Membangun Budaya “Design for Construction Safety (DfCS)” di Indonesia: Dari Perancangan Hingga Pencegahan Fatalitas di Proyek Konstruksi

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana

21 Oktober 2025, 17.03

Pendahuluan

Konsep Design for Construction Safety (DfCS) yang dikembangkan Occupational Safety & Health Administration (OSHA) di Amerika Serikat kini menjadi acuan global dalam pencegahan kecelakaan di proyek konstruksi. Pendekatan ini menekankan pentingnya memasukkan aspek keselamatan sejak tahap perancangan desain, bukan hanya saat pelaksanaan proyek.

Di Indonesia, kasus kecelakaan kerja di sektor konstruksi masih tinggi — berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia tahun 2024, lebih dari 30 % kecelakaan fatal terjadi akibat kesalahan desain dan manajemen risiko sejak tahap awal proyek.

Proyek infrastruktur nasional seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), kampus negeri baru seperti Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), maupun pembangunan jalan tol dan gedung pemerintahan, melibatkan ribuan pekerja dan ratusan subkontraktor. Kompleksitas proyek membuat koordinasi keselamatan menjadi tantangan besar.

Konsep DfCS menawarkan solusi preventif: merancang struktur, tata letak, dan metode konstruksi yang secara inheren aman — misalnya:

  • Menambahkan parapet permanen di tepi atap agar tidak memerlukan pagar sementara.

  • Mendesain lubang-lubang kolom dengan ketinggian standar untuk pengait kabel pengaman.

  • Mengatur alur material handling agar pekerja tidak perlu bekerja di ketinggian atau ruang terbatas.

Sebagaimana dibahas dalam artikel Fitur Proyek Konstruksi Menyebabkan Kecelakaan Kerja Jika Tidak Direncanakan Sejak Awal, peran arsitek dan insinyur dalam memikirkan risiko sejak tahap desain merupakan kunci menuju zero accident project. 

Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan

DfCS menempatkan keselamatan sebagai bagian dari desain, bukan sebagai tambahan prosedural.
Studi OSHA (2019–2023) menunjukkan 42% kecelakaan konstruksi disebabkan keputusan desain, seperti ketiadaan sistem penahan jatuh permanen atau ventilasi ruang terbatas.

Di Indonesia, penelitian PUPR (2023) memperkirakan implementasi desain aman dapat mengurangi kecelakaan konstruksi hingga 35%, terutama pada pekerjaan di ketinggian, pengelasan, dan pengecoran beton.

Kebijakan nasional perlu memasukkan DfCS sebagai standar dalam perizinan proyek besar, sejalan dengan semangat “Prevention through Design” yang sudah diterapkan di AS, Eropa, dan Jepang.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak positif:

  • Mengurangi risiko jatuh dan cedera struktural di proyek bertingkat hingga 40%.

  • Mempercepat proses audit K3 karena desain sudah mencakup sistem pengaman permanen.

  • Menurunkan biaya jangka panjang (karena tidak perlu alat pelindung sementara yang berulang).

Hambatan:

  • Kurangnya kolaborasi antara desainer dan kontraktor.

  • Belum adanya regulasi yang mewajibkan design risk assessment pada tahap perancangan.

  • Keterbatasan pelatihan teknis di bidang “safety in design”.

Peluang:

  • Pengembangan modul pelatihan Design for Safety oleh Diklatkerja.com.

  • Integrasi DfCS ke dalam kurikulum universitas teknik dan arsitektur.

  • Sertifikasi nasional “Insinyur Desain Aman” melalui Kementerian PUPR dan Kemenaker.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Wajibkan Analisis Risiko Desain (DfCS Report)
    Setiap proyek pemerintah harus menyertakan laporan design safety review sebelum tender konstruksi.

  2. Kembangkan Panduan Nasional “Design for Safety Indonesia”
    Berdasarkan adaptasi dari OSHA 1926 dan standar lokal SNI 7037:2020 tentang K3 konstruksi.

  3. Insentif bagi Proyek yang Mengadopsi DfCS
    Pemberian safety performance bonus atau potongan pajak untuk kontraktor yang mencapai zero accident dengan desain aman.

  4. Pelatihan Kolaboratif Arsitek–Kontraktor–Pekerja
    Program pelatihan berbasis proyek, seperti pelatihan “Safety in Design and Construction” oleh Diklatkerja.com.

  5. Integrasi Teknologi Digital dan BIM untuk Simulasi Risiko
    Penggunaan Building Information Modeling (BIM) untuk memetakan risiko sejak tahap desain dan memverifikasi kepatuhan K3 secara otomatis.

Kritik dan Tantangan Etika

DfCS bisa gagal jika hanya menjadi formalitas administratif. Tanpa partisipasi aktif desainer dan budaya keselamatan, prinsip ini tidak akan mengubah perilaku di lapangan.
Selain itu, pengawasan lemah terhadap konsultan desain membuat banyak proyek publik masih berorientasi pada kecepatan dan biaya, bukan keselamatan.

Penerapan DfCS juga menuntut perubahan paradigma profesional — dari “arsitek yang hanya fokus estetika” menjadi “arsitek yang juga bertanggung jawab atas keselamatan pekerja”.

Penutup

Konsep Design for Construction Safety membuka babak baru dalam kebijakan keselamatan kerja Indonesia. Dengan mengintegrasikan DfCS ke dalam regulasi nasional dan pendidikan teknik, Indonesia dapat membangun sistem konstruksi yang lebih aman, efisien, dan berkelanjutan.

Transformasi ini sejalan dengan arah pembangunan nasional menuju zero accident infrastructure, di mana keselamatan bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga nilai moral dan profesional.

Sumber Artikel

OSHA Alliance Program, Design for Construction Safety – Instructor Guide (2023).