Konsep ekonomi sirkular telah menjadi bahasa bersama dalam diskursus global tentang pembangunan berkelanjutan. Namun di balik popularitasnya, masih terdapat beragam tafsir dan pendekatan yang digunakan oleh organisasi internasional, lembaga kebijakan, dan kalangan akademik.
Perbedaan ini bukan sekadar semantik, tetapi menunjukkan cara pandang yang berbeda terhadap hubungan antara ekonomi, sumber daya, dan lingkungan.
Lampiran panduan Conference of European Statisticians (CES) menampilkan sejumlah definisi ekonomi sirkular dari berbagai lembaga dunia — mulai dari Uni Eropa, UNEP, hingga ISO — yang memberikan gambaran tentang bagaimana ide sirkularitas berkembang menjadi kerangka ekonomi baru.
Variasi Definisi: Dari Efisiensi Material hingga Regenerasi Alam
Secara umum, setiap definisi ekonomi sirkular memuat unsur yang sama: menjaga nilai material dan produk selama mungkin dalam sistem ekonomi, mengurangi penggunaan sumber daya baru, dan menekan timbulan limbah. Namun, masing-masing lembaga menekankan aspek yang berbeda sesuai dengan mandat dan perspektifnya.
-
Uni Eropa, misalnya, melihat ekonomi sirkular sebagai strategi industri dan lingkungan sekaligus. Fokusnya adalah menjaga nilai produk dan bahan dalam perekonomian selama mungkin, untuk mendukung ekonomi rendah karbon yang kompetitif.
-
Ellen MacArthur Foundation menambahkan dimensi desain dan inovasi. Menurut lembaga ini, sirkularitas bukan sekadar daur ulang, tetapi perancangan sistem ekonomi baru yang mengeliminasi limbah, mengedarkan produk dan bahan pada nilai tertingginya, serta meregenerasi alam.
-
UN Environment Programme (UNEP) memperluas cakupan menjadi empat kategori tindakan — reduce, reuse, repair, recycle — yang mencakup seluruh interaksi antara pengguna, bisnis, dan industri.
-
Sementara ISO (International Organization for Standardization) menekankan pentingnya pendekatan sistemik untuk menjaga aliran sumber daya tetap berputar sambil mendukung pembangunan berkelanjutan.
Definisi-definisi ini menunjukkan pergeseran penting: ekonomi sirkular kini tidak lagi dipandang semata sebagai kebijakan pengelolaan limbah, tetapi sebagai sistem ekonomi penuh yang melibatkan desain produk, model bisnis, perilaku konsumen, dan tata kelola sumber daya global.
Perspektif Akademik: Sintesis dari 114 Definisi
Penelitian yang dilakukan oleh Kirchherr et al. (2017) menganalisis lebih dari seratus definisi ekonomi sirkular dari literatur akademik dan kebijakan publik.
Hasilnya menunjukkan dua elemen yang paling sering muncul:
-
Hierarki 4R — reduce, reuse, recycle, recover, dan
-
Pendekatan sistemik — penerapan sirkularitas pada tiga tingkat: mikro (perusahaan dan konsumen), meso (ekosistem industri), dan makro (kawasan dan negara).
Dari sinilah muncul pemahaman bahwa ekonomi sirkular bukan hanya strategi teknis, tetapi juga kerangka sosial dan ekonomi yang menuntut perubahan perilaku, koordinasi lintas sektor, dan visi jangka panjang. Dengan kata lain, sirkularitas bukan hasil akhir, melainkan proses berkelanjutan untuk mencapai keseimbangan antara nilai ekonomi dan keberlanjutan ekologis.
Implikasi bagi Indonesia
Bagi Indonesia, keragaman definisi ini menawarkan peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, fleksibilitas konsep memungkinkan pemerintah menyesuaikan kebijakan sirkularitas dengan konteks nasional — misalnya melalui Rencana Aksi Ekonomi Sirkular dan strategi industri hijau. Namun di sisi lain, tanpa definisi nasional yang tegas dan terukur, sulit membangun sistem statistik dan indikator yang seragam.
Adopsi definisi yang menggabungkan aspek teknis, sosial, dan lingkungan menjadi penting agar kebijakan ekonomi sirkular tidak hanya terfokus pada daur ulang limbah, tetapi juga mendorong efisiensi desain, inovasi industri, dan kesejahteraan sosial.
Dalam hal ini, Indonesia dapat mengambil pendekatan hibrida: mengacu pada kerangka Uni Eropa dalam aspek efisiensi material, dan memadukannya dengan pandangan UNEP tentang regenerasi sumber daya dan keadilan lingkungan.
Penutup
Ragam definisi ekonomi sirkular menunjukkan satu hal mendasar: tidak ada satu jalan tunggal menuju keberlanjutan.
Setiap lembaga dan negara menafsirkan sirkularitas sesuai dengan konteks, prioritas, dan kapasitasnya. Yang penting bukanlah perbedaan terminologi, tetapi kesamaan tujuan — menjaga nilai sumber daya, mengurangi pemborosan, dan menciptakan kesejahteraan lintas generasi.
Dengan memperjelas definisi dan arah kebijakan, Indonesia dapat memastikan bahwa ekonomi sirkular tidak berhenti sebagai slogan hijau, melainkan berkembang menjadi strategi ekonomi nasional yang inklusif, produktif, dan berketahanan.
Daftar Pustaka
Conference of European Statisticians. (2024). Guidelines for Measuring Circular Economy: Annex 1 — Examples of Selected Definitions of a Circular Economy. Geneva: United Nations Economic Commission for Europe (UNECE).
Ellen MacArthur Foundation. (2019). Completing the Picture: How the Circular Economy Tackles Climate Change. Cowes: Ellen MacArthur Foundation.
European Commission. (2020). Circular Economy Action Plan: For a Cleaner and More Competitive Europe. Brussels: European Union.
Kirchherr, J., Reike, D., & Hekkert, M. (2017). Conceptualizing the Circular Economy: An Analysis of 114 Definitions. Resources, Conservation and Recycling, 127, 221–232.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2023). Advancing Circular Economy Policies for Green Growth. Paris: OECD Publishing.
United Nations Environment Programme (UNEP). (2021). Global Environment Outlook for Industry: Circularity and Sustainable Production. Nairobi: UNEP.
International Organization for Standardization (ISO). (2023). Circular Economy — Framework and Principles (ISO 59004:2023). Geneva: ISO.