Latar Belakang Masalah dan Kesenjangan Riset
Sektor konstruksi secara historis mencatat tingkat kecelakaan dan fatalitas tertinggi, dengan kecelakaan jatuh dari ketinggian—khususnya dari perancah—menjadi masalah yang berulang. Berdasarkan teori domino Heinrich, pencegahan proaktif yang menargetkan tindakan dan kondisi tidak aman adalah esensial. Pemerintah Korea telah mendorong adopsi
Virtual Reality (VR) untuk pelatihan keselamatan. Namun, studi sebelumnya mengidentifikasi keterbatasan mendasar pada konten Immersive Virtual Reality (IVR) yang tersedia secara komersial (Type A), yang bersifat unidirectional dan pasif. Dalam pendekatan yang ada ini, trainee hanya menyaksikan skenario kecelakaan atau mengikuti instruksi tanpa proses pengambilan keputusan atau interaksi yang bermakna dengan sistem VR. Keterbatasan ini menghambat potensi penuh pembelajaran pengalaman (experiential learning) dan retensi pengetahuan yang mendalam.
Untuk mengatasi kekurangan ini, penelitian ini mengajukan pengembangan kerangka pelatihan IVR interaktif (Type B) yang dirancang untuk menumbuhkan pembelajaran aktif. Studi ini berhipotesis bahwa kinerja pembelajaran trainee akan berbeda secara signifikan berdasarkan integrasi elemen interaktif. Selain itu, penelitian ini bertujuan menganalisis kontribusi individu setiap elemen interaktif—sebuah area yang kurang mendapat perhatian dalam riset sebelumnya—untuk memandu desain kurikulum VR di masa depan.
Kerangka Intervensi dan Metodologi Ilmiah
Penelitian ini menggunakan metodologi eksperimental yang ketat, membandingkan dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 30 trainee (total 60 peserta) yang berpartisipasi dalam Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dasar untuk Industri Konstruksi. Topik pelatihan yang dipilih adalah pencegahan jatuh dari perancah, yang relevan dengan tingginya insiden kecelakaan di Korea.
Integritas eksperimental ditegakkan melalui uji homogenitas awal, di mana analisis t-test mengonfirmasi bahwa tidak ada perbedaan signifikan (p>0.05) pada atribut pribadi utama (trainee) antar kelompok (Type A dan Type B), termasuk usia, kualifikasi, gelar akademik, dan pengalaman kerja. Homogenitas ini memastikan bahwa setiap perbedaan hasil pembelajaran dapat dikaitkan secara langsung dengan intervensi pelatihan, bukan faktor individu.
Empat Elemen Pembelajaran Interaktif (ILEs) yang Diimplementasikan: Pendekatan yang diusulkan (Type B) mengintegrasikan empat Interactive Learning Elements (ILEs) yang dipilih melalui tinjauan literatur dan wawancara mendalam dengan pakar keselamatan konstruksi :
- ILE-(1). Umpan Balik Instan (Immediate feedback): Memungkinkan konsekuensi kecelakaan disimulasikan secara real-time berdasarkan tindakan trainee. Misalnya, jika tindakan keselamatan diabaikan, trainee akan langsung mengalami kecelakaan jatuh, dengan feedback visual dan audio yang sesuai.
- ILE-(2). Interaksi Dasar dengan Objek (Basic interaction with objects): Memungkinkan trainee berinteraksi dengan objek (memutar, memperbesar, mengambil) untuk mendapatkan informasi detail yang spesifik, seperti memeriksa kondisi sabuk pengaman atau spesifikasi papan kerja.
- ILE-(3). Perakitan Objek (Assembling objects): Melibatkan praktik prosedural sekuensial, seperti urutan yang benar dalam mengenakan Personal Protective Equipment (PPE) atau memasang pagar pengaman.
- ILE-(4). Uji Pengetahuan (Knowledge test): Mengintegrasikan tes pilihan ganda atau deskriptif setelah sesi praktik untuk menguji pemahaman mengenai spesifikasi pemasangan langkah-langkah pelindung.
Penilaian kinerja dilakukan menggunakan asesmen berbasis CAMIL (Cognitive & Affective Model of Immersive Learning), yang mengukur domain sensorik (Faktor Teknologi, IVR Affordances, Afektif & Kognitif) dan domain pengetahuan (Hasil Pembelajaran).
