Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Di tengah berbagai tantangan global seperti perubahan iklim, pandemi, dan kemiskinan yang terus-menerus, peran insinyur menjadi lebih penting dari sebelumnya. Namun, buku ini berargumen bahwa pendekatan tradisional dalam dunia rekayasa tidak lagi memadai. Setengah dari populasi dunia masih hidup dengan kurang dari $5.50 per hari. Ketimpangan ini diperparah oleh pandemi COVID-19, yang berpotensi mendorong hingga setengah miliar orang kembali ke jurang kemiskinan dan menyebabkan 6.000 kematian anak tambahan setiap hari dari penyebab yang dapat dicegah.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan bukan hanya masalah teknis, melainkan masalah struktural yang mendalam. Selama 30 tahun terakhir, meskipun ada kemajuan global dalam kesehatan dan kekayaan, keberhasilan ini sebagian besar terkonsentrasi di Asia Selatan dan Timur, didorong oleh pertumbuhan di India dan Cina, sementara jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem di Afrika sub-Sahara justru meningkat. Hal ini diperparah oleh fakta mengejutkan bahwa arus keluar keuangan dari negara-negara miskin ke negara-negara kaya, yang disebabkan oleh pembayaran utang, laba perusahaan, dan penghindaran pajak, jauh melebihi bantuan yang diterima.
Insinyur di masa lalu dididik untuk menjadi pemecah masalah yang berorientasi pada solusi teknis. Namun, mereka sering kali tidak memiliki bekal pengetahuan dalam bidang ekonomi, kebijakan, dan tata kelola yang diperlukan untuk mengatasi kesenjangan struktural ini. Akibatnya, produk atau proyek teknis, sekuat apa pun desainnya, sering kali gagal membuat dampak yang berarti dalam sistem yang cacat. Oleh karena itu, sebuah kerangka kebijakan baru diperlukan untuk membekali para insinyur dengan perspektif yang lebih luas, menjadikan mereka aktivis dan advokat yang dapat mengatasi ketidaksetaraan.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Sejak pasca-Perang Dunia II, keterlibatan insinyur dalam pembangunan global telah beralih dari proyek infrastruktur berskala besar yang didorong dari atas (
top-down) ke pendekatan skala kecil berbasis komunitas dengan "teknologi yang sesuai" (appropriate technology). Namun, pendekatan ini pun terbukti gagal secara substansial mengurangi kemiskinan selama hampir 50 tahun.
Menyajikan model Global Engineering sebagai evolusi dari pendekatan sebelumnya, yang berupaya mengatasi tantangan ini.
-
Dampak Positif
-
Peningkatan Akuntabilitas dan Efektivitas: Model-model pendanaan baru seperti pembayaran berbasis kinerja (pay-for-performance) atau development impact bonds (DIBs) menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan akuntabilitas dan skala intervensi yang efektif. Contohnya, program Bridges to Prosperity di Rwanda berhasil memobilisasi modal dan membangun jembatan penyeberangan yang menghubungkan ribuan orang. Evaluasi ekonomi dari proyek serupa di Nikaragua menunjukkan peningkatan pendapatan pasar tenaga kerja sebesar 35,8% yang dapat diatribusikan pada jembatan tersebut.
-
Pengambilan Keputusan Berbasis Data: Penggunaan teknologi sensor yang terhubung dengan satelit dan seluler memungkinkan pengawasan infrastruktur secara real-time. Di Rwanda, penerapan sensor pada pompa air pedesaan berhasil mengurangi interval perbaikan dari rata-rata 7 bulan menjadi hanya 26 hari, dan meningkatkan tingkat fungsionalitas dari 44% menjadi 91%. Data ini membantu para pembuat kebijakan, utilitas, dan donor untuk mengambil tindakan yang lebih cepat dan terinformasi.
- Kolaborasi Lintas Sektor: Global Engineering mendorong kolaborasi antara insinyur dengan para ahli di bidang kesehatan global, ekonomi, dan kebijakan. Misalnya, program air di Kenya dan Ethiopia berhasil menggabungkan pemantauan hidrologis dengan perkiraan kerawanan pangan untuk membantu pemerintah dan badan bantuan merespons kekeringan secara proaktif.
-
-
Hambatan
-
"Tyranny of Experts": Penelitian ini mengkritik model pembangunan yang terlalu bergantung pada pendanaan dan ahli asing. Hal ini dapat memperkuat otokrasi dan menciptakan "tirani para ahli," di mana keputusan dibuat tanpa keterlibatan atau pemahaman yang memadai dari komunitas lokal.
- Fokus yang Terbatas: Pendekatan sebelumnya sering kali terlalu fokus pada produk atau proyek kecil, yang gagal mengatasi hambatan sistemik yang lebih besar seperti ketidaksetaraan ekonomi global, eksploitasi sumber daya, dan ketidakadilan.
-
-
Peluang
-
Inovasi Teknologi untuk Keadilan: Teknologi baru seperti penginderaan jauh (remote sensing) dan instrumentasi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan bukti yang kuat guna memengaruhi kebijakan dan praktik.
- Pembaruan Pendidikan Insinyur: Ada peluang besar untuk mereformasi kurikulum pendidikan insinyur agar mencakup sejarah, kesehatan masyarakat, dan kebijakan. Ini akan menghasilkan "insinyur global" yang siap menghadapi tantangan kompleks.
-
5 Rekomendasi Kebijakan Praktis
Berdasarkan temuan dari studi ini, berikut adalah lima rekomendasi kebijakan yang dapat diadopsi untuk meningkatkan peran insinyur dalam pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan.
