Setiap pewawancara pernah mengalami momen ini: baru sepuluh menit percakapan berjalan, rasanya tidak ada koneksi. Jawaban kandidat terdengar biasa saja, tidak salah, tetapi juga tidak membangkitkan rasa penasaran. Sementara itu waktu wawancara masih panjang. Situasi seperti ini sering menggoda manajer untuk pasrah, menjalani wawancara sekadar formalitas, atau lebih buruk—menganggap kandidat tidak cocok tanpa memberi kesempatan sepenuhnya.
Bab ini menekankan bahwa “tidak klik” bukan indikator kualitas kandidat. Sebaliknya, ia sering mencerminkan bias pewawancara, ketegangan kandidat, atau kesalahan arah percakapan. Dan kabar baiknya: situasi ini bisa diperbaiki dengan strategi yang tepat. Wawancara bisa kembali hidup, informatif, bahkan mengungkap potensi tersembunyi yang sebelumnya tidak terlihat.
1. Ganti Ranah Pertanyaan: Ketika Masa Lalu Tidak Menghasilkan Cerita yang Bermakna
Wawancara sering dimulai dari pertanyaan masa lalu: pengalaman, tugas, pencapaian. Namun tidak semua kandidat nyaman menjelaskan riwayat karier secara detail, terutama mereka yang introvert, neurodivergent, kurang percaya diri, atau berasal dari budaya yang lebih menjaga kerendahan hati.
Ketika jawaban terasa kaku, ubah fokus ke masa depan:
-
“Seperti apa peran ideal Anda tiga tahun dari sekarang?”
-
“Jika Anda bergabung, apa perubahan paling positif yang ingin Anda lihat di tim ini?”
-
“Bayangkan Anda membangun perusahaan baru; tiga nilai apa yang harus dimiliki?”
Pertanyaan semacam ini menggerakkan kandidat ke ranah yang lebih imajinatif dan personal. Mereka sering menunjukkan optimisme, kreativitas, serta pola pikir strategis—hal-hal yang justru penting untuk menilai potensi jangka panjang.
Jika percakapan mengenai tugas dan kemampuan teknis terasa terhenti, pindah ke ranah hubungan antarmanusia. Cerita tentang konflik, respons terhadap kritik, atau momen bangga terakhir sering membuka sisi emosional kandidat yang lebih alami.
2. Beri Kandidat Kendali: Mengubah Dinamika Kekuasaan dalam Wawancara
Biasanya pewawancara memegang kendali penuh—dan ini bisa membuat kandidat dengan tingkat kecemasan tinggi semakin kaku. Untuk mengubah atmosfer, berikan ruang bagi kandidat untuk memimpin percakapan.
Pertanyaan sederhana seperti:
-
“Apa yang seharusnya saya tanyakan kepada Anda?”
-
“Pertanyaan apa yang Anda harap muncul dalam wawancara ini?”
membuka ruang aman bagi kandidat untuk membawa percakapan ke ranah yang mereka kuasai. Dalam banyak kasus, kandidat akhirnya menampilkan kompetensi yang tidak muncul di awal karena dinamika kekuasaan berubah menjadi lebih setara.
3. Tawarkan Tantangan: Fokus pada Masalah Nyata, Bukan Cerita Tentang Diri Sendiri
Beberapa kandidat kesulitan berbicara tentang diri mereka karena alasan pribadi, budaya, atau neurodiversitas. Ketika ini terjadi, memaksa mereka tetap bercerita justru akan memperburuk situasi.
Solusinya adalah memindahkan fokus dari orangnya ke pekerjaannya. Berikan mereka tantangan nyata:
-
masalah operasional yang sedang dihadapi tim,
-
konflik prioritas,
-
keluhan pelanggan yang belum terselesaikan,
-
atau skenario strategis yang ambigu.