Untuk mengukur pengaruh individual ILEs, studi ini memanfaatkan analisis berbasis Machine Learning yaitu SHAP (SHapley Additive exPlanations) yang menggunakan algoritma Multi-Layer Perceptron (MLP) untuk menentukan bobot kontribusi setiap ILE terhadap hasil pembelajaran keseluruhan.
Temuan Kuantitatif Utama dan Analisis Dampak
Hasil analisis t-test menunjukkan superioritas signifikan pelatihan IVR interaktif (Type B) di semua domain CAMIL dibandingkan dengan pelatihan non-interaktif (Type A).
Sorotan Data Kuantitatif Deskriptif: Peningkatan paling penting terlihat pada domain pengetahuan, yang diukur melalui CAMIL-(4) Learning Outcomes. Rata-rata skor hasil pembelajaran untuk pendekatan interaktif (Type B) adalah 4.13 dengan deviasi standar 0.64, jauh lebih tinggi daripada skor pendekatan non-interaktif (Type A) sebesar 3.43 dengan deviasi standar 0.78. Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara integrasi ILEs dan peningkatan hasil pembelajaran, dengan perbedaan rata-rata (ΔM) sebesar 0.70 poin pada skala Likert 5-poin.
Analisis statistik memvalidasi perbedaan ini dengan nilai t=−4.751 dan p-value 0.000 (p<.001). Tingkat signifikansi yang sangat tinggi ini menegaskan bahwa metode pembelajaran aktif dalam IVR memiliki potensi kuat untuk mengobjektifikasi manfaat pelatihan keselamatan, yang sebelumnya sulit diukur.
Peningkatan serupa terlihat pada domain sensorik, yang mencerminkan faktor psikologis. Skor rata-rata Faktor Afektif & Kognitif (CAMIL-3) untuk Type B adalah 4.34 (vs. Type A: 3.75, p=0.001). Hal ini menegaskan bahwa interaksi IVR berhasil memicu faktor motivasi, minat, dan self-efficacy pada trainee, yang kemudian memediasi peningkatan hasil pengetahuan objektif.
Analisis Kontribusi ILE Individu (SHAP): Analisis feature importance menggunakan SHAP memberikan panduan desain preskriptif dengan memeringkat dampak setiap ILE terhadap hasil pembelajaran. Peringkat kepentingan fitur (dari yang paling berpengaruh) adalah :
- ILE-(1). Umpan Balik Instan
- ILE-(2). Interaksi Dasar dengan Objek
- ILE-(4). Uji Pengetahuan
- ILE-(3). Perakitan Objek
Ditemukan secara eksplisit bahwa ILE-(1) Umpan Balik Instan dan ILE-(2) Interaksi Dasar dengan Objek adalah faktor kunci dalam meningkatkan kinerja pembelajaran. Hal ini menyiratkan bahwa elemen-elemen yang mendorong pengambilan keputusan proaktif dan simulasi konsekuensi yang mendalam secara kausal lebih efektif daripada elemen yang berfokus pada praktik prosedural belaka (seperti ILE-3). Untuk perancang kurikulum IVR, penemuan ini memberikan bukti kuat bahwa prioritas harus diberikan pada penciptaan lingkungan di mana trainee dapat mengalami dan belajar dari risiko secara langsung.
Analisis Kontribusi dan Keterbatasan
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Studi ini memberikan kontribusi metodologis dan empiris yang signifikan bagi pengembangan sistem edukasi imersif.
Kontribusi utama yang pertama adalah validasi empiris komprehensif terhadap keunggulan pendekatan IVR interaktif secara holistik. Berbeda dengan studi sebelumnya yang hanya menerapkan subset elemen interaktif, penelitian ini mengintegrasikan seluruh spektrum ILEs dan memvalidasi dampaknya melintasi seluruh kerangka CAMIL (sensorik dan pengetahuan). Secara akademis, ini menunjukkan bahwa aktivasi trainee melalui interaksi dinamis—terutama yang berfokus pada kausalitas risiko—secara fundamental superior dibandingkan pengalaman pasif.
