabel Baru: Mengembangkan model optimasi alokasi sumber daya restorasi dinamis yang menggunakan Sentralitas Betweenness yang dihitung secara real-time atau near-real-time saat banjir meningkat (Level 1 hingga 7) untuk mengidentifikasi tautan paling kritis yang harus dibuka terlebih dahulu guna meminimalkan PCU terdampak.
- Studi Mendalam tentang Dampak Edge-Betweenness pada Logistik Kemanusiaan (Humanitarian Logistics)
Justifikasi Ilmiah: Penelitian ini menggarisbawahi bagaimana jaringan jalan yang rusak menghambat logistik kemanusiaan. Edge-Betweenness mengukur kepentingan relatif ruas jalan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk secara eksplisit menghubungkan data Sentralitas Betweenness dengan kebutuhan spesifik logistik. Metode/Variabel Baru: Menggunakan Sentralitas Edge-Betweenness untuk mengidentifikasi "jalan kehidupan" yang paling penting (jalur terpendek ke rumah sakit seperti McCormick Hospital) dan menentukan peningkatan waktu tempuh akibat kerusakan. Hasilnya dapat berfungsi sebagai indikator yang dapat dikuantifikasi untuk pengurangan penderitaan manusia dan potensi kematian.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi seperti Pusat Keunggulan dalam Teknologi Infrastruktur dan Teknik Transportasi (ExCITE), Departemen Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Thailand, dan Universitas Internasional untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil di berbagai konteks global.