Karena tidak ada jawaban benar–salah, kandidat dapat fokus menunjukkan cara berpikir, kreativitas, logika, serta rasa ingin tahu. Sering kali, kemampuan mereka lebih bersinar dalam pemecahan masalah daripada dalam menjawab pertanyaan personal.
4. Arahkan ke Topik Pengembangan Karier: Menilai Cara Mereka Belajar
Generasi profesional saat ini menempatkan career development sebagai salah satu faktor paling penting dalam memilih tempat kerja. Karena itu, mengalihkan percakapan ke arah ini tidak hanya membantu Anda mengenal kandidat, tetapi juga meningkatkan kenyamanan mereka.
Beberapa pertanyaan yang dapat menghidupkan percakapan:
-
“Program pengembangan seperti apa yang paling Anda cari?”
-
“Keterampilan apa yang ingin Anda kuasai dalam 1–2 tahun ke depan?”
-
“Bagaimana Anda biasanya belajar sesuatu yang baru?”
Jawaban kandidat tidak hanya menunjukkan ambisi, tetapi juga pola pembelajaran, kedisiplinan, dan motivasi internal—atribut yang sangat menentukan kesuksesan jangka panjang.
5. Asah Rasa Ingin Tahu: Ketika Wawancara Stagnan, Pewawancara Harus Lebih Aktif
Ketika wawancara tidak mengalir, sebagian pewawancara justru cenderung menutup diri dan mempercepat proses. Padahal, langkah yang lebih efektif adalah melipatgandakan rasa ingin tahu.
Cobalah berpikir:
-
Apakah kandidat tegang karena perbedaan gaya pakaian?
-
Apakah mereka baru pertama kali kembali wawancara tatap muka setelah pandemi?
-
Apakah mereka merasa tidak percaya diri dengan format wawancara virtual?
-
Apakah Anda terlalu cepat mengisi keheningan sehingga kandidat tidak punya ruang berpikir?
Dengan memperlambat tempo, memberikan jeda, dan menunjukkan ketertarikan tulus, pewawancara sering kali membuka jalan bagi kandidat untuk menampilkan versi terbaik diri mereka.
6. Ciptakan Kondisi Wawancara yang Lebih Adil: Mengatasi Bias dan Hambatan Teknis
Beberapa kandidat sulit “klik” bukan karena kemampuan, tetapi karena kondisi teknis atau bias struktural.
Strategi penting yang direkomendasikan meliputi:
-
mengenali pola affinity bias Anda sendiri (misalnya lebih akrab dengan kandidat dari latar tertentu),
-
memberikan bahan wawancara atau tugas sebelumnya,
-
memberi opsi format wawancara (video atau telepon),
-
serta memastikan kandidat dari berbagai latar tidak dirugikan oleh faktor teknis seperti latar belakang kamera, koneksi internet, atau ruang kerja yang terbatas.
Wawancara yang adil dan nyaman bukan hanya menunjukkan profesionalitas organisasi, tetapi juga membantu pewawancara melakukan penilaian yang lebih akurat.
Penutup: “Tidak Klik” adalah Sinyal untuk Berpikir, Bukan Menghakimi
Bab ini mengingatkan bahwa sangat mungkin pewawancara tidak langsung terhubung dengan kandidat yang sebenarnya sangat potensial. Alih-alih menyerah, wawancara perlu dianggap sebagai proses penemuan—bukan penilaian cepat.
Dengan mengubah arah pertanyaan, memberikan kendali kepada kandidat, mengalihkan fokus ke tantangan nyata, menggali motivasi belajar, dan menata ulang kondisi wawancara agar lebih inklusif, pewawancara dapat mengubah obrolan yang canggung menjadi percakapan yang produktif dan penuh wawasan.
Dan yang terpenting: seorang kandidat yang tidak “klik” di awal bukan berarti tidak kompeten. Sering kali, justru di balik percakapan yang awalnya hambar, terdapat bakat terbaik yang hampir terlewatkan.
Daftar Pustaka
HBR Guide to Better Recruiting and Hiring – Chapter 11.