Kontribusi kedua terletak pada pemodelan granular kontribusi fitur menggunakan Explainable AI (XAI). Penggunaan analisis SHAP memungkinkan peneliti melampaui pernyataan korelasional sederhana. Dengan menentukan hierarki bobot setiap ILE terhadap Hasil Pembelajaran, studi ini menawarkan tingkat presisi desain yang belum pernah ada sebelumnya. Penemuan bahwa ILE-1 dan ILE-2 adalah prediktor utama memberikan kerangka kerja yang dapat ditindaklanjuti untuk optimalisasi sumber daya dalam pengembangan konten, di mana elemen yang paling berdampak harus diprioritaskan.
Ketiga, studi ini mengukuhkan keterhubungan mendalam antara desain interaktif dan perubahan kognitif-afektif. Peningkatan signifikan dalam domain CAMIL-3 (Affective & Cognitive Factors) seperti Motivation dan Self-efficacy menunjukkan bahwa lingkungan yang memungkinkan trainee untuk bertindak dan mengendalikan hasilnya (Agency) efektif dalam meningkatkan faktor psikologis yang memediasi pembelajaran. Keterhubungan kausal ini sangat penting untuk merancang program pelatihan yang tidak hanya transfer pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan sikap proaktif terhadap keselamatan.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meskipun pencapaiannya signifikan, studi ini mencatat beberapa batasan yang membuka jalan bagi penelitian lanjutan.
Salah satu keterbatasan utama adalah skala dan homogenitas sampel. Dengan hanya 60 peserta yang sebagian besar adalah laki-laki dan tidak bervariasi secara luas dalam spesialisasi kerja atau riwayat cedera, generalisasi temuan kepada populasi pekerja konstruksi yang lebih luas (termasuk keragaman gender atau pekerja veteran dengan pengalaman kerja sangat panjang, yaitu >10 tahun) masih terbatas. Hal ini menimbulkan pertanyaan terbuka mengenai apakah efektivitas ILEs tertentu, seperti praktik prosedural (ILE-3), akan tetap relevan bagi para profesional yang sangat berpengalaman.
Keterbatasan kedua adalah fokus pada dampak jangka pendek. Hasil Learning Outcomes (CAMIL-4) diukur segera setelah intervensi. Pertanyaan kritis dalam edukasi keselamatan adalah apakah pengetahuan ini bertahan (retensi) dan apakah ia diterjemahkan menjadi perubahan perilaku keselamatan yang berkelanjutan di lokasi kerja nyata (transfer of knowledge). Studi ini belum memberikan bukti substansial mengenai efektivitas jangka panjang IVR interaktif dalam mengurangi insiden kecelakaan aktual.
Ketiga, penelitian ini dilakukan dalam lingkungan laboratorium yang terkontrol. Faktor lingkungan eksogen seperti suhu, kebisingan tinggi, debu, dan pencahayaan yang buruk—yang merupakan karakteristik lokasi konstruksi—dikeluarkan dari pertimbangan. Kondisi stres lingkungan ini diketahui meningkatkan Cognitive Load trainee, yang merupakan sub-faktor CAMIL-3. Perlu diinvestigasi bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi dengan efektivitas ILEs yang ditemukan sangat penting (ILE-1 dan ILE-2).
Terakhir, meskipun studi ini membahas potensi, ia tidak menerapkan pemantauan status kognitif secara real-time. Kurangnya data biometrik (eye-tracking atau EEG) membatasi pemahaman tentang proses kognitif trainee selama interaksi ILEs spesifik, seperti momen perhatian terbagi atau kelebihan beban kognitif. Mengatasi keterbatasan ini adalah kunci untuk mengembangkan sistem pelatihan IVR adaptif di masa depan.
Arah Riset Ke Depan
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)
Berdasarkan temuan superioritas IVR interaktif (Type B) dan hierarki kontribusi ILEs yang diidentifikasi melalui SHAP, lima arah riset berikut disarankan untuk memajukan validitas eksternal dan dampak praktis teknologi ini.