-
Integrasi Disiplin Lintas Sektor dalam Kebijakan Pembangunan Nasional
-
Rekomendasi: Pemerintah perlu membentuk tim kerja antar-kementerian yang mengintegrasikan keahlian dari berbagai sektor (misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional). Tim ini harus bertugas merumuskan kebijakan pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada aspek teknis, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi, kesehatan, dan sosial.
- Mekanisme Pelaksanaan: Bentuk sebuah gugus tugas permanen untuk setiap megaproyek infrastruktur, yang anggotanya terdiri dari insinyur, ekonom, ahli kesehatan masyarakat, dan perencana sosial. Gugus tugas ini bertanggung jawab untuk melakukan analisis dampak komprehensif sebelum proyek dimulai dan memantau dampaknya secara terpadu setelah proyek selesai.
-
-
Adopsi Teknologi Sensor dan Data Real-Time untuk Pengawasan Infrastruktur
-
Rekomendasi: Pemerintah harus mempromosikan dan mendukung penggunaan teknologi sensor yang terhubung dengan internet pada infrastruktur dasar seperti pompa air, jembatan, dan jaringan listrik. Data dari sensor ini harus dikumpulkan dan dianalisis secara real-time untuk memprediksi kegagalan dan mempercepat respons perbaikan.
- Mekanisme Pelaksanaan: Buat kemitraan publik-swasta dengan perusahaan teknologi lokal maupun global untuk mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan ini. Alokasikan anggaran pemerintah untuk membiayai program percontohan di daerah-daerah terpencil yang paling rentan terhadap kegagalan infrastruktur.
-
-
Transisi Model Pendanaan dari Proyek ke Kinerja dan Dampak
-
Rekomendasi: Ubah model pendanaan pembangunan dari yang berfokus pada penyelesaian proyek menjadi model yang berfokus pada hasil dan kinerja yang terukur (outcome-based funding). Pendanaan harus dikondisikan pada pencapaian indikator-indikator dampak sosial yang telah diverifikasi.
- Mekanisme Pelaksanaan: Lakukan uji coba model pembiayaan berbasis dampak, seperti yang dilakukan oleh Bridges to Prosperity di Rwanda. Dana dari pemerintah atau donor akan dibayarkan kepada pelaksana program setelah mereka mendemonstrasikan hasil yang terverifikasi, seperti peningkatan pendapatan rumah tangga atau penurunan tingkat penyakit.
-
-
Revisi Kurikulum Pendidikan Tinggi Teknik untuk Memasukkan Isu Pembangunan Berkelanjutan
-
Rekomendasi: Lembaga pendidikan tinggi, bekerja sama dengan pemerintah dan asosiasi profesional, harus merevisi kurikulum teknik agar lebih holistik. Kurikulum harus mencakup mata kuliah tentang etika rekayasa, ekonomi pembangunan, kesehatan global, dan kebijakan publik.
-
Mekanisme Pelaksanaan: Berikan insentif atau akreditasi khusus bagi universitas yang berhasil mengintegrasikan kurikulum lintas disiplin. Dorong mahasiswa untuk terlibat dalam praktik lapangan yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan di bawah bimbingan insinyur lokal.
-
-
Pemberdayaan Insinyur Lokal melalui Kemitraan Internasional yang Setara
- Rekomendasi: Kebijakan harus memastikan bahwa setiap program bantuan atau pembangunan internasional wajib melibatkan dan membangun kapasitas insinyur dan tenaga ahli lokal. Ketergantungan pada ahli asing harus dikurangi, dan transfer pengetahuan harus menjadi prioritas utama.
- Mekanisme Pelaksanaan: Terapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan asing yang terlibat dalam proyek di Indonesia untuk mempekerjakan dan melatih insinyur lokal. Tentukan persentase minimum keterlibatan insinyur lokal dan pastikan mereka memiliki peran pengambilan keputusan yang strategis dalam proyek.
Kritik dan Risiko Jika Kebijakan Tidak Diterapkan
Mengabaikan temuan ini akan memperparah masalah yang sudah ada. Jika profesi insinyur terus beroperasi secara terkotak-kotak, dengan fokus sempit pada solusi teknis, maka proyek-proyek pembangunan akan terus menjadi "tambal sulam" yang tidak efektif dalam mengatasi masalah struktural. Ketergantungan pada model pembangunan dari luar negeri tanpa pemberdayaan lokal akan berisiko menciptakan kembali "tirani ahli" yang tidak akuntabel dan tidak berkelanjutan. Akibatnya, ketidaksetaraan akan terus memburuk, infrastruktur yang dibangun tidak akan bertahan lama, dan sumber daya publik akan terbuang sia-sia.
Kesimpulan
The Global Engineers menawarkan visi baru yang krusial bagi profesi insinyur. Sudah saatnya kita bergerak melampaui paradigma lama yang hanya berorientasi pada produk dan proyek. Dengan mengadopsi kebijakan yang berani dan inovatif, pemerintah dapat memberdayakan insinyur untuk menjadi agen perubahan yang sesungguhnya. Transformasi ini akan memastikan bahwa setiap investasi infrastruktur tidak hanya menghasilkan struktur fisik, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk dunia yang lebih aman, adil, dan sejahtera bagi semua.
🔗 Sumber Paper: Thomas, E. (2020). What Is Global Engineering?. In: The Global Engineers. Sustainable Development Goals Series. Springer, Cham. Baca selengkapnya tentang kursus terkait di sini: Perencanaan Wilayah dan Kota