Tantangan dunia ketenagakerjaan Indonesia saat ini, masih diwarnai oleh ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja terampil (skill mismatch), serta perkembangan teknologi digital dan otomasi yang menimbulkan disrupsi yang menciptakan permintaan bidang tenaga kerja yang baru (Industry 4.0). Hal ini juga masih diikuti dengan potensi peningkatan persaingan yang dipicu oleh bonus demografi serta pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Dalam menghadapi peluang dan ancaman tersebut, pemerintah Indonesia meluncurkan program SDM Unggul Indonesia Maju untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Hasil program ini diharapkan dapat menjamin sumber daya manusia yang memiliki skill dan mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industry (link & match) yang diakui dengan proses sertifikasi kompetensi.
Pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi kerja di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2018. Dalam melaksanakan fungsi sebagai pelaksana dan pengembang sistem sertifikasi kompetensi kerja, BNSP dapat memberikan lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.
Klasifikasi Lembaga Sertifikasi Profesi
Dalam PBNSP 202, disebutkan bahwa BNSP mengklasifikasi jenis LSP menjadi LSP pihak kesatu (P1), LSP pihak kedua (P2), dan LSP pihak ketiga (P3). Klasifikasi atau pengelompokkan ini bukan menjadi acuan peringkat maupun level yang menyatakan salah satu lebih baik dari yang lainnya. Perbedaan dari jenis LSP ini hanya didasarkan pada badan atau lembaga yang membentuknya dan sasaran sertifikasinya
Bagi LSP pihak ketiga, ruang lingkup lisensi mengacu kepada sektor atau profesi. tujuan melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja untuk sektor dan atau profesi tertentu sesuai ruang lingkup yang diberikan oleh BNSP
Bagi LSP pihak kesatu dan pihak kedua, ruang lingkup lisensi mengacu kepada lingkup organisasi induknya. Perbedaanya hanyalah dari tujuan utamanya. LSP P2 melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap sumber daya manusia lembaga induknya, sumber daya manusia dari pemasoknya dan /atau sumber daya manusia dari jejaring kerjanya. Sementara LSP P1 lembaga pendidikan dan /atau pelatihan tujuan utama melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap peserta pendidikan/pelatihan berbasis kompetensi dan /atau sumber daya manusia dari jejaring kerja lembaga induknya.
Kesempatan Bagi LSP P1
Meskipun klasifikasi P1, P2, dan P3 tersebut bukan merupakan acuan pemeringkatan LSP, tetapi dari perbedaan tersebut LSP P1 (terutama pihak pertama lembaga pendidikan dan /atau pelatihan) memiliki beberapa poin penting:
- LSP P1 merupakan jenis LSP yang paling banyak jumlahnya. Berdasarkan data BNSP per Juni 2022, jumlah LSP P1 mencapai 1.509 LSP (76,8%). Jauh lebih banyak dibandingkan LSP P2 yang hanya 99 (5%) dan LSP P3 sebanyak 357 LSP (18,2%). Artinya jejaring LSP P1 memiliki potensi pengembangan dan kerjasama yang luas untuk peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
- Ruang lingkup lisensi mengacu kepada lingkup organisasi induknya. Artinya kesempatan lembaga pendidikan /pelatihan mengembangkan skema sertifikasi yang dibutuhkan oleh dunia usaha / dunia industri hanya dibatasi oleh ruang lingkup yang dimiliki oleh induk dari LSP tersebut, tanpa harus mendirikan LSP sendiri untuk masing – masing sektor/profesi. Tentu ini
- Kesempatan penyesuaian kurikulum dengan permintaan dari industri dapat membantu institusi pendidikan maupun pelatihan untuk membuat profil lulusan yang jelas serta sesuai dengan kebutuhan industri. Maka kedua belah pihak akan diuntungkan dengan terserapnya hasil pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan industri atau pengguna lulusan. Tentu LSP P1 lebih sesuai untuk pendidikan vokasi atau pendidikan berbasis keahlian maupun kualifikasi.
Jadi, apakah Anda masih berpikir bahwa LSP P3 lebih baik, maupun LSP P1 kurang baik dari jenis LSP lainnya? Sekali lagi tidak adanya bukti yang menunjukkan kesenjangan dari masing – masing klasifikasi LSP. Yang terbaik adalah bahwa setiap lembaga pendidikan, pelatihan, maupun profesi yang sudah memiliki LSP, hendaknya memaksimalkan potensi LSP yang dimiliki demi pengembangan organisasi dan institusi yang lebih baik, karena LSP P1, P2, dan P3 bukan gradasi!
Penulis:
1. Adhi Nugraha, S.T., MBA, Dosen Teknik Industri dan Manajer Sertifikasi & Standarisasi Lembaga Sertifikasi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Nawang Sulistyani, M.Pd, Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Manajer Administrasi & Keuangan Lembaga Sertifikasi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang
Sumber: lsp.umm.ac.id