1. Optimalisasi Parametrik Umpan Balik Instan (ILE-1) untuk Memaksimalkan Kausalitas Pembelajaran
Justifikasi Ilmiah: Analisis SHAP menetapkan ILE-(1) Immediate Feedback sebagai faktor kunci yang paling signifikan dalam meningkatkan kinerja pembelajaran. Namun, efektivitasnya mungkin bergantung pada cara feedback tersebut dikirimkan. Untuk mempersonalisasi dan memperkuat pembelajaran konsekuensi, studi lanjutan harus secara empiris menguji parameter feedback.
Fokus Riset: Menyelidiki dampak variabel desain ILE-1: (1) Tingkat Keparahan Konsekuensi (misalnya, simulasi cedera minor vs. fatalitas) dan (2) Modalitas Feedback (visual-audio standar vs. stimulasi haptik/kinestetik yang realistis) terhadap Procedural Knowledge dan Transfer of Knowledge (sub-faktor CAMIL-4).
Metode yang Direkomendasikan: Desain eksperimental faktorial (misalnya, 2×3) yang membandingkan berbagai kombinasi modalitas dan keparahan. Analisis harus menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji bagaimana perubahan pada desain ILE-1 memediasi peningkatan Self-efficacy (CAMIL-3), yang pada akhirnya mempengaruhi hasil pembelajaran objektif. Penelitian ini diperlukan untuk menyusun pedoman desain yang optimal untuk intervensi VR yang bertujuan meminimalkan habituation dan memaksimalkan emotional recall risiko.
2. Studi Longitudinal Transfer Pengetahuan dan Reduksi Risiko Nyata
Justifikasi Ilmiah: Walaupun studi saat ini mengukur peningkatan pengetahuan jangka pendek (ΔM=0.70), validitas eksternal tertinggi berasal dari pembuktian Transfer of Knowledge yang berkelanjutan ke lingkungan kerja nyata.
Fokus Riset: Melaksanakan studi kohort longitudinal untuk membandingkan retensi dan penerapan perilaku keselamatan di lapangan antara kelompok yang menerima pelatihan IVR interaktif (Type B) versus non-interaktif (Type A) selama periode 6 hingga 12 bulan pasca-pelatihan.
Variabel yang Diteliti: Variabel dependen harus mencakup metrik baru, seperti Safety Compliance Index (SCI) yang diukur melalui observasi terstruktur di lokasi kerja (misalnya, kepatuhan penggunaan APD, inspeksi perancah), dan data aktual insiden keselamatan. Pengukuran Self-regulation (CAMIL-3) juga harus diulang untuk menguji peran mediasi faktor kognitif dalam retensi jangka panjang. Studi lanjutan ini diperlukan untuk menyediakan bukti Level 4 yang dibutuhkan oleh regulator industri konstruksi untuk memvalidasi biaya investasi pelatihan IVR.
3. Pengembangan Model Prediktif Adaptif Berbasis Biometrik (Neuro-IVR)
Justifikasi Ilmiah: Keterbatasan dalam pemantauan kognitif real-time dapat diatasi dengan integrasi biometrik. Model SHAP telah menunjukkan pentingnya ILE-2 (Basic Interaction), yang memerlukan perhatian detail.
Fokus Riset: Mengembangkan Learning Performance Prediction Model (LPPM) yang menggunakan data neurofisiologis (misalnya, EEG untuk Cognitive Load dan Attention) dan perilaku visual (Eye-tracking) sebagai fitur input real-time. Model ini harus dirancang untuk memicu ILEs adaptif yang dipersonalisasi.
Konteks Baru: Jika data Eye-tracking menunjukkan pengabaian objek keselamatan (kegagalan ILE-2), atau EEG mengindikasikan beban kognitif yang berlebihan (risiko kegagalan CAMIL-3), sistem IVR harus secara otomatis menyesuaikan kesulitan ILE, memberikan hint visual, atau mengulang urutan ILE-1 yang diperkuat. Metode ini akan beralih dari pelatihan IVR statis (Type B saat ini) ke sistem adaptif yang mampu memitigasi kegagalan kognitif individu saat itu juga.
4. Analisis Heterogenitas Respon Terhadap ILEs Berdasarkan Atribut Individu
Justifikasi Ilmiah: Keterbatasan riset saat ini dalam hal keragaman sampel memerlukan investigasi faktor moderasi. Efektivitas ILE-3 dan ILE-4, yang peringkat SHAP-nya lebih rendah, mungkin sangat bervariasi di antara sub-populasi.
