Melampaui Ceramah: Membangun Pelatihan K3 yang Berdaya (Empowering) bagi Pekerja Rentan di Persimpangan Literasi dan Kekuasaan

Dipublikasikan oleh Raihan

17 Oktober 2025, 10.13

Paradigma Baru dalam Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Populasi Terlayani

Paper berjudul Occupational Safety and Health Education and Training for Underserved Populations ini menyajikan analisis mendalam mengenai elemen-elemen esensial yang membuat program edukasi dan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi efektif ketika ditujukan kepada komunitas yang kurang terlayani (underserved), seperti pekerja imigran, individu berliterasi rendah, dan pekerja kontingen (contingent). Ini bukan sekadar tinjauan literatur yang komprehensif, melainkan sebuah panduan strategis bagi para praktisi dan peneliti untuk mempertimbangkan faktor kunci dalam mendesain, mengimplementasikan, dan mengevaluasi program pelatihan dalam konteks struktural dan sosial yang kompleks.

Paper ini mendefinisikan pelatihan secara luas, melampaui upaya transmisi pengetahuan sederhana. Definisi ini mencakup serangkaian usaha yang dirancang untuk melibatkan peserta pelatihan dengan tujuan memengaruhi motivasi, sikap, dan perilaku demi meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

Jalur logis perjalanan temuan dimulai dengan pengakuan fundamental: efektivitas pelatihan K3 akan sangat terbatas jika ditawarkan secara terpisah dari intervensi lain yang mengatasi faktor sosioekonomi dan struktural yang lebih luas. Misalnya, melatih pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri (APD) tidak akan bermanfaat jika mereka kekurangan kekuasaan dalam hubungan kerja untuk menuntut atau mendapatkan peralatan tersebut.

Analisis kemudian bergeser ke desain program, yang harus diselaraskan dengan tiga tujuan utama: transfer pengetahuan/pengembangan keterampilan, perubahan sikap (misalnya, meningkatkan kekhawatiran tentang bahaya), atau aksi sosial/pemberdayaan (mendorong tindakan kolektif untuk memecahkan masalah). Konteks kerja bagi populasi terlayani telah bergeser dari model serikat/pemberi kerja ke organisasi berbasis komunitas, yang menjadi semakin penting mengingat peningkatan pekerja kontingen dan imigran berliterasi terbatas yang menghadapi ketidakamanan kerja tinggi.

Untuk menjangkau audiens rentan ini, paper ini mengidentifikasi empat pendekatan program yang efektif: kampanye kesehatan masyarakat/pemasaran sosial, program train-the-trainer, program lay health advisor (promotor kesehatan), dan pelatihan pekerja langsung. Pendekatan terakhir disorot dengan penekanan kuat pada metode Popular Education—sebuah filosofi pedagogis yang berakar pada karya Paulo Freire. Metode ini menjauhkan diri dari model ceramah pasif, sebaliknya berfokus pada peran aktif peserta dalam menganalisis masalah, mengungkap asumsi, dan mengembangkan solusi praktis. Intinya adalah mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kepercayaan diri peserta untuk menjadi aktor dalam memperbaiki kondisi mereka sendiri.

Metode partisipatif yang efektif meliputi Small Group Activity Method, yang memaksimalkan partisipasi aktif , serta teknik visual seperti Risk Mapping dan Body Mapping yang memusatkan identifikasi bahaya dan gejala pada pengalaman pekerja sendiri. Untuk mengatasi tantangan literasi, teknik seperti Story-Telling menggunakan materi grafis atau metode berbasis seni seperti Photovoice dan Forum Theater terbukti sangat berharga, memungkinkan peserta untuk merefleksikan solusi melalui cara yang terasa lebih nyata daripada pelatihan tradisional.

Paper ini menegaskan bahwa pelatihan harus secara eksplisit mencakup hak-hak pekerja di bawah undang-undang K3 dan mendorong aksi kolektif daripada tindakan individu, yang berfungsi untuk mengurangi kemungkinan pekerja rentan menghadapi pembalasan. Para penulis menyimpulkan dengan tantangan evaluasi, menekankan bahwa penilaian harus mendokumentasikan kondisi sebelum dan sesudah intervensi, sambil secara aktif mempertanggungjawabkan faktor-faktor dunia nyata eksternal (misalnya, perubahan kebijakan perusahaan, kecelakaan besar) yang dapat secara keliru diatribusikan pada pelatihan.

