Akses air minum bersih adalah hak dasar, namun pada 2020, sekitar 387 juta orang di Afrika Sub-Sahara (SSA) masih belum memilikinya. Bahkan, 38% penduduk Kenya dan 55% penduduk Siaya County—wilayah studi utama dalam paper ini—masih bergantung pada sumber air yang tidak layak. Target SDG 6 “air bersih untuk semua” diprediksi sulit tercapai pada 2030, dengan 1,6 miliar orang di dunia tetap tanpa akses air aman jika tren saat ini berlanjut1.
Permasalahan utama bukan hanya pada ketersediaan air, tapi pada kegagalan proyek air minum untuk beroperasi secara berkelanjutan. Antara 30–60% sistem air di pedesaan SSA rusak atau tidak berfungsi setelah dibangun. Ironisnya, banyak proyek air hanya dinilai dari keberadaan infrastrukturnya, bukan dari fungsionalitas atau kualitas layanan. Akibatnya, ratusan juta dolar terbuang setiap tahun untuk membangun atau memperbaiki proyek yang gagal, menciptakan lingkaran setan kegagalan dan pemborosan dana pembangunan1.
Keterbatasan Pendekatan Lama: Fragmentasi dan Siloed Thinking
Literatur selama ini cenderung membahas kegagalan proyek air minum dari sudut pandang sempit—misal hanya aspek teknis, ekonomi, atau sosial saja. Pendekatan ini menutupi akar masalah dan mengabaikan keterlibatan multi-pemangku kepentingan lintas level, mulai dari komunitas lokal hingga lembaga global. Padahal, proyek air minum adalah sistem kompleks yang dipengaruhi oleh interaksi faktor sosial, ekonomi, teknologi, lingkungan, tata kelola, dan politik di berbagai level1.
Framework Holistik: Holistic Integrated Framework (HIF)
Untuk menjawab tantangan tersebut, Ornit Avidar mengembangkan Holistic Integrated Framework (HIF). Framework ini dirancang untuk mengevaluasi dan merencanakan keberlanjutan proyek air minum dengan mempertimbangkan:
- Keterlibatan pemangku kepentingan dari level global, nasional, regional, hingga komunitas.
- Lima kategori utama faktor keberlanjutan: sosial-politik, ekonomi, teknologi, lingkungan, serta perencanaan dan manajemen.
- Analisis interaksi dan feedback loop antar faktor dan antar level, sehingga akar masalah dan hubungan sebab-akibat dapat diidentifikasi secara komprehensif.
Dimensi HIF
- Vertikal (Stakeholders’ Levels):
- Meta-global (lembaga internasional, donor, tren global)
- Macro-nasional (pemerintah pusat, kementerian, regulasi nasional)
- Meso-regional (pemerintah daerah, perusahaan air daerah, asosiasi lokal)
- Mikro-lokal (komunitas, proyek, pengguna, komite air, pemimpin lokal)
- Horizontal (Faktor Keberlanjutan):
- Perencanaan & Manajemen: Keterlibatan dalam desain, pengumpulan data, O&M, pelatihan, transparansi, exit strategy.
- Sosial & Politik: Dinamika komunitas, budaya, sejarah, gender, partisipasi, pemberdayaan, kepercayaan, konflik.
- Ekonomi & Pendanaan: Sumber dana, tarif, kemampuan dan kemauan membayar, keberlanjutan finansial, pendapatan lokal.
- Teknologi: Kesesuaian teknologi, ketersediaan suku cadang, pelatihan, inovasi, biaya operasional.
- Lingkungan: Konservasi, kualitas dan kuantitas air, perubahan iklim, dampak ekologis, keamanan air.
Framework ini juga merekomendasikan penilaian pada setiap tahap proyek: perencanaan, implementasi, pasca-implementasi, dan evaluasi.
Studi Kasus: Proyek Sidindi Malanga-African Development Bank (SM-ADB) di Siaya, Kenya
Gambaran Proyek
SM-ADB merupakan proyek flagship senilai $20 juta, bertujuan meningkatkan cakupan air bersih di Siaya County dari 25% menjadi lebih dari 50% populasi (sekitar 1 juta jiwa). Proyek ini didanai African Development Bank (ADB) dan pemerintah Kenya, serta dioperasikan oleh Siaya-Bondo Water and Sanitation Company (SIBO)1.
Secara teknis, proyek ini menggunakan sistem distribusi gravitasi yang ramah lingkungan dan hemat listrik, dengan target produksi air 24.200 m³/hari (peningkatan signifikan dari kapasitas awal 5.200 m³/hari). Namun, pada 2019, realisasi produksi hanya 7.760 m³/hari—jauh di bawah target.
Permasalahan Teknis dan Permukaan
- Instalasi turbin air yang tidak sesuai (tidak cocok untuk air berlumpur dari Sungai Yala) menyebabkan kerusakan fasilitas.
- 47% pipa air tidak aktif; dua dari sepuluh fasilitas utama tidak berfungsi.
- Banyak pipa bocor atau rusak akibat kualitas pekerjaan kontraktor yang buruk.
Namun, analisis HIF menunjukkan bahwa masalah teknis hanyalah “puncak gunung es”.
Analisis Holistik: Akar Masalah dan Feedback Loop
- Meta-Global:
- African Development Bank sebagai donor utama menentukan prioritas proyek (misal, fokus pada cakupan air di kota kecil), sehingga banyak komunitas pedesaan di sekitar proyek justru tidak terlayani.
- Kontraktor asal Tiongkok memenangkan tender, namun hasil pekerjaannya buruk, memperparah masalah teknis.
- Kurangnya supervisi dan akuntabilitas dari donor dan lembaga global.