Fokus Riset: Menguji bagaimana ILEs yang berorientasi prosedural (ILE-3 dan ILE-4) berinteraksi dengan atribut individu yang dikecualikan, seperti Tingkat Pengalaman Kerja (Novice vs. Veteran, >10 tahun) dan Latar Belakang Pendidikan Teknis.
Metode yang Direkomendasikan: Studi yang melibatkan pengumpulan data yang terstratifikasi. Penggunaan Hierarchical Linear Modeling (HLM) disarankan untuk menganalisis efek interaksi, menguji hipotesis bahwa pekerja veteran mungkin menunjukkan respons yang berbeda terhadap ILE-3 (Perakitan Objek) karena mereka mungkin sudah memiliki memori prosedural yang kuat. Temuan ini akan menjustifikasi modularisasi kurikulum IVR berdasarkan profil trainee.
5. Pemodelan Dampak Lingkungan Eksogen Terhadap Beban Kognitif IVR
Justifikasi Ilmiah: Penelitian laboratorium tidak mereplikasi kondisi stres di lokasi konstruksi. Validitas praktis bergantung pada daya tahan ILEs di bawah kondisi eksogen.
Fokus Riset: Mengukur penurunan kinerja Learning Outcomes (CAMIL-4) dan peningkatan Cognitive Load (CAMIL-3) ketika trainee dalam pendekatan Type B Interaktif terpapar simulasi kondisi lingkungan yang ekstrem, seperti kebisingan (>85 dB) atau suhu tinggi.
Metode yang Direkomendasikan: Desain eksperimental terkontrol menggunakan fasilitas kamar iklim dan peralatan simulasi akustik. Variabel terikat harus berupa performa spesifik ILEs (terutama ILE-1 dan ILE-2) dan Cognitive Load yang diukur secara objektif. Jika ditemukan bahwa kebisingan secara signifikan mengurangi efektivitas ILE-1 (misalnya, mengganggu feedback audio), perancang IVR harus menyesuaikan prioritas untuk memberikan feedback visual atau haptik yang lebih mencolok, memastikan sistem pelatihan tetap robust di lokasi kerja.
V. Kesimpulan dan Ajakan Kolaborasi
Penelitian ini telah memvalidasi secara meyakinkan bahwa pelatihan keselamatan konstruksi berbasis IVR interaktif (Type B) secara signifikan meningkatkan kinerja pembelajaran di domain sensorik dan pengetahuan, dengan peningkatan skor CAMIL-4 sebesar 0.70 poin dan signifikansi statistik yang tinggi (p<.001) dibandingkan dengan pendekatan pasif (Type A). Analisis XAI, melalui SHAP, memberikan pemahaman kausal, menyoroti
Immediate Feedback (ILE-1) dan Basic Interaction with Objects (ILE-2) sebagai prediktor utama hasil pembelajaran. Penemuan ini merupakan panduan preskriptif yang tak ternilai harganya bagi pengembang kurikulum yang ingin memaksimalkan dampak pedagogis dari solusi IVR.
Arah riset ke depan harus berfokus pada transisi dari validasi lab jangka pendek ke optimalisasi parametrik, validasi lapangan jangka panjang, dan integrasi teknologi kognitif (Neuro-IVR) untuk mencapai personalisasi dan adaptabilitas yang lebih tinggi. Mengatasi batasan keragaman sampel dan kondisi lingkungan akan memastikan bahwa hasil penelitian dapat digeneralisasi dan diandalkan dalam konteks industri yang kompleks.
Ajakan Kolaboratif: Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi Lembaga Pemberi Hibah Teknologi dan Pendidikan (e.g., NRF/Korea atau institusi pendanaan riset di Indonesia/ASEAN) untuk menyediakan sumber daya komputasi dan akuisisi data biometrik skala besar, Perusahaan Solusi Keselamatan IVR terkemuka untuk menyediakan akses ke platform VR dengan kemampuan haptic feedback tingkat lanjut, dan Badan Regulasi Keselamatan Kerja Nasional (e.g., KOSHA, K3) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil dalam standarisasi kurikulum keselamatan konstruksi di masa depan.
Tautan DOI Resmi:(https://doi.org/10.1016/j.eswa.2024.124099)