Sorotan Data Kuantitatif Deskriptif

Meskipun paper ini adalah analisis kualitatif terhadap elemen program yang efektif, ia menyoroti temuan penting dari studi kasus yang mendemonstrasikan dampak terukur dari model pelatihan yang berpusat pada komunitas. Dalam studi kasus Lay Health Promoter (Promotor Kesehatan) yang berfokus pada pencegahan Cumulative Trauma Disorders (CTDs) pada pekerja unggas, evaluasi pra-pasca menunjukkan dampak yang kuat. Implementasi program ini melibatkan lima promotor yang berhasil menyampaikan pelatihan kepada 731 pekerja selama periode 28 bulan. Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara model pendidikan berbasis komunitas (lay health promoter) dan peningkatan pengetahuan serta self-efficacy pekerja, menyoroti potensi kuat untuk diterapkan pada objek penelitian baru dalam sektor pekerjaan berisiko tinggi di tingkat global.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Kontribusi paper ini terhadap bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya bagi populasi terlayani, bersifat transformatif:

  • Rekontekstualisasi K3: Paper ini secara tegas menggeser fokus OSH dari kepatuhan teknis (transfer pengetahuan) ke perubahan perilaku, sikap, dan, yang paling penting, pemberdayaan sosial (social action or empowerment). Kontribusi ini meletakkan K3 sebagai isu keadilan sosial dan kekuatan kerja.
  • Pengakuan Hambatan Struktural: Dengan menekankan bahwa pelatihan akan "terbatas nilainya" jika tidak diintegrasikan dengan intervensi yang mengatasi faktor sosioekonomi dan struktural yang lebih luas, seperti kurangnya kekuasaan pekerja, paper ini memaksa komunitas akademik untuk memperluas kerangka studi di luar situs kerja fisik.
  • Validasi Metode Partisipatif: Paper ini menyediakan justifikasi ilmiah yang kuat—melalui tinjauan literatur yang dirujuk—bahwa metode pelatihan yang lebih menarik, seperti simulasi dan latihan praktik, terbukti lebih efektif dalam akuisisi pengetahuan dan pengurangan hasil negatif, dibandingkan dengan metode transmisi pengetahuan yang pasif seperti ceramah.
  • Model Komunitas yang Tervalisasi: Paper ini menetapkan model Lay Health Advisor/Promotoras sebagai strategi pendidikan yang sangat efektif dan relevan secara budaya untuk komunitas imigran dan berliterasi rendah , membuktikan bahwa pesan K3 paling diterima dari mereka yang dianggap setara (peers).

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun analisis ini sangat kaya dan eksplisit, beberapa keterbatasan dalam bidang ini menghadirkan pertanyaan terbuka yang penting untuk arah riset ke depan:

  • Tantangan Kuantifikasi Dampak Jangka Panjang pada Outcome: Sebagian besar temuan dampak dari model partisipatif cenderung mengukur peningkatan pengetahuan dan self-efficacy (kepercayaan diri untuk bertindak). Pertanyaan terbuka kritis adalah bagaimana membangun metodologi evaluasi yang kuat, andal, dan cost-effective yang secara statistik mengaitkan secara langsung intervensi berbasis Popular Education dengan pengurangan yang terukur dalam tingkat cedera/penyakit di berbagai sektor, terutama dalam konteks di mana data pelaporan cedera mungkin tidak akurat karena pekerja takut retalias.
  • Respon Terhadap Dilema Hambatan Struktural yang Tidak Terpecahkan: Paper ini secara jujur mengakui bahwa pekerja rentan sering menganggap pelatihan tidak relevan karena kurangnya kekuasaan untuk bertindak ("Apa gunanya informasi ini jika kita tidak bisa berbuat apa-apa?"). Pertanyaan terbuka mendesak adalah: Jalur aksi kolektif apa yang paling efektif dan secara statistik paling kecil kemungkinannya untuk memicu pembalasan (retalias) di antara pekerja yang tidak berdokumen/tidak berserikat? Memerlukan penelitian yang mengukur dampak relatif antara strategi "berhenti dari pekerjaan" versus strategi tindakan kolektif kecil (short-term steps) yang direkomendasikan.
  • Standarisasi Interpretasi Budaya K3: Kualitas pelatihan sangat bergantung pada interpretasi dan adaptasi budaya. Ketergantungan pada penerjemah informal atau semi-profesional dapat membatasi akurasi komunikasi bahaya yang kompleks. Pertanyaan mendasar adalah: Bisakah komunitas riset mengembangkan kerangka kerja yang terukur dan terstandardisasi untuk memastikan akuntabilitas linguistik dan konteks budaya dalam interpretasi K3, melampaui kemampuan penerjemah bahasa biasa?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (Berbasis Hibah)

Penelitian lanjutan harus dibangun di atas temuan saat ini mengenai efektivitas partisipasi dan konteks, dengan fokus pada penguatan validitas eksternal dan dampak jangka panjang pada variabel hasil yang nyata.

