Melembagakan Service-Learning: Tinjauan Multi-Kasus terhadap Proses, Alat, dan Keberlanjutan di Pendidikan Tinggi

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

16 November 2025, 19.31

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada sebuah masalah fundamental: tanpa pelembagaan (institutionalization), pedagogi Service-Learning (SL) tidak dapat dipertahankan secara berkelanjutan. Ketika SL tetap bersifat marjinal dan para pendukungnya terus "berjuang untuk bertahan hidup," sulit untuk mengembangkan atau mempertahankan kursus berkualitas tinggi. Lebih lanjut, dari perspektif komunitas, adalah "tidak bertanggung jawab" bagi sebuah institusi untuk mendorong kemitraan komunitas tanpa menciptakan infrastruktur yang diperlukan untuk menopang kemitraan tersebut dari waktu ke waktu.   

Kerangka teoretis yang diusung oleh buku ini adalah bahwa pelembagaan adalah sebuah proses perpindahan SL "dari pinggiran ke arus utama," menjadikannya bagian dari struktur akademik yang sah. Buku ini secara eksplisit mengadopsi metafora "polihedron" (bidang banyak) dari Paus Fransiskus, yang menyiratkan bahwa tujuannya bukanlah untuk menyajikan satu model yang sukses, melainkan untuk mempromosikan dialog dan membangun rasa kebersamaan dengan menyajikan berbagai sisi dan pengalaman dari institusi yang berbeda. Dengan demikian, tujuan utama dari kompilasi ini adalah untuk menyajikan beragam perspektif dan studi kasus dari lebih dari empat belas universitas di berbagai benua mengenai bagaimana mereka menavigasi proses pelembagaan SL.   

Metodologi dan Kebaruan

Sebagai sebuah volume kolektif, metodologi utama yang digunakan adalah studi multi-kasus komparatif dan analisis teoretis. Buku ini mengumpulkan dan menyajikan pengalaman mendalam dari berbagai Institusi Pendidikan Tinggi (IPT), terutama Institusi Pendidikan Tinggi Katolik (IPTK), dari berbagai konteks budaya dan struktural, termasuk studi kasus dari Chili , Belgia , Spanyol , Jerman , Kenya , Filipina , Argentina , Meksiko , Afrika Selatan , dan Hong Kong.   

Sebuah komponen metodologis utama yang dibahas dan digunakan di seluruh volume adalah Rubrik Penilaian Mandiri untuk Pelembagaan Service-Learning (Self-Assessment Rubric for the Institutionalization of Service-Learning), yang dikembangkan oleh Andrew Furco. Rubrik ini berfungsi sebagai alat diagnostik utama, yang mengukur kemajuan institusi melalui tiga tahap (Membangun Massa Kritis, Membangun Kualitas, Pelembagaan Berkelanjutan)  di lima dimensi utama: (1) Filosofi dan Misi, (2) Keterlibatan dan Dukungan Fakultas, (3) Keterlibatan dan Dukungan Mahasiswa, (4) Partisipasi Komunitas, dan (5) Dukungan Institusional.   

Kebaruan dari karya ini terletak pada cakupan globalnya yang luas dan presentasi beragam "wajah" dari proses pelembagaan, yang secara kolektif didukung oleh kerangka kerja penilaian yang konkret.   

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis terhadap berbagai kerangka kerja teoretis dan studi kasus di dalam volume ini menghasilkan serangkaian temuan kunci mengenai proses pelembagaan SL.

  1. Sinergi "Top-Down" dan "Bottom-Up": Temuan yang paling konsisten di berbagai studi kasus adalah bahwa proses pelembagaan yang paling sukses dan langgeng terjadi ketika ada sinergi antara inisiatif "bottom-up" (energi dan komitmen dari fakultas dan mahasiswa yang terlibat) dengan "top-down" (dukungan, kebijakan, dan sumber daya dari otoritas universitas). Dukungan dari pimpinan puncak, seperti Rektor, terbukti krusial dalam memberikan keberlanjutan, visibilitas , dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan.   

  2. Risiko dan Hambatan Pelembagaan: Proses ini tidak bersifat linier dan menghadapi risiko yang signifikan. Hambatan yang paling umum adalah resistensi dari fakultas atau administrator yang menganut paradigma "menara gading," yang khawatir bahwa keterlibatan komunitas akan "menurunkan tingkat akademik." Tantangan lainnya adalah apa yang disebut "imunitas terhadap perubahan" (immunity to change), yaitu dinamika institusional mendarah daging yang lebih fokus pada "persaingan antar individu... daripada... kapasitas untuk bekerja sama."   

  3. Beragam Jalur, Tujuan yang Sama: Studi kasus menunjukkan tidak ada satu cara yang benar untuk melembagakan SL. Pontifical Catholic University of Chile, misalnya, menunjukkan proses konsolidasi selama 15 tahun yang didasarkan pada model yang sangat sistematis dan pengembangan panduan internal. Sebaliknya, De La Salle University di Filipina menggambarkan "Pendekatan Bibingka" yang sangat kontekstual , dan University of Deusto di Spanyol mengintegrasikannya dengan tradisi Ignatian mereka.   

  4. Pentingnya Penilaian Mandiri: Penggunaan Rubrik Penilaian Mandiri (seperti yang dijelaskan oleh Furco) terbukti penting bukan hanya untuk mendapatkan "skor," tetapi untuk memfasilitasi perencanaan strategis dan "langkah-langkah tindakan strategis" guna memajukan SL lebih lanjut.   

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Volume ini, melalui bab oleh Furco, secara transparan mengakui keterbatasan dari alat penilaian utamanya. Rubrik Penilaian Mandiri awalnya dikembangkan di Amerika Serikat dan secara alami "bergantung pada perspektif Utara dan Barat." Tantangan signifikan muncul dalam penerjemahan—tidak hanya bahasa (misalnya, "faculty" vs "facultad") tetapi juga konsep—ke dalam konteks budaya dan sistem pendidikan tinggi yang berbeda di seluruh dunia.   

Selain itu, rubrik ini sebagian besar berfokus pada faktor internal institusi dan tidak sepenuhnya memperhitungkan kekuatan eksternal (seperti kebijakan pemerintah atau pengaturan budaya) yang juga mempengaruhi pelembagaan SL.   

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, buku ini berfungsi sebagai sumber daya yang komprehensif, menawarkan cetak biru, studi kasus, dan alat diagnostik (termasuk berbagai rubrik di Apendiks ) bagi institusi pendidikan tinggi mana pun yang ingin memulai atau memperkuat perjalanan pelembagaan SL mereka.   

Untuk penelitian di masa depan, karya ini menyerukan perlunya investigasi lebih lanjut mengenai aspek-aspek pelembagaan SL yang unik dalam konteks spesifik, seperti di dalam Institusi Pendidikan Tinggi Katolik  dan di luar konteks Barat. Tujuannya adalah untuk terus mengadaptasi dan menyempurnakan alat diagnostik agar lebih relevan secara kontekstual di seluruh dunia.   

Sumber

Jouannet, C., Arocha, L., Tapia, M. N., Peregalli, A., Furco, A., dkk. (2023). Institutionalization of Service-Learning in Higher Education. (Uniservitate Collection, 4). CLAYSS.