Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Pembangunan infrastruktur adalah kunci kemajuan suatu bangsa, dan kualitasnya sangat bergantung pada profesionalisme insinyur. Untuk menjamin profesionalitas dan melindungi masyarakat, pemerintah umumnya melisensi atau meregistrasi tenaga ahli seperti insinyur. Proses ini dilakukan melalui sertifikasi yang melibatkan pihak ketiga. Di Indonesia, sertifikasi insinyur diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Namun, UU ini belum memiliki peraturan pelaksanaan teknis yang rinci.
Temuan dari penelitian ini sangat penting karena menunjukkan bahwa sertifikasi insinyur di Indonesia masih memiliki banyak ketidaksesuaian dengan praktik terbaik internasional, yang dalam hal ini merujuk pada model di Malaysia, Singapura, dan Filipina. Analisis ini menemukan 20 faktor yang tidak sesuai dari total 36 faktor yang dievaluasi. Ketidaksesuaian ini berpotensi menghambat profesionalisme insinyur dan membahayakan keselamatan publik.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Penelitian ini mengadopsi pendekatan yuridis normatif dan deskriptif, menganalisis data sekunder dari peraturan perundang-undangan dan literatur terkait. Wawancara dengan narasumber juga dilakukan untuk mendukung data tersebut.
Dampak Positif
-
Adopsi Nilai dan Tujuan Kunci: Analisis menunjukkan bahwa sertifikasi insinyur Indonesia sudah selaras dengan nilai dan tujuan utama dari praktik terbaik. Nilai-nilai seperti profesionalitas, integritas, dan etika telah diakomodasi, dan tujuannya juga sejalan, yaitu melindungi masyarakat dan meningkatkan daya saing.
-
Pengakuan Peran Pemerintah: Peran pemerintah sebagai regulator dan pembina sistem sertifikasi sudah sesuai dengan praktik terbaik.
Hambatan
-
Kurangnya Peraturan Pelaksana: Meskipun UU 11/2014 ada, belum ada panduan teknis yang jelas untuk melaksanakannya, yang menjadi salah satu hambatan terbesar. Hal ini menyebabkan kurangnya rincian tentang kedudukan, fungsi, dan kewenangan antara pemerintah, Dewan Insinyur, dan lembaga terkait lainnya.
-
Masa Berlaku Sertifikat yang Terlalu Lama: Masa berlaku sertifikat di Indonesia adalah 5 tahun, sedangkan praktik terbaik merekomendasikan 1 hingga 3 tahun. Periode yang terlalu lama ini dikhawatirkan tidak menjamin kompetensi insinyur terus mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
-
Tumpang Tindih Kewenangan: Penelitian ini menemukan adanya ketidaksesuaian dalam kerangka institusi. Registrasi insinyur profesional, yang seharusnya menjadi kewenangan publik dari Dewan Insinyur, justru dilakukan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII), sebuah organisasi masyarakat.
Peluang
-
Penyusunan Peraturan Pelaksana: Adanya UU 11/2014 menjadi landasan yang kuat. Peluang terbesar adalah menyusun peraturan pelaksana yang rinci untuk menutup kesenjangan yang ditemukan.
-
Kolaborasi antar Lembaga: Pemerintah, Dewan Insinyur, dan asosiasi profesi harus bekerja sama untuk memperjelas peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
5 Rekomendasi Kebijakan Praktis
Berdasarkan temuan penelitian, berikut adalah lima rekomendasi kebijakan praktis untuk memperbaiki sistem sertifikasi insinyur di Indonesia:
1. Percepatan Penyusunan Peraturan Pelaksana UU Keinsinyuran: Pemerintah harus memprioritaskan penyelesaian peraturan pelaksana dari UU 11/2014. Peraturan ini harus secara rinci mengatur kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang antara berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah, Dewan Insinyur, PII, dan lembaga sertifikasi profesi.
2. Penyesuaian Masa Berlaku Sertifikat: Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan masa berlaku sertifikat dari 5 tahun menjadi 1 hingga 3 tahun, seperti yang direkomendasikan oleh praktik terbaik. Hal ini untuk memastikan bahwa insinyur terus mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan kompetensinya tetap relevan dengan perkembangan teknologi.
3. Pemisahan Jelas Kewenangan Publik dan Organisasi Profesi: Kewenangan publik seperti registrasi dan pengujian kompetensi insinyur profesional harus sepenuhnya berada di bawah Dewan Insinyur sebagai badan semi-pemerintah. Peran asosiasi profesi seperti PII sebaiknya difokuskan pada pembinaan anggota dan pengembangan etika profesi.
4. Penguatan Lembaga Uji Kompetensi dan Registrasi: Lembaga sertifikasi profesi (LSP) yang melakukan uji kompetensi harus berada di bawah mandat Dewan Insinyur, bukan hanya beroperasi berdasarkan peraturan ketenagakerjaan yang lebih ditujukan untuk tenaga terampil.
5. Pembinaan Konsultan dalam Kerangka UU Keinsinyuran: Sertifikasi insinyur harus mencakup pembinaan untuk konsultan sebagai wadah insinyur bekerja, tidak hanya bersifat pengaturan pengadaan seperti dalam UU Jasa Konstruksi. Ini akan memastikan konsultan tidak hanya berfungsi sebagai entitas bisnis, tetapi juga menjamin kualitas praktik insinyur di dalamnya.
Kritik dan Risiko Jika Kebijakan Tidak Diterapkan
Tanpa implementasi kebijakan yang didasarkan pada temuan ini, risiko yang muncul sangat signifikan. Infrastruktur yang dibangun oleh insinyur dengan kompetensi yang tidak terjamin dapat berpotensi menimbulkan kerugian besar, baik dari segi ekonomi maupun keselamatan publik. Selain itu, ketidakjelasan peran dan kewenangan antar lembaga dapat terus menjadi sumber masalah, yang menghambat terciptanya sistem sertifikasi yang transparan dan akuntabel. Jumlah asosiasi profesi yang terlalu banyak dan kurangnya pembinaan juga menyulitkan pemerintah dalam mengatur dan meningkatkan kualitas tenaga ahli. Pada akhirnya, profesi insinyur di Indonesia akan tertinggal dari standar global dan kehilangan daya saing di tingkat regional maupun internasional.
Kesimpulan
Analisis mendalam terhadap sertifikasi insinyur di Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dengan praktik terbaik internasional, terutama pada aspek nilai, prinsip, proses bisnis, serta kerangka institusi dan regulasi. Penelitian ini menggarisbawahi urgensi bagi pemerintah untuk menyusun peraturan pelaksana yang rinci, merevisi masa berlaku sertifikat, memperjelas pembagian peran, dan memperkuat lembaga terkait. Dengan mengambil langkah-langkah nyata ini, Indonesia dapat membangun fondasi yang kokoh untuk profesi insinyur, menjamin kompetensi tenaga ahli, dan pada akhirnya, melindungi kepentingan dan keselamatan masyarakat.
🔗 Sumber Paper: Widiasanti, I. (2017). Analisis Kesesuaian Sertifikasi Insinyur Indonesia terhadap Best Practices of Certification. SNITT- Politeknik Negeri Balikpapan 2017, 390-400. Baca selengkapnya tentang kursus terkait di sini: Manajemen Konstruksi