Krisis Air Bersih di Surabaya: Apa Kata Data Kualitas Sungai Surabaya?

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

12 Juni 2025, 06.21

pixabay.com

Mengapa Sungai Surabaya Penting?

Sungai Surabaya adalah salah satu urat nadi kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia. Sungai ini bukan hanya berfungsi sebagai saluran air biasa, tetapi menjadi sumber air baku utama bagi sekitar 2,7 juta warga Surabaya. Berdasarkan catatan Indriani et al. (2016), setiap tahunnya sekitar 256 juta meter kubik air diambil dari Sungai Surabaya untuk keperluan air minum, ditambah lagi 38 juta meter kubik untuk kebutuhan industri. Namun, tekanan akibat pertumbuhan penduduk dan industrialisasi kini menempatkan sungai ini dalam posisi yang sangat rentan terhadap pencemaran.

Pencemaran Air Sungai: Ancaman Nyata di Tengah Kota

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2010, pencemaran air terjadi saat ada masuknya zat asing yang menyebabkan penurunan mutu air. Sungai Surabaya menerima tekanan besar dari dua jenis limbah utama: domestik dan industri. Aktivitas pertanian, pemukiman padat, dan buangan industri secara langsung menjadi kontributor utama pencemaran di sungai ini.

Bahkan Kominfo Jawa Timur pada 2017 sempat mengungkap bahwa terdapat indikasi kuat pembuangan limbah industri secara sengaja ke badan sungai. Situasi ini diperparah oleh fakta bahwa sebagian besar warga belum memiliki sistem pengolahan air limbah domestik yang memadai.

Studi Kasus: Bagaimana Kualitas Air Sungai Surabaya Diukur?

Penelitian ini mengkaji sejumlah parameter penting yang menjadi indikator kualitas air, antara lain:

1. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik. Nilai BOD yang tinggi berarti air sangat tercemar. Penelitian Yudo dan Said (2019) mencatat bahwa kadar BOD Sungai Surabaya berada di rentang 2,56 hingga 11,94 mg/L, dengan rata-rata 4,186 mg/L. Angka ini sudah melampaui batas aman untuk air kelas I (maksimum 2 mg/L) dan bahkan sebagian besar melampaui batas untuk kelas II (3 mg/L).

Artinya, air Sungai Surabaya sudah tidak layak lagi dijadikan bahan baku air minum tanpa pengolahan intensif.

2. COD (Chemical Oxygen Demand)

Mengukur kebutuhan oksigen secara kimia untuk mengoksidasi bahan organik. Berdasarkan data 2010–2013, kadar COD di sungai ini berkisar antara 8,19 hingga 46,499 mg/L dengan rata-rata 17,05 mg/L. Padahal, ambang batas COD untuk air kelas I adalah 10 mg/L. Nilai COD yang tinggi menunjukkan pencemaran berat oleh zat-zat organik yang sulit terurai secara alami.

3. TSS (Total Suspended Solid)

Ini adalah jumlah partikel padat tersuspensi dalam air yang bisa menghambat penetrasi cahaya dan fotosintesis organisme air. Nilai TSS di Sungai Surabaya mencapai puncaknya pada tahun 2008 dengan 2.116 mg/L. Sementara rata-rata dari tahun 2010–2013 berkisar antara 14,7–1.000 mg/L. Padahal, ambang batas TSS dalam air kelas I adalah 50 mg/L. Ini menunjukkan kondisi kekeruhan yang sangat tinggi, yang membahayakan ekosistem dan proses biologis perairan.

4. DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut penting bagi kehidupan akuatik. Idealnya, DO untuk air kelas I harus ≥6 mg/L. Penelitian terbaru menunjukkan kadar DO Sungai Surabaya hanya sekitar 2,1–5,9 mg/L dengan rata-rata 3,5 mg/L, yang artinya banyak wilayah sungai ini berada di bawah ambang batas aman untuk kehidupan biota air.