  1. Riset Tindakan Kuantitatif (Kuasi-Eksperimental) Model Train-the-Trainer di Sektor Ekonomi Gig/Kontingen.
    • Justifikasi Ilmiah: Model Train-the-Trainer adalah inovasi teruji yang menjanjikan skalabilitas, tetapi validitasnya harus diuji dalam konteks kerja paling rapuh saat ini.
    • Metode, Variabel, dan Konteks Baru: Metode: Studi kuasi-eksperimental prospektif dengan kelompok intervensi (peer-trainer) dan kelompok kontrol. Variabel: Variabel hasil objektif baru harus dikumpulkan, seperti frekuensi pelaporan bahaya tanpa nama (anonymous hazard reporting) dan tingkat implementasi praktik kerja aman (diukur melalui observasi terstruktur) dan tidak hanya self-efficacy. Konteks Baru: Pekerja gig economy (misalnya, pengemudi, kurir, pekerja lepas yang tidak terikat majikan tunggal).
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk memvalidasi model diseminasi yang bergantung pada kepemimpinan pekerja dalam struktur kerja non-tradisional yang berkembang pesat.
  2. Studi Korelasi Multivariat: Dampak Spesifik Metode Popular Education terhadap Perubahan Sikap.
    • Justifikasi Ilmiah: Perubahan sikap (attitudinal change)—meningkatkan kekhawatiran dan keyakinan diri—adalah tujuan utama pelatihan, tetapi perlu dikuantifikasi koefisien spesifiknya terhadap metode.
    • Metode, Variabel, dan Konteks Baru: Metode: Studi korelasional besar-besaran yang mengukur dosis paparan terhadap metode partisipatif spesifik (Risk Mapping, Simulations, Forum Theater) vs. metode pasif. Variabel: Derajat kekhawatiran pekerja tentang bahaya dan Keyakinan Kemampuan Bertindak (diukur melalui skala psikometrik yang divalidasi silang budaya). Konteks Baru: Populasi pekerja pertanian/manufaktur imigran dengan tingkat pendidikan formal yang sangat rendah.
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk secara eksplisit menunjukkan koefisien yang membenarkan investasi sumber daya dalam pengembangan materi partisipatif yang mahal dibandingkan dengan ceramah.
  3. Analisis Perbandingan Antar-Budaya terhadap Materi Komunikasi K3: Fotonovela vs. Storytelling Grafis.
    • Justifikasi Ilmiah: Paper ini mengidentifikasi fotonovela dan materi berbasis gambar sebagai metode efektif untuk literasi rendah/Bahasa Inggris terbatas. Penelitian harus bergerak melampaui anekdot dan menguji efektivitas relatif di berbagai budaya untuk menghindari stereotip.
    • Metode, Variabel, dan Konteks Baru: Metode: Penelitian kualitatif (focus group) dan kuantitatif (pre-post-test retensi informasi) komparatif. Variabel: Tingkat pemahaman pesan K3 yang kompleks dan preferensi audiens diukur berdasarkan format materi visual. Konteks Baru: Membandingkan kelompok etnis-bahasa dari latar belakang budaya yang berbeda (misalnya, pekerja dari Meksiko vs. pekerja dari negara Asia Tenggara yang berbeda pola komunikasi budayanya).
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk menentukan format materi visual-narasi mana yang paling efisien dalam menyampaikan "drama manusia yang dapat dikenali" terkait K3 di populasi multikultural.
  4. Desain Intervensi yang Mengintegrasikan Pelatihan K3 dengan Prioritas Bersaing (Competing Priorities).
    • Justifikasi Ilmiah: K3 sering kali berada di urutan bawah daftar prioritas pekerja upah rendah. Mengintegrasikan K3 dengan layanan bernilai tinggi (seperti kelas bahasa, bantuan upah) mengatasi hambatan komitmen ini.
    • Metode, Variabel, dan Konteks Baru: Metode: Desain intervensi eksperimental terkontrol secara acak (RCT) yang membandingkan modul K3 yang terintegrasi (misalnya, di dalam kelas ESL) vs. pelatihan K3 yang berdiri sendiri. Variabel: Tingkat kehadiran dan retensi peserta (sebagai proksi komitmen), serta keberhasilan tindakan kolektif kecil yang direkomendasikan. Konteks Baru: Program pelatihan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Kedua (ESL) yang ditawarkan oleh organisasi komunitas.
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk menyediakan model yang menjamin keberlanjutan pelatihan dengan memastikan relevansi yang dirasakan pekerja dan mengatasi masalah waktu/komitmen.
  5. Pengembangan dan Validasi Matriks Evaluasi yang Sensitif terhadap Risiko Pembalasan (Retalias).
    • Justifikasi Ilmiah: Matriks evaluasi tradisional tidak dapat menangkap keberhasilan dalam konteks struktural di mana tindakan agresif dapat berujung pada deportasi/pemecatan. Matriks baru diperlukan untuk mengukur perubahan dalam konteks risiko tinggi.
    • Metode, Variabel, dan Konteks Baru: Metode: Penelitian pengembangan metodologi untuk menyusun dan memvalidasi (peer-review) serangkaian metrik proksi yang dapat mengukur kapasitas pekerja untuk aksi kolektif dan perubahan struktural. Variabel: Skor kapasitas organisasi kelompok informal, Tingkat penggunaan sumber daya anonim, dan frekuensi 'langkah-langkah jangka pendek' yang berhasil. Konteks Baru: Kelompok pekerja imigran yang tidak memiliki status dokumentasi dan menghadapi ancaman deportasi.
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Untuk memungkinkan lembaga pemberi hibah dan peneliti mengukur dampak program secara realistis dan etis, dengan fokus pada justice dan dignity di tempat kerja.

Kesimpulan dan Ajakan Kolaboratif

Paper ini telah meletakkan fondasi metodologis dan filosofis yang kuat, menegaskan bahwa pelatihan K3 bagi populasi terlayani harus berakar pada prinsip partisipasi aktif, relevansi budaya, dan pemberdayaan kolektif. Potensi jangka panjang terletak pada kemampuan kita untuk menggerakkan momentum dari peningkatan pengetahuan dan kepercayaan diri individu menuju perubahan struktural melalui tindakan kolektif yang terorganisir.

Untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang terukur dari agenda riset yang eksplisit ini, penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health) sebagai lembaga riset, Worker Centers/Pusat Pekerja Komunitas sebagai pihak yang memiliki akses dan kepercayaan di populasi terlayani, dan Lembaga Pemberi Hibah K3 Swasta (Private OSH Grant Foundations) untuk memastikan dukungan finansial yang stabil bagi studi longitudinal dan pengujian model intervensi berbasis Popular Education. Kolaborasi ini penting untuk menjembatani kesenjangan antara teori pedagogis dan praktik kerja nyata.

Baca paper aslinya di sini