- Macro-Nasional:
- Pemerintah Kenya mengadopsi sistem devolusi (desentralisasi), namun proyek flagship tetap dikendalikan pusat, sehingga pemerintah daerah dan operator lokal tidak punya kuasa penuh.
- Kebijakan dan pendanaan nasional tidak sinkron dengan kebutuhan daerah.
- Meso-Regional:
- Pemerintah daerah (Siaya County) tidak bisa mengawasi atau mengintervensi proyek, meski bertanggung jawab kepada masyarakat.
- SIBO sebagai operator hanya penerima proyek, tidak terlibat dalam implementasi, sehingga tidak siap mengelola fasilitas baru.
- Mikro-Lokal:
- Masyarakat kecewa karena akses air tetap terbatas, banyak yang menolak membayar atau bahkan merusak infrastruktur.
- Ketidakpercayaan dan demoralisasi muncul karena kegagalan proyek sebelumnya, memperkuat lingkaran setan kegagalan.
Feedback Loops yang Teridentifikasi
- Lingkaran ekonomi: Proyek gagal menghasilkan pendapatan, sehingga tidak mampu membiayai perbaikan atau ekspansi, yang pada akhirnya menurunkan kualitas layanan dan memperburuk keuangan perusahaan.
- Lingkaran akuntabilitas: Banyaknya aktor pada berbagai level menyebabkan kebingungan tanggung jawab, sehingga tidak ada yang benar-benar bertanggung jawab saat proyek gagal.
- Lingkaran kemiskinan: Masyarakat miskin tidak mampu membayar air, perusahaan air kekurangan dana, sehingga layanan memburuk dan masyarakat makin miskin.
- Lingkaran demoralisasi: Kegagalan berulang membuat masyarakat kehilangan harapan dan enggan berpartisipasi dalam proyek baru.
Pelajaran Penting dari Studi Kasus
- Kegagalan proyek air minum di SSA bukan sekadar masalah teknis, tapi hasil interaksi kompleks berbagai faktor lintas level.
- Perencanaan, implementasi, dan evaluasi harus melibatkan semua pemangku kepentingan—dari donor global hingga komunitas lokal.
- Desain proyek harus mempertimbangkan konteks lokal, baik dari sisi teknologi, sosial-budaya, maupun ekonomi.
- Akuntabilitas dan supervisi harus jelas di semua level, agar tidak terjadi “no one is responsible” ketika proyek bermasalah.
- Feedback loop negatif harus diidentifikasi dan diputus, misal dengan memperkuat kapasitas operator lokal, memperbaiki sistem pendanaan, dan membangun kepercayaan masyarakat.
Nilai Tambah Framework HIF untuk Praktisi dan Peneliti
Framework HIF menawarkan alat analisis dan perencanaan yang lebih komprehensif dibanding pendekatan konvensional yang fragmentaris. Dengan memetakan semua aktor dan faktor, serta menganalisis interaksi dan feedback loop, HIF membantu:
- Mengidentifikasi akar masalah yang tersembunyi di balik isu teknis.
- Merancang intervensi yang lebih tepat sasaran, misal dengan memperkuat kapasitas pengelola lokal, memperbaiki tata kelola, atau mengadaptasi teknologi.
- Menghindari pengulangan kesalahan masa lalu, sehingga investasi pembangunan tidak terbuang sia-sia.
- Meningkatkan peluang tercapainya SDG 6 dan “Water for All” di Afrika Sub-Sahara dan negara berkembang lain.
Kritik, Opini, dan Perbandingan
Framework HIF sangat relevan untuk konteks negara berkembang, termasuk Indonesia, yang juga menghadapi tantangan serupa dalam proyek air minum pedesaan. Namun, implementasi HIF membutuhkan sumber daya, waktu, dan komitmen lintas sektor yang besar. Tantangan lain adalah resistensi birokrasi dan budaya organisasi yang masih sering bekerja dalam silo. Meski begitu, pendekatan holistik seperti HIF penting untuk menghindari kegagalan proyek yang berulang.
Studi lain di Ghana dan Kenya juga menegaskan pentingnya partisipasi komunitas dan rasa kepemilikan dalam keberlanjutan proyek air minum. Namun, partisipasi saja tidak cukup jika tidak didukung oleh tata kelola yang baik, pendanaan berkelanjutan, dan teknologi yang sesuai2. HIF melengkapi temuan tersebut dengan menekankan pentingnya analisis multi-level dan multi-faktor.
Implikasi untuk Industri, Pemerintah, dan Donor
- Donor internasional: Harus memastikan keterlibatan dan penguatan kapasitas aktor lokal, bukan sekadar transfer dana dan teknologi.
- Pemerintah nasional dan daerah: Perlu memperjelas pembagian tugas, memperkuat supervisi, dan memastikan proyek sesuai kebutuhan lokal.
- Operator air dan komunitas: Didorong untuk aktif dalam perencanaan, pemeliharaan, dan evaluasi proyek, serta membangun kepercayaan dan rasa kepemilikan bersama.
Kesimpulan
Keberlanjutan proyek air minum di pedesaan Afrika Sub-Sahara sangat bergantung pada pendekatan holistik yang mengintegrasikan semua faktor dan pemangku kepentingan lintas level. Framework HIF yang dikembangkan dalam studi ini menawarkan alat penting untuk mengidentifikasi akar masalah, merancang solusi, dan memutus lingkaran kegagalan proyek air minum. Dengan komitmen dan kolaborasi nyata, target “Water for All” bukanlah mimpi yang mustahil.
Sumber asli:
Ornit Avidar. (2024). A holistic framework for evaluating and planning sustainable rural drinking water projects in sub-Saharan Africa. Journal of Rural Studies, 107, 103243.