5. pH (Tingkat Keasaman)

pH normal air sungai seharusnya berada antara 6–9. Berdasarkan penelitian Pavita et al. (2014), nilai pH di Sungai Surabaya cukup netral, yakni rata-rata 7,8. Ini masih dalam rentang aman untuk air kelas I dan II.

6. Nitrat dan Fosfat

Nitrat dan fosfat berasal dari pupuk pertanian dan limbah rumah tangga. Kandungan nitrat di Sungai Surabaya berkisar antara 1,05 hingga 2,37 mg/L—masih di bawah batas maksimal 10 mg/L. Namun, kadar fosfat yang seharusnya tidak lebih dari 0,2 mg/L justru mencapai 0,95 mg/L di beberapa titik. Kandungan fosfat yang tinggi menyebabkan eutrofikasi, yaitu meledaknya populasi alga yang menurunkan oksigen air dan membunuh ekosistem.

7. Suhu

Suhu perairan juga masuk dalam pantauan. Data penelitian menunjukkan suhu berkisar antara 26,6°C–28,8°C, masih dalam rentang baku mutu kelas I dan II (25–28°C). Namun, suhu tinggi mempercepat metabolisme mikroorganisme dan menurunkan DO, sehingga tetap perlu diwaspadai.

Apa Artinya Data Ini Bagi Warga Surabaya?

Kondisi kualitas air Sungai Surabaya menunjukkan bahwa sebagian besar parameter pencemaran telah melampaui ambang batas untuk air kelas I (air baku minum) dan bahkan untuk kelas II (rekreasi dan budidaya ikan). Dampaknya langsung pada masyarakat adalah meningkatnya kebutuhan bahan kimia dalam proses pengolahan air oleh PDAM, meningkatnya biaya kesehatan akibat paparan air yang tercemar, serta rusaknya ekosistem lokal yang bergantung pada sungai.

Kritik dan Rekomendasi: Saatnya Bertindak Nyata

Kelebihan Penelitian:

  • Data dikumpulkan dari berbagai sumber dan waktu (2010–2019), sehingga memperlihatkan tren jangka panjang.
  • Parameter yang diuji sangat komprehensif: fisika, kimia, hingga biologi.
  • Menyertakan pembanding dengan baku mutu PP No. 82 Tahun 2001, memberi konteks legal dan praktis.

Kekurangan:

  • Belum banyak data terbaru setelah 2019 yang bisa menunjukkan tren saat ini.
  • Tidak dijelaskan secara rinci distribusi spasial pencemaran di tiap segmen sungai.
  • Aspek mikrobiologis seperti coliform belum dikaji, padahal ini sangat penting untuk air konsumsi.

Rekomendasi Aksi:

  1. Pemerintah daerah dan PDAM perlu meningkatkan pemantauan real-time berbasis sensor otomatis (IoT).
  2. Perluasan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) domestik dan industri di sepanjang sungai.
  3. Edukasi masyarakat melalui kampung hijau dan sekolah sungai.
  4. Penegakan hukum lebih tegas terhadap pelaku pencemaran, baik individu maupun korporasi.
  5. Meningkatkan kolaborasi antara kampus, industri, dan komunitas lokal untuk program pengawasan kualitas air berbasis warga.

Penutup: Sungai yang Terawat adalah Aset Masa Depan

Surabaya tidak bisa menunggu lebih lama untuk menyelamatkan sungainya. Sungai Surabaya telah memberi kehidupan, air, dan produksi bagi kota ini selama puluhan tahun. Kini, tanggung jawab kita adalah memastikan bahwa warisan ekologis ini tidak berubah menjadi bencana kesehatan publik.

Dengan data, kesadaran, dan aksi nyata, sungai kita bisa diselamatkan. Pemulihan sungai adalah investasi jangka panjang bagi kesehatan, ekonomi, dan masa depan kota.

Sumber Asli Artikel:
M. Khadik Asrori. Pemetaan Kualitas Air Sungai di Surabaya. Jurnal Envirotek, Volume 13, Nomor 2, 2021. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.